PT Berbagi Resiko Universal - BIRU


Memasuki tahun baru 2019, Alhamdulillah telah lahir sebuah perusahaan baru PT Berbagi Resiko Universal dengan panggilan BIRU. 


Ide pendirian BIRU bermula dari hubungan persahabatan saya dengan pak Muhaimin Iqbal sejak di IBS dulu. Sudah sepuluh tahun beliau keluar menggalkan industri asuransi dan memulai usaha sendiri di berbagai bidang antara lain perdagangan emas dengan websitenya geraidinar.com. Kemudian mengembangkan industri pertanian dan mendirikan Igrow.com yang  telah menjadi perusahaan startup terkemuka di bidang pertanian di Indonesia. 

Sejak dua tahun lalu saya dan pak Iqbal berkomunikasi secara intensif untuk mengembangkan startup di bidang asuransi. Awalnya kami mencoba mengembangkan U-care yang bergerak di bidang kesehatan, akan tetapi setelah kami usahakan selama lebih kurang satu tahun akhirnya program ini tidak bisa dilanjutkan karena sudah ada saingan  yang lebih cepat exist. 


Kamipun terus berusaha mencari peluang lain dan akhirnya kami menemukan BIRU. Kami yakin BIRU akan sukses karena ia mempunyai banyak kelebihan. Pertama ia menggunakan teknologi Blockchain yang saat ini sedang happening di dunia dan dipercaya akan menjadi andalan ekonomi dunia mulai saat ini dan dimasa-masa mendatang. Kedua, anggota team kami sangat berpengalaman  di bidangnya masing-masing. Terutama pak Iqbal sebagai founder. Beliau ahli asuransi bersertifikat internasional dari Australia dan New Zealand Insurance Institute and Finance(ANZIIF) dan juga dari Chartered Insurance Institute of London (CII). Beliau juga mantan ketua umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI). Anggota team yang lain yaitu seorang ahli asuransi dan reasuransi dari perusahaan asuransi intenasional dan saat ini menjadi tenaga ahli di luar negeri. Ia juga ahli di bidang asuransi syariah. Ada dua orang ahli IT yang mempunyai pengalaman lebih dari 20 tahun dan sukses mengambangkan system komputerisasi di berbagai perusahaan jasa keuangan dan perbankan. Ada pula ahli keuangan yang lama menjadi banker di salah satu bank pemerintah. 


BIRU sudah terdaftar di Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) dan dalam proses pendaftaran di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Diharapkan pada awal Januari 2019 ia sudah mendapatkan izin resmi dan siap beroperasi.

Keterangan lebih lengkap menganai BIRU dapat dilihat dari ulasan berikut ini:

1. Ringkasan Umum
Meski mengelola asset triliun dollar, industri asuransi global telah tumbuh menjadi industri yang tidak efisien karena didominasi oleh korporasi raksasa yang tidak cukup lincah untuk berubah, ditambah tekanan regulasi yang berat dan semakin kompleks.  Beberapa defisiensi yang terus menjadi pain point bagi pelanggan asuransi adalah tingginya biaya akibat terlibatnya banyak pihak, terutama perantara, kontrak yang rumit dand tidak mudah difahami, penyelesaian klaim yang lama dan kompleks, serta pembayaran secara kredit (tenggang waktu) diantara para pemangku kepentingan yang terlibat dalam transaksi.  Persoalan ini membuat nilai asuransi merosot dimata pelanggan.
Teknologi informasi yang perkembangan sangat pesat merupakan enabler utama untuk mentranformasi industry Asuransi.  Salah satu aspek teknologi informasi yang dipercaya kehadiran akan membawa perubahan signifikan pada banyak hal, termasuk pelayanan keuangan adalah teknologi Blockchain atau Distributed Ledger Technology (DLT).

Dengan database yang terdistribusi, tidak lagi terpusat, blockchain membawa banyak keuntungan, diantaranya data yang immutable (tidak bisa diubah dan dihapus), transparan, tidak memerlukan perantara untuk membangun kepercayaan karena verifikasi dicapai melalu consensus, namun tetap sangat aman, tidak mudah diretas, berkat tidak adanya single point of failure.

Teknologi blockchain berpotensi menyelesaikan banyak persoalan atau pain point industri Asuransi dengan menawarkan transparansi, kecepatan penyelesaian klaim, smart contract, pembayaran instan bagi semua pihak dan secara keseluruhan menekan biaya.
BIRU adalah platform online yang menyediakan solusi berbagi resiko (risk sharing) dengan menggunakan teknologi blockchain.  BIRU bukan perusahaan Asuransi ataupun perantara, melainkan platform yang menghubungkan semua pihak yang terlibat dalam risk sharing seperti peserta, perantara, perusahaan Asuransi dan reasuransi serta perusahaan penunjang industri Asuransi.

Seluruh transaksi didalam platform BIRU diekspresikan dan dieksekusi dalam token BRU (Bearing Risk Unit) yang nilai setara dengan 1 gram emas.  Penggunaan token BRU ini memungkinkan penerapan konsep BIRU secara global melintasi batas negara.  BRU tetap dapat ditukar dengan berbagai mata uang fiat.

Mengingat Indonesia berada di cincin api aktif, maka BIRU akan memulai kiprahnya dengan mengembangkan produk untuk gempa bumi yang disebut Disaster Cash Assistance (DCA).


 2. Latar Belakang 
Industri asuransi global, baik konvensional maupun syariah, yang bernilai triliunan dollar telah berkembang menjadi industri yang tidak efisien, mahal dan membuat frustasi.  Ia didominasi oleh korporasi raksasa, regulasi yang berat dan ketidakselaran kepentingan antara perusahaan dan konsumen.

Berikut ini adalah beberapa defisiensi asuransi tradisional yang terus menjadi kendala atau pain points bagi industri asuransi:

1.       Landasan kepercayaan
Layaknya kebanyakan transaksi keuangan tradisional, asuransi berlandaskan saling          percaya antara penanggung dan tertanggung.  Masalahnya adalah saling percaya itu      tidak selalu dapat terbentuk antara dua pihak, penanggung dan tertanggung.  Salah                satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan pengetahuan atau informasi.  Biasanya pihak calon tertanggunglah yang berada diposisi relatif lebih lemah.  Oleh karena itu,                untuk membangun landasan saling percaya ini diperlukan perantara seperti pialang dan agen asuransi.  Kehadiran perantara ini meningkat biaya transaksi.  Namun demikian, kepercayaan tidak sepenuhnya terbangun kokoh.  Ini terbukti dengan masih banyaknya terjadi fraud (penipuan atau penggelapan atau kecurangan) oleh pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi asuransi.

2.       Polis atau kontrak yang sulit dipahami.
Kontrak atau polis asuransi umumnya tertulis dalam huruf kecil-kecil, penuh dengan bahasa hukum yang tidak mudah dipahami oleh orang awam. Masalah timbul umumnya pada saat terjadi klaim, ketika nasabah baru menyadari bahwa banyak hal yang tidak dijamin oleh polisnya.  Atau, nasabah semestinaya melakukan sesuatu atau mempertahan suatu kondisi agar mendapat ganti rugi, namun hal tersebut tidak dilakukan karena nasabah tidak tahu atau faham.  Nasabah berada dalam posisi yang lemah karena memang kontraknya demikian dan ia tidak dapat menyalahkan orang lain atau kelalaian atau ketidakmampuannya memahami kandungan polis dari awal.

3.     Penyelesaian klaim yang lamban dan kompleks yang menyebabkan keterlambatan pembayaran klaim kepada tertanggung atau peserta yang mengalami kerugian.  Kontrak asuransi tunduk pada prinsip-prinsip dasar yang disatu sisi sesungguhnya sangat baik dalam menghindari asuransi digunakan sebagai sarana spekulasi atau tindakan melawan hukum.  Prinsip-prinsip itu adalah insurable interest, utmost good faith, proximate cause dan indemnity.  Akan tetapi, disisi lain, prinsip-prinsip ini membuat naskah kontrak asuransi menjadi panjang dan rumit.  Kemudian, ia membuat proses penyelesaian klaim menjadi lebih lama dan komplek oleh proses investigasi, verifikasi dan kalkulasi untuk mematuhi prinsip-prinsip dasar itu.  Akibatnya adalah tertanggung mendapat uang ganti rugi atas musibah yang menimpanya dalam waktu yang lama.
  
4.       Penundaan pembayaran antar para pihak yang terlibat transaksi asuransi.
Pembayaran atau penyelesaian utang piutang secara kredit (tidak serta merta, melainkan setelah lewatnya waktu tertentu yang disepakati) merupakan hal jamak dalam industri asuransi.  Tertanggung diberi waktu tenggang, misalnya satu bulan dari saat tanggal bermulanya perlindungan, untuk membayar premi kepada pialang atau agen asuransi.  Demikian pula halnya pembayaran dari pialang asuransi kepada perusahaan asuransi, lalu dari perusahaan asuransi kepada broker reasuransi, dan juga dari pialang reasuransi kepada perusaan reasuransi.Praktek penyelesaian utang piutang secara kredit ini sepintas terlihat menguntungkan konsumen.  Padahal pihak yang dirugikan dari praktek ini akan memperhitungkan kerugian investasi dan pada akhirnya konsumen harus membayar harga lebih tinggi.
 
5.       Ketiadaan atau rendahnya transparansi.
Tidaklah janggal bila pada banyak kasus perusahaan asuransi yang menahan resiko tidak mendapatkan atau memiliki akses ke informasi-informasi yang kadang material tentang resiko yang ditahannya.  Bisa jadi informasi-informasi ini ditahan oleh perantara untuk memproteksi posisi mereka dari serangan pesaing.

Dalam transaksi reasuransi, dikenal istilah non-reporting atau blind treaty, dimana perusahaan reasuransi sama sekali tidak memiliki akses pada data resiko-resiko didalam portfolio yang ditanggungnya, meskipun pada banyak kesempatan perusahaan reasuransi menahan resiko dalam porsi yang secara significant lebih besar dari pada perusahaan asuransi.  Blind treaty ini sesungguhnya lahir dari keterbatasan teknologi dalam menyimpan dan mentransmisikan informasi kepihak lain.   


3. Tentang Blockchain 
Blockchain adalah sistem pencatatan atau database yang tersebar luas di jaringan, atau disebut juga dengan istilah distributed ledger yang memiliki kode unik yang tak bisa dirubah atau dihapus.  

 
1. Instan, Aman, Efisien dan Transparan
Pengiriman data terjadi secara instan dan efisien. Semua transaksi dan penyimpanan data terjamin keamanannya karena tereplikasi di seluruh jaringan blockchain sehingga untuk mengubah satu data maka si peretas juga harus mengubah data yang sama di semua komputer pengguna yang lain di saat yang sama. Hal ini sangat tidak mungkin untuk dilakukan. Blockchain bersifat seperti sebuah buku besar dimana semua transaksi bersifat transparan dan bisa dicek oleh semua orang sehingga memastikan kredibilitasnya

2. Teknologi Peer-to-Peer
Transaksi menggunakan teknologi Blockchain bersifat peer-to-peer, dalam arti sebuah data (dapat berupa pesan, uang, atau informasi penting) dapat dipindahkan dari satu pengguna ke pengguna yang lain tanpa bantuan pihak ketiga untuk memprosesnya. Dengan Blockchain, kita tidak lagi perlu lagi bergantung pada satu server karena seluruh transaksi teraplikasi ke seluruh jaringan sehingga terhindar dari berbagai bentuk penipuan karena data yang dimodifikasi, server down, atau akun yang diretas.

Ilustrasi berikut digunakan untuk membandingkan kedua sistem ini: Membandingkan kedua sistem ini diilustrasikan sebagai berikut :

1.       Sistem Tradisional, ketika pelanggan melakukan transaksi disebuah Toko dengan pembayaran kartu debit atau kartu kredit.  Penjual melakukan transfer dari rekening penjual ke rekening pembeli, kedua belah pihak percaya atas transaksi tersebut disebabkan adanya pihak ketika yang menjamin transaksi tersebut yakni pihak penerbit kartu tersebut dan pendukungnya seperti jaringan transaksi keuangan.  Jika penjamin tersebut atau pendukungnya mengalami gangguan operasional, maka kartu tersebut tidak dapat dipergunakan.
       
2.  Sistem Blockchain, sistem yang tidak menggunakan pihak lain secara khusus/eksklusif untuk keberhasilan sebuah transaksi.  Sebuah trankaksi disimpan dalam semua perangkat yang tersebar dalam jaringan tersebut, dengan tersebar di banyak perangkat, tingkat kesulitan untuk melakukan ‘kejahatan’ menjadi lebih tinggi.

Pengiriman transaksi dari alamat blockchain pembeli ke alamat blockchain penjual dilakukan secara peer to peer, data dicatat ke dalam semua perangkat di dalam jaringan blockchain.  Sebagaimana pengiriman data digital tidak semua perangkat dapat membaca data tersebut karena sudah dilakukan hashing, hanya pihak yang dimaksud dalam transaksi tersebut dapat mengakses data tersebut.


4.1.  Pengenalan
Berbagi Resiko Universal, selanjutnya disebut BIRU, sesungguhnya dirancang untuk mengatasi kendala-kendala atau pain points diatas.

BIRU adalah penyedia solusi berbagi resiko dengan memanfaatkan teknologi blockchain atau Distributed Ledger Technology (DLT).

BIRU bukanlah perusahaan asuransi yang menanggung resiko dan bukan pula perantara.
BIRU menyediakan platform online berbasis teknologi blockchain dalam rangka memfasilitasi mekanisme saling berbagi resiko (risk sharing) yang transparan, cepat, real time dan simple namun aman, efektif dan efisien.  

Sebagai sebuah platform online, BIRU sesungguhnya membangun sebuah ekosistem pengelolaan resiko (sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1 dibawah ini) dengan menghubungkan semua pihak atau pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya, yaitu:
-          Pemilik resiko atau peserta atau tertanggung
-          Perusahaan asuransi
-          Perusahaan reaasuransi
-          Pialang
-          Agen atau konsultan
-          Industri pendukung asuransi seperti surveyor, penilai kerugian (loss adjuster), bengkel kendaraan dan sebagainya. 


BIRU sebagai platform saling berbagi resiko online berbasis teknologi blockchain, memiliki fitur atau ciri-ciri sebagai berikut:

1.       Transparan
Blockchain or DLT mampu menjamin transparansi dari ujung ke ujung sepanjang rantai nilai asuransi.  Perusahaan Asuransi akan mengetahui informasi detail tentang siapa atau objek apa yang dijamin oleh dana tabarru's (risk fund) yang dikelolanya.  Demikian pula konsumen dapat mengetahui kemana perginya setiap sen dari kontribusinya.  Hal ini dimungkinkan oleh pangkalan data terdistribusikan (distributed database) dari teknologi blockchain.
Transparansi ini mencegah terjadinya praktek penyelewengan yang umumnya yang merugikan pihak tertentu, seperti komisi yang berlebihan, engineering fee, suap dan lain-lain.

2.       Risk sharing
Sebagaimana dijelaskan dimuka, BIRU bukan penanggung resiko, ia adalah platform online penyedia solusi saling berbagi resiko.

Namun, perusahaan asuransi dan reasuransi yang tergabung dalam ekosistem BIRU juga bukan penanggung resiko (risk carrier).  Mereka berperan sebagai pengelola portfolio resiko dan dana tabarru' (risk fund).  Untuk itu mereka berhak atas fee atau ujrah.

Sementara itu peran risk carrier dijalankan oleh para peserta secara kolektif yang bersepakat untuk saling menanggung atau saling berbagi resiko.

Dengan demikian mekanisme asuransi yang dioperasikan oleh BIRU adalah sejalan dengan syariah. 


3.       Token BRU
Semua transaksi dalam platform BIRU dinyatakan dan diselenggarakan dalam token BRU (baca: BIRU).  Besaran kontribusi, klaim, komisi, fee dan biaya-biaya lainnya dinyatakan dalam BRU.


4.       Simple dengan smart contract
Meski menggunakan teknologi, eksekusi kontrak asuransi umumnya rumit.  Adanya ketentuan yang dicetak dengan huruf yang kecil-kecil, istilah yang tidak biasa, bahasa hukum dan sebagainya, membuat perusahaan asuransi menjadi pihak yang sepenuhnya memahami syarat dan ketentuan polis. 
Sementara itu tertanggung atau peserta biasanya berada di posisi yang tidak menguntungkan.  Akhirnya mereka terpaksa mempekerjakan profesional seperti broker, konsultan atau bahkan pengacara untuk melindungi kepentingan mereka, yang berarti ada biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh peserta/tertanggung.

Dengan blockchain, kontrak dieksekusi oleh algoritma komputer yang terkandung di dalam smart contract.  Sehingga, tidak ada pihak yang menginterpretasikan kontrak secara subjektif.  Hal ini menanamkan keadilan dan mengarah pada pertikaian yang sangat minimum.

5.       Penyelesaian klaim yang cepat
Smart contract memungkinkan pembayaran klaim yang cepat tanpa penundaan yang tidak perlu yang diakibatkan oleh investigasi, verifikasi dan kalkulasi manual yang berlapis.

Pembayaran klaim dilakukan dengan mengtransfer token BRU ke dompet digital dana tabarru' perusahaan asuransi kepada dompet digital peserta.

6.       Pembayaran instan bagi semua pihak

Semua bentuk pembayaran didalam platform BIRU dieksekusi secara instan begitu suatu transaksi diverifikasi dan divalidasi oleh system blockchain, tanpa penundaan atau masa tenggang.

Fitur ini menghilangkan praktek pembayaran credit (dengan masa tenggang) yang merupakan salah satu sumber inefisiensi industry asuransi tradisional, karena pihak yang terpaksa menerima pembayaran tertunda akan membuat cadangan atau memasukkannya dalam faktor harga, yang pada akhirnya merugikan konsumen yang harus membayar lebih tinggi.

Berikut adalah perbandingan waktu yang diperlukan untuk berbagai pembayaran antara asuransi-reasuransi tradisional dan BIRU:

Jangka waktu pembayaran
(Re)asuransi traditional
BIRU
Kontribusi
Klaim
Kontribusi
Klaim
Peserta - perantara
Hingga 30 hari sejak bermulanya periode
Hingga 30 hari sejak dana diterima dari perusahana asuransi
Pada hari yang sama dengan bermulanya periode asuransi
Pada hari yang sama saat klaim dinyatakan valid


Perantara - perusahaan asuransi
Hingga 30 hari sejak bermulanya periode
Hingga 30 hari sejak dana diterima dari broker reasuransi
Pada hari yang sama dengan bermulanya periode Asuransi
Pada hari yang sama saat klaim dinyatakan valid


Perusahaan Asuransi - broker reasuransi
Hingga 30 hari sejak bermulanya periode
Hingga 30 hari sejak dana diterima dari perusahaan reasuransi
Pada hari yang sama dengan bermulanya periode Asuransi
Pada hari yang sama saat klaim dinyatakan valid


Broker - perusahaan reasuransi
Hingga 30 hari sejak bermulanya periode
Hingga 30 hari sejak klaim disetujui
Pada hari yang sama dengan bermulanya periode asuransi
Pada hari yang sama saat klaim dinyatakan valid

7.       Sangat aman
Setiap transaksi atau rekaman didalam system blockchain memiliki sifat-sifat:
-          immutable  atau kekal, tidak dapat diubah atau dihapuskan
-          traceable atau dapat dilacak
-          Mudah dianalisa oleh semua pihak didalam jaringan karena sifatnya yang terdistribusi
-          Aman karena NSPOF (No Single Point of Failure), lagi-lagi berkat sifatnya yang terdistribusi
-          Jaringan blockhain sangat sulit (hampir tidak mungkin) untuk diretas.


Semua transaksi dalam platform BIRU dinyatakan dan diselenggarakan dalam token BRU (baca: BIRU).  Besaran kontribusi, klaim, komisi, fee dan biaya-biaya lainnya dinyatakan dalam BRU.

BRU adalah singkatan dari Bearing Risk Unit.

Token BRU dikaitkan (peg) dengan logam mulia emas, dimana BRU 1 = 1 gram emas.

Perlu dicatat bahwa BRU bukan cryptocurrency (seperti bitcoin) yang dapat ditambang didalam jaringan blockchain.

BRU merupakan unit penyata (unit of account) yang dapat ditukarkan dengan emas atau mata uang fiat.

Semua pihak yang terlibat didalam ekosistem BIRU memiliki dompet BRU masing-masing di www.BIRU.io untuk menyimpan token yang mereka miliki. 


Solusi saling berbagi resiko di dalam ekosistem BIRU adalah sejalan dengan Syariah, dimana resiko tidak dipindahkan dengan akad jual beli ke perusahaan Asuransi dan perusahaan reasuransi.  Melainkan, resiko dibagi atau ditanggung bersama oleh para peserta dari skim asuransi dimaksud.  Peran perusahaan asuransi dan reasuransi bukanlah sebagai risk taker atau risk carrier, melainkan sebagai pengelola portfolio resiko.

Dengan demikian, seluruh kontrak atau transaksi yang difasilitasi oleh platform BIRU haruslah mematuhi segala ketentuan Syariah.  Pengelolaan portofolio tunduk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru' pada Asuransi Syariah.  

Sementara itu, hubungan antara para peserta dan perusahaan Asuransi dan reasuransi mengikuti fatwa DSN-MUI No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

4.4.2.     Akad BIRU dan pihak lain      
Adapun hubungan antara BIRU dan pihak lain didalam ekosistem BIRU mengikuti Akad Ijarah, mengingat bisnis BIRU yang pada dasarnya menyediakan layanan jasa solusi berbagi resiko berlandaskan teknologi blockchain kepada para pelanggannya.  Dalam hal ini BIRU tunduk pada Fatwa DSN-MUI No. 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah.
BIRU memiliki hak untuk mendapat ujrah (admin fee) atas layanan yang diberikannya.
Pelanggan BIRU adalah berbagai pihak yang terlibat dalam solusi berbagi resiko di dalam ekosistem BIRU seperti peserta, perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, pialang, agen, konsultan dan sebagainya. 



Proses utama bisnis BIRU dapat digambarkan melalui alur dibawah ini:

Alur bisnis BIRU sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2 diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.       Peserta mendaftarkan diri dalam platform www.BIRU.io atau melalui kanal yang disediakan oleh partner BIRU seperti pialang, agen atau perusahaan asuransi.  Begitu proses pendaftaran selesai, peserta akan menerima alamat blockchain (blockchain address)
2.       Verifikasi.  Bergantung pada kontrak asuransi yang melibatkan peserta terkait, proses verifikasi dapat dilakukan oleh sistem blockchain atau dapat pula dilakukan oleh verifikator atau surveyor independen yang melakukan verifikasi secara fisik atas objek pertanggungan.
3.       Peserta secara resmi dicatat menjadi anggota ekosistem BIRU.
4.       Peserta membayar kontribusi dalam bentuk token BRU.  Pembayaran ini dapat dilakukan menggunakan mata uang Rupiah yang kemudian dikonversikan kedalam toket BRU sesuai dengan nilai tukar saat transaksi terjadi.
5.       Perusahaan asuransi meneruskan pembayaran dari peserta ke BIRU
6.       Smart contract BIRU akan menambahkan nilai token BIRU kedalam dompet perusahaan asuransi didalam platform www.BIRU.io.
7.       Pada saat terjadi klaim, BIRU akan mentransfer token BRU dari dompet perusahaan asuransi ke dompet peserta sejumlah besaran klaim.
8.       Penyedia layanan lain seperti rumah sakit, surveyor, loss adjuster, bengkel dan sebagainya berkolaborasi didalam platform www.BIRU.io dan mendapatkan fee atas layanannya dalam bentuk token BRU yang ditransfer dari dompet perusahaan asuransi.  Demikian pula BIRU juga akan mendapatkan haknya berupa admin fee yang ditransfer dari dompet perusahaan asuransi.
9.       Pihak ketiga seperti asset manager atau fund manager mungkin pula terlibat dalam mengelola asset token BIRU.
Catatan: Bila ada perantara yang terlibat dalam transaksi, langkah 4 dan 7 akan dilakukan melalui mereka didalam platform BIRU.  Mereka akan mendapatkan komisi yang ditransfer dari dompet perusahaan asuransi       


4.6.1.     Segmentasi Pelanggan  
       
Pelanggan BIRU dapat dipecah menjadi dua segmen, yaitu:
1.       Masyarakat Indonesia yang hidup di "ring of fire"
Kepulauan Indonesia berada di wilayah cincin api yang aktif dengan banyak gunung api yang membawa kesuburan bagi pertanian dan pemandangan yang indah.  Akan tetapi, ia membawa resiko bersamanya, terutama gempa bumi.

Namun sayang hingga kini Indonesia belum memiliki pengelolaan bencana yang efektif, baik sebelum maupun sesudah kejadian.  Saat bencana menghantam, pemerintah dan masyarakat bersusah payah menangani dengan sumber daya yang serba terbatas.  Bahkan pemerintah terpaksa menggunakan atau mengalihkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk biaya recovery dan rehabilitasi pasca bencana.  Namun bagaimanapun, dana pemerintah tetap terbatas.

Masyarakat yang terdampak bencana memiliki sumber daya yang jauh lebih terbatas.  Banyak dari mereka dan harta benda mereka tidak diasuransikan.  Indonesia adalah negara dengan tingkat penetrasi tergolong paling rendah di dunia.

Indonesia memiliki polis standar asuransi gempa bumi, namun ia dirancang lebih untuk resiko komersial dan industry, bukan untuk perorangan, residensial apalagi pelanggan berskala mikro.

Jurang proteksi inilah yang dicoba untuk ditutup oleh BIRU.    

2.       Pemilik resiko lainnya
Pemilik resiko lainnya meliputi perorangan atau perusahaan atau lembaga yang menanggung resiko dalam berbagai bentuk dan tidak terbatas hanya pada bencana alam.
Sebagian resiko itu dapat diasuransikan (insuranble), sebagian lain mungkin tidak.  Perlu dicatat bahwa banyak resiko yang tidak dapat diasuransikan (uninsurable) bukan karena ia illegal atau membawa spekulasi ke ranah Asuransi.  Melainkan, mereka tidak dapat diasuransikan bias jadi karena ia memiliki besaran eksposure yang ekstrim yang mana industry asuransi tidak sanggup menanggung atau mengelolanya.  Atau, sifat dan dinamika resiko itu belum dipahami dengan memadai, sehingga akan menjadi spekulatif apabila industry asuransi harus menjaminnya.

Dalam konteks ini BIRU memiliki potensi untuk memperluas risk insurability menggunakan mekanisme risk sharing, bukan risk transfer.

Hubungan BIRU dan pelanggannya dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
1.       Edukasi
Edukasi berkesinambungan kepada berbagai audiens tentang resiko, mitigasi resiko, saling berbagi resiko, blockchain dan bagaimana ia dapat mengambil peran dalam pengelolaan resiko.
Audiens meliputi masyarakat, komunitas, bisnis, akademisi, LSM, pemerintah dan sebagainya.

2.       Layanan otomatis
Komunikasi, interaksi dan transaksi antara BIRU dan semua pemangku kepentingan, sejauh mungkin, akan dilakukan secara online dan otomatis melalui www.BIRU.io atau platform lain termasuk media social dan website milik para rekanan.

3.       Update resiko
Selain menyediakan layanan pengelolaan dan edukasi resiko, BIRU menyediakan pula informasi terkini tentang resiko, gempa bumi terbaru yang terjadi diberbagai belahan dunia dan berapa banyak eksposure BIRU pada kejadian itu.  Hal ini dapat dilakukan untuk berbagai jenis resiko.

BIRU memperbarui informasi resiko kepada public atau komunitas dengan parameter-parameter performa BIRU seperti konstribusi, eksposure, cadangan dan sebagainya.  Semuanya akan diekpresikan dalam satuan token BRU.

BIRU paling tidak menggunakan tiga kanal distribusi dalam memasarkan produk berbagi resikonya:
1.       Perantara
Layanan BIRU dapat dipasarkan melalui perantara seperti broker, agen, konsultan, bank atau lembaga keuangan lainnya, baik online maupun offline.  Semuanya akan saling dihubungkan oleh platform www.BIRU.io.
Mereka berhak menerima komisi atau fee yang dibayarkan secara instan kedalam dompet BRU mereka begitu kontribusi diterima dari pelanggan.
2.       Komunitas
Layanan BIRU dapat pula diakses dan dihantar melalui berbagai bentuk komunitas.  Kanal ini cocok untuk produk mikro.
3.       Media social dan website.
Layanan BIRU dapat pula diakses secara online melalu kanal media social atau website dari aggregator, agen atau pialang.
Mereka berhak menerima komisi atau fee yang dibayarkan secara instan kedalam dompet BRU mereka begitu kontribusi diterima dari pelanggan.

BIRU memiliki empat value proposition sebagai berikut:
1.       Solusi berbagi resiko yang sederhana dan terpercaya
Teknologi blockchain atau Distributed Ledger Technology (DLT) memungkinkan mekanisme berbagi resiko menjadi mudah, sederhana, efisien, murah, namun tetap aman dan terpercaya.
Karena pangkalan data terdistribusikan, maka system ini menjadi transparan.  Tidak ada lagi kontrak atau treaty buta.
2.       Pembayaran instan bagi semua pihak
Semua bentuk pembayaran didalam platform BIRU dieksekusi secara instan begitu suatu transaksi diverifikasi dan divalidasi oleh system blockchain, tanpa penundaan atau masa tenggang.
3.       Keamanan data
BIRU sangat aman karena setiap transaksi atau rekaman di dalam system blockchain memiliki sifat-sifat; immutable (kekal, tidak dapat diubah atau dihapuskan), traceable (dapat dilacak), mudah dianalisa, aman karena NSPOF (No Single Point of Failure) dan sangat sulit (hampir tidak mungkin) untuk diretas.

4.       Jaringan global
Blockchain or DLT pada dasarnya bersifat global.  Meski berawal di Indonesia, konsep dan mekanisme BIRU dapat dengan mudah direplikasi di negara lain di seluruh dunia, sepanjang tunduk dengan yurisdiksi dan regulasi setempat.

BIRU memiliki tiga aktivitas kunci yaitu:
1.       Pengembangan system berkelanjutan
Meski BIRU dimulai dengan Minimum Viable Product (MVP), platformnya secara terus menerus akan ditingkatkan dan diperbarui.  Blockchain atau DLT sendiri merupakan teknologi yang berada ditahap awal perkembangan dan akan banyak perkembangan yang menarik kedepannya. 

2.       Edukasi berkelanjutan
Edukasi berkesinambungan tentang resiko, mitigasi resiko, pengelolaan resiko dan bagaimana blockchain dapat membantu menyelesaikan masalah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam meningkatkan kepedulian masyarakat serta memicu penggunaan konsep berbagi resiko dan teknologi blockchain.

3.       Pemasaran
PT. Berbagi Resiko Internasional akan melakukan berbagai upaya untuk mempromosikan dan memasrkan solusinya kepada berbagai pihak yang mungkin mendapat manfaat dari penerapan teknologi blockchain pada konsep berbagi resiko.
Upaya ini meliputi pula pengembangan produk dalam rangka memenuhi permintaan publik yang dapat dipenuhi oleh BIRU.


BIRU memiliku dua sumber daya kunci yaitu:
1.       Sumber daya manusia yang berkualitas dan antusias sebagai asset sangat berharga.
2.       Sistem blockchain yang merupakan sumber daya utama dalam menghantarkan solusi risk sharing BIRU.

BIRU memiliki enam kemitraan sebagai berikut:
1.       Perusahan Asuransi
Perusahaan Asuransi berperan sebagai operator atau pengelola portofolio resiko dari konsep berbagi resiko yang difasilitasi oleh BIRU.  Resiko yang dibagi melalui platform BIRU dipool dalam bentuk dana tabarru' yang dikelola oleh perusahaan asuransi.  Perusahaan Asuransi perlu menyisihkan modal untuk mendukung portfolio resiko tersebut, dalam bentuk penyaluran qard hasan apabila biperlukan saat dana tabarru' dalam keadaan deficit.
Perusahaan Asuransi dapat pula memainkan peran dalam pengembangan produk yang dipasarkan melalui platform BIRU.
2.       Perantara
Perantara dalam berbagai bentuk seperti broker, agen, konsultan, bank atau lembaga keuangan lainnya memainkan peranan dalam menjangkau pelanggan akhir lalu menawarkan solusi berbagi resiko BIRU.
Mereka berhak mendapatkan komisi atau fee yang akan dibayarkan secara instan kedalam dompet BRU mereka, begitu kontribusi diterima dari peserta.
3.       Penunjang usaha Asuransi
Mitra ini meliputi surveyor, loss adjuster, risk engineer, lembaga riset dan sebagainya yang mana kepakaran mereka diperlukan dalam memahami resiko atau mengkuantifikasi kerugian.
4.       Mitra teknologi
Berbagai perusahaan teknologi dengan berbagai spesialisasi diperlukan dalam pengembangan system platform BIRU
5.       Perusahaan reasuransi
Perusahaan reasuransi mengelola dana tabarru'-nya untuk resiko diatas kemampuan perusahaan Asuransi dan ditransaksikan via platform BIRU.
Kapasitas reasuransi sebisa mungkin didasarkan pada mekanisme berbagi resiko, kecuali dalam situasi darurat.
Perusahaan reasuransi dapat pula berperan dalam pengembangan product serta penyediaan kepakaran spereti pricing engine, data analytics dan sebagainya.
Adalah dimungkinkan perusahaan reasuransi untuk tidak bergabung dengan ekosistem BIRU dan mensuplai kapasitas reasuransi dibelakang perusahaan asuransi.  Akan tetapi, dengan melakukan hal itu, mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari fitur-fitur unggulan BIRU seperti transparansi dan pembayaran secara instan. 

Reasuransi tradisional, terutama treaty, umumnya berdasarkan blind atau non-reporting.  Artinya perusahaan reasuransi tidak memiliki akses pada informasi detail dari resiko yang ditanggungnya, meskipun pada kenyataannya mereka menanggung sebagian besar dari resiko itu.  Mereka percaya sepenuhnya pada ringkasan laporan yang dikirim secara regular seperti Statement of Account setiap kuartal.  Mereka hanya berkesempatan melihat detail resikonya pada dua situasi.  Yang pertama, apabila terjadi klaim yang besar dimana perusahaan asuransi meminta penyelesaian segera secara cash diluar STOA per kuartal.  Kedua, apabila perusahaan reasuransi menggunakan haknya untuk melakukan audit atas pencatatan resiko perusahaan asuransi.  Sayangnya, hal in merupakan indikasi dari hubungan yang tidak baik karena audit dijalankan biasanya bila ada kecurigaan terjadinya fraud (kecurangan).    

6.       Institusi terkait
Institusi-institusi ini meliputi OJK, BMKG, BNPB dan sebagainya. 

Pendapatan BIRU adalah dari admin fee yang dipotong dari setiap transaksi dalam platform BIRU sebagai imbalan dari pengembangan dan pengelolaan platform blockchain BIRU.

Struktur biaya BIRU terdiri dari:
1.       Biaya system: biaya yang dikeluarkan dalam menggunakan platform blockchain seperti biaya verifikasi atau validasi dan biaya teknologi lainnya.
2.       Gaji dan paket ketenagakerjaan lainnya
3.       Biaya operasional, seperti gedung, peralatan, transportasi dan sebagainya.

Pada dasarnya BIRU dapat memfasilitasi hampir semua jenis produk asuransi, baik asuransi jiwa maupun umum, sepanjang fitur-fitur dan proses produk itu dapat disederhanakan dan dirancang sedemikian rupa untuk menyesuaikan dengan standar BIRU.
Salah satu produk yang sangat sesuai untuk ditransaksikan melalui platform BIRU adalah produk-produk berbasiskan parametrik.  Besarnya pembayaran klaim produk-produk parametrik tidak didasarkan pada kerugian actual dilapangan, melainkan didasarkan pada parameter-parameter tertentu yang dikeluarkan oleh lembaga independen dan kredibel.  Untuk gempa bumi misalnya, besarnya pembayaran klaim dapat didasarkan pada magnitude gempa dan jarak property dari episenter.
Belajar dari dua gempa besar yang baru-baru ini menimpa Lombok dan Palu, BIRU memutuskan untuk menjadikan produk parametrik untuk gempa bumi sebagai produk pilot yang akan dikembangkan pertama.  Produk ini dinamakan Disaster Cash Assistance (DCA).
DCA dirancang sebagai rider atau perlindungan tambahan yang dilekatkan pada polis utama.  Dengan demikian, ada beberapa jenis DCA yang akan diluncurkan yaitu:
a.       DCA01: DCA sebagai rider pada polis Asuransi kebakaran/harta benda residensial
b.      DCA02: DCA sebagai rider pada polis PA atau kesehatan
c.       DCA03: DCA sebagai rider pada polis property komersial
d.      DCA04: DCA sebagai rider pada polis property industrial
e.      DCA05: DCA sebagai rider pada polis property korporasi
Produk DCA berikutnya dapat dikembangkan untuk mengcover jenis bencana alam lain seperti banjir atau vocanic eruption (letusan gunung berapi), sepanjang tersedianya parameter yang terpercaya.    
Pada tahap lanjutan BIRU dapat dikembangkan untuk memfasilitasi produk-produk selain bencana alam seperti Asuransi kebakaran residensial, asuransi kesehatan, asuransi kendaraan bermotor, produk-produk berbasis kecelakaan diri, flight delay, pertanian dan sebagainya.


Timeline pengembangan platform BIRU dapat dirangkum sebagai berikut:
Waktu
Aktivitas
Desember 2018
Pencatatan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Kuartal 1 – 2019
-          Pendekatan pada mitra-mitra potensial
-          Penetapan mitra-mitra tahap pertama
-          Perancangan produk
-          Pengurusan lisensi produk
-          Penyelesaian platform untuk siap go-live

Kuartal 2 – 2019
-          Soft test (terbatas)
-          Promosi BIRU ke industri dan publik

Kuartal 3 & 4 – 2019
-          Market wide test
-          Promosi BIRU ke industri dan publik

2020
-          Go-live dengan produk Disaster Cash Assistance (DCA) gempa bumi
-          Memula langkah pengembangan pada produk-produk lain
-          Pengembangan platform secara berkelanjutan
-          Promosi dan edukasi publik
-           
2021 - 2024
-          Go-live dengan berbagai produk selain Disaster Cash Assistance (DCA) gempa bumi
-          Pengembangan dan perbaikan produk-produk secara terus menerus
-          Pengembangan platform secara berkelanjutan
-          Promosi dan edukasi publik





Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: