Antara Jakarta dan Kuala Lumpur

Tentang Penulis:

Pada awal tahun 80an ada lagu yang sangat terkenal yang diciptakan oleh Oddie Agam dan dipopulerkan oleh Sheila Madjid penyanyi asal Malaysia. Lagunya berjudul antara Anyer dan Jakarta. Hampir di setiap stasiun radio lagu tersebut menjadi lagi pilihan terbaik dari pendengar. Lagu itu merupakan bukti kolaborasi sukses antara artis Indonesia dan Malaysia. 

Kali ini saya ingin melihat sisi lain kesamaan antara Indonesia dan Malaysia, saya ingin membandingkan antara kota Jakarta dan Kuala Lumpur (KL). Dua kota (ibu pejabat) negeri Melayu yang menjadi pusat bisnis dan pemerintahan di kawasan Asia Tenggara. 
Petronas Tower


Jl. Thamrin, Jakarta

Jakarta adalah kota yang dihuni oleh 10 juta penduduk aslinya dan menjadi sekitar 20 juta di siang hari karena dijambangi oleh penduduk wilayah sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Dari tahun ke tahun Jakarta terus membangun dan setiap tahun terus menjadi lebih baik. Saya pertama kali menjejakkan kaki di kota ini pada May 1983, 27 tahun lalu. Jakarta dulu sangat berbeda. Jakarta bak sebuah a kampung besar dan ternyata pendapat seperti itu yang diberikan oleh rekan saya Sonny Cheah orang Malaysia ketika bertama kali datang ke Jakarta awal tahun 90an. 
Jalannya banyak berlobang, kotor, becek, semerawut, angkutan umumnya sangat kuno. Polusinya sangat berat, udara berwarna kuning kecoklatan akibat asap yang menyembur dari kenalpot bis dan truk yang berkeliaran di dalam kota. Kemacetan apa lagi, hampir di sepanjang jalan penuh sesak dengan kendaraan yang saling berebutan susul-menyusul. Penyebabnya bukan hanya karena kendaraan terlalu banyak, tapi karena pengaturan lalu-lintas yang berantakan. Selain itu jalan raya yang masih sangat terbatas, belum ada jalan tol dalam kota, truk dan kendaraan luar kota merayap di tengah kota.

Kota KL arah Timur dari KL Tower

Saat ini Kuala Lumpur di huni oleh sekitar 1,7 jiwa penduduk.
Pertama saya kali saya ke Kuala Lumpur pada tahun 1993 sepuluh tahun setelah saya sampai di Jakarta. Saya turun di Bandara international Subang. Kondisinya waktu itu hampir sama dengan kondisi bandara Juanda di Surabaya atau Polonia di Medan. Demikian juga dengan fasilitas taxinya. Tak beda dengan yang ada di bandara lain di Indonesia .Di luar banyak taksi dan termasuk taksi gelap yang menawarkan jasanya. Taksi mewah yang ada pada saat itu adalah Toyoto Crown tahun 80an. Cara mendapatkan taksinya dengan tawar-menawar dan saling rebutan antara pengemudi taksi.

Tugu Selamat Datang, Jakarta

Kondisi Kuala Lumpur saat itu menurut saya sama seperti kota Bandung, bedanya  di KL ada gedung-gedung tinggi di sekitar komplek UMNO, Jl. Tun Razak, Jl. Ampang atau di sekitar Merdeka Square. Selain itu hanya gedung-gedung biasa yang tidak begitu megah.
Namun demikian saya sudah melihat banyak kelebihan tata kotanya, jalan-jalan sudah banyak yang menggunakan flyover, under pass dan sarana lain.

Jl. Raya di dekat Bukit Bintang KL

Tahun 2002 saya kembali ke KL dan kota ini sudah sangat berbeda. Saya turun di bandara baru di Sepang Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Bandara yang sangat canggih, jauh lebih canggih dari Cangi Airport di Singapura. Sebelumnya saya sudah mendarat di berbagai bandara interneational seperti di Sydney Australia, King Abdul Aziz dan Changi. Tapi KLIA benar-benar sangat bagus. Begitu keluar dari pesawat langsung kita naik ke kereta api listrik ke terminal dan langsung ke ruangan imigrasi yang terdiri dari beberapa lantai. Konstruksinya terdiri dari baja putih dan terlihat sangat kokoh serta desainya juga sangat futuristik. Bangunan terminal terdiri dari 6 lantai dan setiap lantai menjadi tempat parkir alias letak kereta. Dari KLIA  terdapat jalur kereta api menuju kota Kuala Lumpur dan bisa pula di lanjutkan ke kota-kota lain. Jarak antara KL City ke KLIA mungkin sekitar 50 km, kalau naik kendaraan pribadi diperlukan waktu sekitar 1 jam . Jalannya sangat bagus dan tidak ada gelombang sama sekali. Demikian juga dengan struktur jalannya sangat nyaman. Kita saya menelusuri jalan (lebuh raya) sepanjang KLIA menuju KLCC (Kuala Lumpur City Center) saya benar-benar menikmati perjalanan itu serasa duduk di dalam pesawat  terbang saking nyamannya. Saya tidak tahu apakah mungkin karena saya dijemput naik mobil Mercedes? hm..hm..
Pada tahun 2002 itu menara kembar Petronas sudah berdiri megah, menjadi pembeda utama KL. Jauh sebelum keluar dari jalan tol gedung itu sudah terlihat gagah menyambut. Selain itu banyak pula gedung-gedung baru yang bediri di sekitar jalan Ampang.

Memasuki kawasan KLCC tempat gedung Petronas berdiri serasa berada di sebuah kawasan moderen. Di bawah menara kembar itu terdapat pusat pembelanjaan, mall, perkantoran lain. Ada taman yang begitu luas lengkap dengan kolam dengan air mancur yang menari-nari di malam hari. Di pinggir gedung yang menghadap ke kolam banyak orang khususnya anak muda duduk-duduk bercanda sambil diawasi oleh polisi sosial. Sekitar 250 meter dari gadung petronas ada mesjid As-Syakirin yang sangat megah. Saya tinggal di hotel Mandarin Oriental yang berada di dalam kawasan KLCC, hampir setiap waktu sholat saya pergi ke mesjid itu.

Gedung BI dan Lapanga Monas

Pada tahun 2000an Jakarta,  baru bangkit setelah melewati masa-masa sulit akibat krisis moneter serta krisis politik pasca tumbangnya rezim orde lama. Banyak "bangkai" gedung setengah jadi bertebaran di dalam kota. Sementera taman-taman dan lampu-lampu jalan banyak yang rusak akibat tindakan para pendemo yang hampir setiap hari menyambangi Jakarta. Praktis belum ada gedung baru yang selesai. Sebenarnya di Jakarta juga ada mega proyek seperti KLCC walau tidak ada gedung pencakar langitnya tapi konsepnya mirip . Kawasan itu yaitu Kawasan CBD Senayan atau sering dikenal dengan nama Gedung Bursa Efek Jakarta atau BEJ. Dimana ada jalan di bawah tanah antara semua gedung yang ada di dalam kawasan itu. Tapi tidak ada taman dan sarana umum seperti di KLCC. Pada tahun 2002 proyek ini juga terbengkalai dan baru sekarang ini di lanjutkan.

Taman Halaman Petronas Tower

May 2010 kemarin saya kembali mendatangi ibu pejabat negara Malaysia itu. Ia semakin gagah, ancak dan sangat seronok. Prasana yang tahun 2002 sudah ada semakin bertambah banyak. KLIA terasa begitu ramai dan terlihat sekali ia berkelas internasional. Begitu banyak orang hilir-mudik dengan wajah antar bangsa hampir mewakili wajah seluruh penduduk dunia. Menuju pusat kota KL pun mata saya semakin terbelalak melihat begitu banyaknya gedung-gedung pencakar langit baru. Teryata Petronas Tawer telah menghilhami lahirnya gedung-gedung megah di KL. Banyak pusat tertokoan baru, tengoklah di daerah Bukit Bintang disana tedapat begitu banyak hotel-hotel, restoran serta pusat perbelanjaan ternama. Lihat pula keramaian di bagian lain, seperti di Sungei Way dengan kawasan Sunway yang terkenal dengan pengunjung dari Timur Tengahnya.

Sarana transportasi juga sangat mengagumkan, semua sarana sudah ada, monorel, kereta api dalam kota (Kereta Tanah Melayu), jalan-jalan besar dan teratur serta bus-bus mewah.
Di KL kita diperlihatkan kepada wajah-wajah dunia. Di tempat umum anda akan melihat wajah-wajah orang Asia selatan seperti India, Pakistan, Buthan, Bangladesh. Setelah itu anda akan bertemu dengan wajah dari Asia Barat dan Afrika. Orang Arab dengan jenggot lebat dan jubah serta orang Afrika Utara dengan jubah putih. Banyak pula orang Afrika dengan berbagai tingkat "kehitamannya". Banyak pula wajah bule yang berasal dari berbagai negeri di Eropah mulai dari barat sampai ke timur. Jangan di tanya dengan wajah Asia timur dengan ciri khas kulit kuning dan mata sipit. Mereka berasal dari daratan China, Taiwan, Jepang dan Korea. Bagaimana dengan wajah Melayu? Yah, mereka  berbaur dengan bangsa lain. Ada rasa yang sangat membanggakan ketika saya melihat saudara Melayu sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
Dari perut gedung pencangkar langit Petronas sering saya melihat ke luar wanita Melayu nan rancak mengendari mobil alias kereta bagus seperti Mercedes, BMW, Lexus dan merek terkenal lainnya. Dengan baju kurung, kebaya dan selendang menutupi kepalanya.. hm...

KLIA

Bagaimana dengan Jakarta? Okelah, memang KL sudah menjelma menjadi kota moderen. Jakarta sudah mulai pula menggeliat ke arah sana tapi harus diakui masih terlalu banyak yang harus diselesaikan. Hanya beberapa kawasan saja di bandar Jakarta yang bisa disamakan kwalitasnya dengan KL. Kawasan Jl. Thamrin, Monas, Istana Negara, Menteng, Kuningan dan Setiabudi di wilayah Jakarta Pusat. Sementara di Selatan hanya kawasan Senayan, Keayoran Baru, sebagian permata Hijau, Pondok Indah dan Cipete.Di wilayah timur seperti di kawasan Kelapa Gading saja, di barat? ah dimana yah, mungkin kawasan Tanjung Duren dan Slipi saja. Jika saja pemerintah DKI Jakarta bisa mempercepat membangun kawasan ini secara terintegrasi dan disatukan dengan sarana transportasi umum yang baik dan lengkap saya yakin Jakarta juga akan menjadi kota moderen yang menyenangkan semua warga dan pengunjung.

Informasi ini dipersembahkan oleh:

lngrisk.co.id

Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: