Potensi Indonesia untuk
menjadi negara yang paling sukses di bidang pertanian sangat besar. Wilayahnya
yang luas, iklim dua musim, tanahnya subur, sarana dan teknologi pertanian
sudah tersedia.
Salah satu tantangannya
adalah masalah pembiayaan. Minat perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya untuk
menyalurkan kredit ke sektor pertaninan masih rendah, hanya sekitar 7,5%
jauh di bawah industri lain.
Indonesia perlu untuk
segera memajukan industri pertanian untuk konsumsi sendiri, menekan import,
menjadi exporter dan untuk menghadapi krisis pangan dunia yang diperkirakan
akan terjadi dalam beberapa tahun mendatang.
Yang membuat
perbankan enggan untuk membiaya industri pertanian adalah faktor resiko. Jika dibandingkan dengan
industri lain, resiko di industri pertanian memang lebih tinggi. Tingkat
pengembalian pinjaman bank masih rendah. Jika faktor resiko ini bisa dicarikan
solusinya, seharunya masalah pembiayaan untuk industri pertanian sudah selesai.
Crop Shortfall Cover (SCS)
adalah salah satu solusinya. SCS mengganti kehilangan pendapatan yang
diharapkan akibat dari terjadinya beberapa kondisi yang tidak normal. Antara
lain kemarau yang terlalu panjang, curah hujan yang terlalu tinggi, perubahan
suhu diatas normal, angin badai, penyakit dan lain-lain.
SCS akan mengganti
kerugian yang diderita oleh pengusaha akibat tidak tercapainya hasil usaha. Seolah-olah pengusaha tetap mendapatkan hasil
yang diharapkan walupun usahanya tidak berjalan dengan baik akibat dari
resiko-resiko tersebut diatas. Dengan demikian ada jaminan untuk bank dan
lembaga pembiayaan bahwa dana investasi mereka akan kembali.
Di Indonesia konsep SCS
ini masih relatif baru tapi di negara-negara lain sudah lama diterapkan dan
sudah memberikan bukti.
Cara kerja SCS
berdasarkan data dan statistik atau index. Sebelum jaminan asuransi dimulai
data-data mengenai curah hujan, tingkat kemarau, suhu dan lain-lain untuk
lokasi lahan selama beberapa tahun terakhir ini. Data bersumber dari lembaga
resmi seperti BMKG (Badan Matereologi Klimatologi dan Geofisika) atau lembaga lain
yang sudah diakui. Selain itu pengusaha juga memberikan data-data hasil
produksi selama beberapa tahun sebelumnya. Jumlah produksi rata-rata perhektar,
biaya produksi dan lain-lain. Data-data ini dijadikan sebagai pembanding
(benchmark).
Jika hasil yang
didapatkan lebih rendah dari benchmark maka klaim sudah dapat diajukan dengan menggunakan
persentasi tingkat penurunan dikalikan dengan pendapatan yang sudah ditentukan.
Secara umum berikut ini
adalah manfaat yang akan didapatkan oleh pengusaha dengan memanfaatkan SCS:
· SCS menjamin berbagai macam resiko
antara lain, kekeringan, tingkat curah hujan di atas normal, hama, kebakaran
dan lain-lain sejak dari penamanan sampai panen.
· Proses penjamin sederhana dimana
perusahaan hanya dengan mengiriman data-data lahan, jenis tanaman, lokasi,
luas, produksi perhektar dan lain-lain.
Penyelesaian klaim sederhana hanya
dengan membandikan data-data yang ada dengan tingkat penurunan produksi. Tidak
diperlukan loss adjuster
· Pembayaran dari asuransi berdasarkan
nilai yang sudah disetujui.
Contoh kasus 1
Sebuah perusahaan gula
terbesar di Eropa Timur membeli asuransi SCS. Tahun 2010 mereka
menaman tebu seluas 37,5 ha di 25 kecamatan. Tingkat produksi yang diharapkan
adalah 40 ton/ha. Harga yang diharapkan USD 40/ton. Perusahaan mengharapkan hasil
panen sebesar USD 60 juta.
Selama masa tanam, seluruh Eropa
Timur mengalami kemarau sangat panjang yang menyebabkan penuruan produksi pertanian dalam jumlah sangat
besar. Demikian juga dengan perusahaan ini, mereka mengalami penurunan
pendapatan jauh di bahwa proyeksi.
Setelah data-data dan statistik
mengenai kondisi iklim di lokasi pertanian di keluarkan oleh BMKG setempat
perusahaan asuransi mencocokannya dengan data-data aktual. Hasilnya,
menurut data hasil panen musim itu rata-rata hanya 16mt/ha, 50% dari hasil
rata-rata 5 tahun sebelumnya yaitu 32 mt/ha. Setelah dihitung maka jumlah
penurunan pendapatan dari yang diharapkan maka didapat angka USD 30 juta.
Karena di dalam
perjanjian perusahaan bersedia mengambil resiko sendiri sebesar USD 6 jt, maka
nilai klaim yang dibayar oleh perusahaan asuransi USD 24 jt.
Contoh kasus 2
Sebuah bank di Eropa Barat
mengambil jaminan SCS untuk mengamankan laporan keuangannya akibat penuruhan
pendapatan akibat penuruhan hasil pertanian.
Salah satu klien
meminta pembiayaan untuk lahan penanaman jagung seluas seluas 25,000 ha yang
akan ditananam di 10 kecamatan. Dengan target hasil panen 8 ton/ha dengan harga
USD 200/ha.Nasabah mengharakan akan mendapatkan hasil produksi USD 40 juta.
Diluar perkiraan
terjadi kemarau panjang yang menyebabkan penurunan produksi jauh di bawah dari yang
diharapkan. Karena bank sudah membeli jaminan SCS untuk melindungi nasabah
akibat dari resiko ini, mereka mengajukan klaim.
Setelah mendapatkan
data-data dan statistik dari lembaga resmi, perusahaan asuransi menghitung nilai
kerugian yang terjadi. Produksi per ha turun menjadi 4,2 tn/ha atau 30% kurang
dari rata-rata lima tahun terakhir. Setelah dihitung penuruan pendapatan
pengusaha sebesar USD 12 juta. Tapi bank sudah sepakat bahwa resiko sendiri
yang diambil oleh bank adalah USD 4 jt maka maka besarnya pembayaran klaim
kepada bank sebesar USD 8juta.
Perusahaan asuransi
Indonesia masih sedikit yang menguasai dan memasarkan SCS. Jaminan ini hanya
bisa didapatkan dengan mengatur reasuransi ke luar negeri. Perusahaan kami L&G siap membantu karena sudah mengikat kerjasama dengan salah satu perusahaan
reinsurance broker internatioanal. Jika anda tertarik dan memerlukan informasi
lebih lanjut silakan menghubungi saya Taufik Arifin 081586662730.
0 comments:
Post a Comment