Di dalam budaya Minangkabau,
wanita mempunyai tempat istimewa. Mereka tidak hanya
sekedar menjadi ibu bagi anak-anaknya, isteri bagi suami tapi jauh lebih dari
itu, wanita adalah pemimpin kaum. Mesti memang tidak diberi gelar kehormatan sebagai
penghulu kampung atau bendahara dan posisi penting lainnya di dalam tatanan
masyarakat Minang, namun kaum wanita mempunyai kekuasaan yang melebihi dari para
penghulu sebagai pemimpin politis. Mereka mendapat gelar kehormatan sebagai Bundo Kanduang. Wanita mempunyai kekuasaan yang tidak
terbatas di dalam pengusahaan harta kaumnya. Pria tidak bisa berbuat apa-apa
sepanjang kaum wanitanya masih ada. Para pria tidak bisa memanen hasil sawah
dan tanaman harta milik kaummnya sepanjang wanita tidak mengizinkan. Semakin
luas dan banyak harta yang dimilikinya semakin tinggi kekuasaan sang Bundo.
Kadang karena kekuasaannya atas tanah yang begitu dominan, para pria sering hanya sebagai
pekerja saja. Baik pria dari kaumnya sendiri (mamak dan kemenakan) apalagi
suami.
Mesti jaman sudah berganti dan pola kehidupan sudah banyak berubah
akan tetapi di beberapa daerah tertentu budaya seperti ini masih berlaku.
Inilah salah satu penyebab perginya pria Minang berbondong-bondong pergi merantau jauh ke negeri
orang. Mencari jalan kehidupannya sendiri agar mempunyai penghasilan sendiri. Meski berat, tapi masih lebih baik
dari pada tetap tinggal di kampung yang hanya menjadi
pemimpin simbolis saja.
Semangat kepemimpinan Bundo
Kanduang ini ternyata tidak hanya mereka terapkan di dalam kehidupan di Ranah
Minang saja. Wanita minang yang hidup di rantau juga tetap mewarisi
semangat ini. Mereka mempunyai peranan besar di dalam membangun
asset keluarganya. Mendorong suami mencapai karir yang terbaik, mengurus harta keluarga, membesarkan anak-anak. Mereka tidak hanya sekedar menjadi ibu
rumah tangga biasa yang hanya
merawat suami, anak dan rumah tangga.
Minggu lalu saya bertemu dengan
seorang teman. Dia menceritakan tentang salah seorang sahabat kami seorang wanita yang sukses
membina karir suami dan mendukung kehidupan keluarganya. Suaminya sekarang sudah pensiun dari kedinasan. Pada saat suami masih aktif, dialah yang membantu
agar karir suaminya terus menanjak sampai ke puncak dan alhamdulillah ia
berhasil. Bahkan menurut ukuran normal, suaminya meskinya tidak bisa mencapai
posisi itu karena ia tidak berada pada jalur itu. Tapi karena sang isteri gigih
berusaha membantu dengan menghubungi para petinggi, ia berhasil. Kini setelah
sang suami pensiun, sang isteri yang melanjutkan hubungan yang ada untuk
membangun karirnya sendiri.
Saya sering sekali bertemu dengan
rekan-rekan bisnis yang isterinya adalah orang Minang walau mereka bukan orang
Minang. Pernah dalam satu kali main golf saya mempunyai teman baru dua orang yang
isteri-isteri mereka adalah Bundo Kanduang. Mereka berdua orang-orang sukses. Mereka
secara tidak langsung mengakui bahwa isteri mereka sangat berperan di dalam
peningkatan karir mereka.
Secara nasional peranan Bunda
Kanduang juga banyak terlihat. Misalnya isteri Tukul Arwana salah seorang tokoh komedian
dan artis terkenal di Indonesia isterinya adalah wanita Minang yang berasal
dari Solok. Beberapa menteri dan pemimpin negeri ini banyak yang isterinya adalah wanita Minang. Wakil
presiden Indonesia pertama adalah bung Hatta putera Minang. Tapi setelah itu
ada dua wakil presiden yang juga berasal dari Minang. Anda pasti protes, kan hanya
satu wapres yang berasal dari Minang! Itu benar, tapi Adam Malik wapres pada
tahun 80 isterinya ibu Nelly Adam Malik orang Minang. Kemudian isteri Jusuf Kalla yang jadi wapres dua kali
ibu Mufidah adalah juga orang Minang, bukan? Bukankah adalah istilah “di balik
seorang pria yang sukses pasti ada seorang wanita yang hebat”. Memang yang
menjadi wapres adalah para suami mereka, tapi sebenarnya itu terjadi berkat dukungan para Bundo Kanduang yang luar biasa itu.
Mungkin topik ini sepertinya
subjektif, tapi penomena ini banyak kita temui di dalam masyarakat terutama di
Jakarta. Bahwa wanita Minang banyak yang menjadi pendamping dari orang-orang
sukses. Salah satu penyebabnya karena
semangat Bundo Kanduang itu. Mereka mewarisi sifat kepemimpinan atas harta
keluarganya. Mereka tidak hanya tinggal diam di rumah. Mereka aktif berusaha
mendukung karir suami. Hal lain yang mungkin menjadi penyebabnya karena secara alamiah Wanita Minang itu “kamek-kamek”...
he he he...
0 comments:
Post a Comment