Assalamualaikum dunsanak rang Minang dimana saja berada.
Mohon maaf judul di atas sepertinya menyamaratan sikap dan keimanan saudara kita rang Minang tercinta. Ada beberapa kejadian belakangan ini yang membuat saya gusar mengenai cara dan sikap beberapa orang saudara/teman/dunsanak sesama awak urang Minang.
Beberapa hari yang lalu seorang saudara sepupu secara mendadak dan tampa diduga minta izin pindah dari Jakarta ke luar Jawa. Dengan alasan yang menurut saya tidak masuk akal. Kepada saya dia mengatakan bahwa dia mengambil keputusan itu karena dia sudah lebih dari 8 tahun hidup berpisah dengan kakak dan adiknya dan sekaligus ingin membantu pendidikan adiknya. Sementara dia sedang mempunyai usaha yang lumayan bagus dan menjanjikan di sini. Usianya masih relatif muda 24 tahun. 2 pekan lalu dia minta izin saya untuk menggunakan kartu keluarga kami untuk mengurus kredit sepeda motor untuk kemajuan usahanya. Sebagai adik dan sepupu yang menjadi binaan kami saya sangat bangga dengan keberhasilanya itu. Saya puji dan sekaligus menasehati dia agar memanfaatkan sepeda motor itu untuk kemajuan karirnya.
Saya sangat terheran-heran ketika dia datang minta izin untuk pulang pindah ke Pekanbaru!.
Kemarin isteri saya memberitahu bahwa alasan utama dia untuk pindah karena ada nasehat dari orang "pintar" di tempat dia tinggal yang juga orang Minang yang mengatakan bahwa "nasib baik dia ada di tempat lain" bukan disini. Dia percaya sekali dengan nasehat itu karena orang itu mengatakan bahwa dulu dia menasehati seorang rekan untuk tidak pergi berhaji dulu tapi orang itu tetap pergi dan akhirnya meninggal di Mekkah. Bukankan meninggal di Mekkah itu pertanda meninggal yang baik bukan?
Bukankah Allah adalah yang sebaik-baiknya pemberi rezeki dan hanya kepada Allah kita minta tolong dan Allah maha tahu apa yang terbaik untuk kita.
Pengalaman berikutnya baru saja malam kemarin diceritakan oleh adik sepupu saya yang lain. Kemarin dia sedang menunggu-nunggu kelahiran anak pertamanya dan ibu mertuanya datang dari Bukittinggi. Pada saat ibunya datang anaknya belum lahir. Rupanya sang ibu sudah mempersiapkan "alat bantu" untuk mempercepat kelahiran cucunya. Dia membawa beberapa ekor belut hidup dan tengah malam dianyalakan kompor dan digorengnya belut hidup-hidup! Lalu dimintanya sang anak untuk memakan tapi karena sanga anak adalah wanita yang beriman dan sholehah dia berkelit dan tidak jadi memakan belut mentah dan tidak dibersihkan isi perutnya itu. Alangkah zalimnya sang ibu itu, bagaimana menderitanya sang belut digoreng hidup-hidup! Bukankan Allah SWT melarang manusia berbuat zalim terhadapa hewan. Seharusnya belut itu dipotong dulu dengan pisau sampai nyawanya hilang barulah digoreng.
Hal lain yang sangat kontras adalah, bukankan mempercayai bahwa memakan belut hidup itu adalah pekerjaan syirik dan syetan yang paling dibenci oleh Allah! Bukankah Allah adalah sebaik-baik penolong melalui bidan, dokter dan peralatan rumah sakit lainnya.
Dalam hal lain, masih banyak yang mengutamakan pakem adat untuk menyambung silatarahmi. Seseorang harus memenuhi pesyaratan adat terlebih dahulu sebelum silaturahmi bisa dijalankan. Pada hal menurut Allah seseorang harus memperbanyak silaturahmi agar panjang umur dan mudah rezeki. Kalau silaturahmi dipersulit lalu kapan kita bisa memperbanyak silaturahmi?
Semoga Allah membukan hati-hati mereka yang telah ditutupi oleh syetan yang telah memperdaya mereka dengan kemusyrikan itu. Amin ya robbbal alamin.
0 comments:
Post a Comment