Bagaimana sikap kita ketika menghadapi kenyataan yang terjadi tidak seperti yang diharapkan?


Itulah judul dari ceramah bulanan kami bersama ustad Salman di pengajian bulanan Musola Al Istiqomah Karya Indah Village II pagi ini tanggal 10 May 2009. Ustad Salman adalah seorang S2 lulusan IAIN Jakarta. Beliau menggantikan ustad Abu Luay LC guru rutin kami yang pagi ini tidak bisa hadir karena sakit.

Sungguh sangat menarik kajian yang disampaikan oleh ustad Salman. Di dalam kehidupuan kita sering sekali kita menghadapi kenyataan bahwa apa yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan. Tidak seindah yang kita fikir, tidak sebanyak yang kita perhitungankan atau tidak sebaik yang kita harapkan.
Orang tua selalu mempunyai pengharapan agar anak-anak mereka menjadi anak yang baik soleh. Bagus prestasi belajarnya, bagus pula tingkah lakunya serta baik hubungan dengan kerabat dan keluarga. Akan tetapi sering sekali kita menemukan bahwa banyak anak-anak yang tidak berprestasi bahkan sering terlihat perperilaku buruk, ugal-ugalan. Bahkan sikapnya sangat bertentangan dengan keingan orang tuanya. Orang tuanya soleh dan giat beribadah di lain pihak anaknya terlibat kegiatan maksiat.
Suami mengharapkan mempunyai seorang isteri yang solehah yang tunduk dan melayani suami. Tapi kenyataan sang isteri tidak bisa memenuhi keinginan suami. Mereka berlaku tidak amanah dan menyebabkan kesulitan bagi suaminya. Ada pula isteri yang berpendapat “ada uang abang disayang, tak ada uang abang di tendang”
Ada pula isteri yang kecewa dengan suaminya. Isteri berharap suami menjadi sandaran hidup dan melindungi keluarga tapi kenyataannya suami sibuk mengurus dirinya sendiri dan tidak begitu peduli dengan nasib keluarganya.
Kalau dibuka dan teliti akan semakin banyak saja kejadian-kejadian yang membuktikan bahwa apa yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan.

Lalu, bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim kalau mengahadapi hal seperti ini. Menurut ustad Salman ada dua hal yang bisa kita lakukan.

Introspeksi dan evaluasi
Kejadian yang terjadi itu adalah sebuah proses yang bisa dianalisa dan dipelajari penyebabnya kenapa hal itu bisa terjadi. Seorang dokter tidak bisa ujug-ujug saja menjadi seorang dokter, dia harus melalui proses kuliah, belajar, praktek dan ujian sebelum dia bisa menjadi dokter. Masalah juga demikian, pasti ada proses sebab-akibat yang menyebabkan masalah itu timbul. Dari proses tersebut akan ditemukan penyebab dari masalah itu sehingga mengakibatkan masalah itu terjadi. Seorang muslim yang baik diharus bisa melakukan evaluasi atau yang sebut dengan bermuasabah atas segala perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam Al-Quran surat Al Ashar Allah berfirman yang artinya “ hai orang-orang yang beriman, bertakawalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatian apa yang akan diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ironisnya banyak sekali umat Islam yang tidak melakukan instrospeksi diri justru orang non muslim yang banyak yang melakukannya. Seorang psikolog dari Amerika D Carnegie mengatakan bahwa setiap akhir munggu dia senantiasa merenung dan mencatat setiap kesalahan dan amal baik yang telah dilakukannya dan merencanakan perbaikannya.

Menyadari bahwa yang terjadi adalah atas kehendak Allah
Tidak ada satu peristiwapun yang terjadi pada diri seseorang tanpa se Izin Allah. Bahkan selembar daun kering yang jatuh dari dahanpun itu adalah seizin Allah. Seorang muslim harus mempunyai keyakinan seperti itu agar dia tidak hanyut dengan kekecewaan yang parah. Sayang sekali kita sering mendengar dan melihat banyak orang yang tidak memahami kehendak Allah. Mereka berputus asa, melakukan tindakan bertentangan dengan moral agama bahkan tak jarang pula mereka bunuh diri. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana reaksi dari para caleg yang gagal karena tidak terpilih menjadi anggota legislatif padahal mereka sudah berusaha dengan tenaga dan dana yang tidak sedikit. Mereka tidak bisa menerima kenyataan itu sebagai kehendak Allah.
Untuk memudahkan memahami kehendak Allah ustad Salman memberikan contoh. Ketika seseorang menyetop sebuah angkot untuk berangkat tapi angkot itu tidak berhenti, orang itu kecewa dan marah. Lalu angkot berikutnya berhenti dan dia akhirnya naik angkot kedua itu. Beberapa kilometer setelah dia berangkat dia melihat angkot yang tidak mau menaikkannya tadi terguling dan penumpangnya luka-luka dan patah! Pada saat itu dia bersyukur bahwa dia tidak menaiki angkot itu. Allah mempunyai rencananya yang terbaik untuk kita jadi belum tentu musibah atau kejadian yang yang tidak enak yang terjadi itu barart buruk buat kita, itu bukti tanda sayangnya Allah kepada kita.

Sayangnya untuk bisa memahami kehendak Allah dengan penuh sabar dan keikhlasan itu tidak bisa tiba dengan sekonyong-konyong. Dia harus senantiasa dilatih dengan terus-terus menerus mempedalam ilmu agama dengan sering membaca dan mentadaburi Alquran, menghadiri pengajian, membaca buku-buku agama, berdialog dengan ulama.
Kesabaran dan keikhlasan harus senantiasa diasuh dan diasah sebelum musibah besar itu datang.

Semoga kajian ini bermanfaat bagi kita semua karena semakin hari kita akan semakin banyak menghadapi kenyataan bahwa yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan. Kita berharap ekonomi negara kita akan semakin hari semakin maju, tapi kenyataanya justru sebaliknya. Akibat krisis global kita sedang menghadapi kesulitan ekonomi. Mencari kerja sulit, membuka usaha juga sulit sementara kebutuhan hidup semakin meningkat. Kita berharap adanya keharmonisan dan kedamaian di dalam keluarga tapi kenyataan perbedaan pendapat bahkan pertengkaran tak pernah pergi dari keluarga. Kita berharap bisnis kita bergerak naik, tapi kenyataannya semakin menurun.

KIV 2 10 May 2009

Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: