Sebagai negara yang terletak di dalam jalur rantai api atau Ring of Fire, Indonesia sangat rawan terhadap terjadinya musibah gempa bumi dan letusan gunung berapi. Ratusan kali guncangan gempa terjadi setiap tahun, skalanya mulai dari 4 sampai dengan 7,5 skala richter. Mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Ribuan rumah dan bangunan hancur, sarana infrastruktur rusak, ratusan bahkan ribuan jiwa melayang.
Selain mendatangkan
kesulitan kepada para korban, musibah ini juga menimbulkan kerugian bagi
lembaga keuangan yang memberikan pinjaman dan pembiayaan kepada para korban
Berdasarkan pengalaman
gempa besar yang terjadi di Indonesia selama 25 tahun terakhir, mulai dari
gempa dan tsunami besar di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, gempa di Padang, di
Lombok dan terakhir di Palu, dimana telah menimbulkan kerugian yang sangat
besar bagi lembaga keuangan akibatnya pemerintah terpaksa membuat peraturan
khusus untuk penangannya.
Sebagai solusi dari
resiko yang dihadapi oleh lembaga dan perusahaan pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 45/POJK/03/2017 yang berisi
ketentuan tentang program reststrukturisasi pembiayaan khusus kepada debitur
setelah terjadinya gempa.
Bentuk restrukturisasi
pembiayaan dijelaskan di dalam pasal 7 sebagai
berikut:
1 Bank
dapat memberikan kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang
diberikan setelah terjadinya bencana alam bagi debitur yang terkena
dampak bencana alam di daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam.
2
Penetapan kualitas kredit atau
pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang diberikan setelah terjadinya
bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah
dengan kualitas kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain
sebelumnya.
Apakah ada solusi
asuransi untuk restrukturisasi keuangan setelah bencana alam?
1 1. Polis Jaminan Asuransi Gempa bumi
(EQVE)
Resiko bencana alam
termasuk resiko akibat gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami atas
bangunan dan harta benda dapat dijamin oleh asuransi khusus yang dikenal dengan
Earthquake, Volcanic Eruption and Tsunami (QVE). Jaminan asuransi ini
memberikan ganti rugi atas kerusakan dan kehilangan harta benda akibat
terjadinya musibah gempa bumi.
Jaminan yang diberikan
oleh asuransi gempabumi adalah untuk mengembalikan kondisi bangunan kepada
kondisi semula seperti sebelum terjadinya bencana. Namun jaminan asuransi ini
belum dapat memberikan solusi maksimal kepada korban. Berikut ini beberapa
kekurangannya:
1. realisasi
penggantian sangat lama karena harus melalui proses loss adjustment, rata-rata memakan
waktu antara 6 bulan sampai dengan 1 tahun
2. Adanya
resiko sendiri (deductible) besarnya 2,5% dari nilai bangunan
3. Adanya
pengurangan ganti rugi adjustment atau perhitungan lain karena faktor under
insurance dan lain-lain
4. Ada
kemungkinan asuransi menolak ganti rugi dengan alasan tertentu
Untuk mengatasi
kebutuhan dana tunai cepat setelah terjadinya gempa, dapat dijamin melalui
Disaster Cash Assistant (DCA) program asuransi khusus yang menyediakan
dana dalam waktu singkat agar mereka dapat
menyelamatkan diri dan keluarganya. Biaya pengobatan, dana transportasi, sewa
rumah dan biaya hidup selama berada dipengungsian atau sampai kondisi ekonomi pulih
kembali. Jika berlebih dana ini juga bisa digunakan untuk melunasi kewajiban mereka
kepada bank dan pembiayaan lain.
DCA dapat membantu
mengurangi dana yang harus dikucurkan oleh bank dan lembaga keuangan kepada nasabahnya sesuai dengan
ketentuan 45/POJK/03/2017.
DCA merupakan program
asuransi baru. Dirancang oleh BIRU sebuah platform startup yang
digagas oleh para ahli asuransi Indonesia bekerjasama dengan ahli Informasi
Teknologi. DCA dikembangkan dengan menggunakan pendekatan Parametric Insurance, yaitu
penjaminan resiko dan penggantian klaim berdasarkan parameter atau ukuran yang
ditetapkan oleh lembaga internasional yang kredibel. Misalnya untuk resiko gempa,
menggunakan data resmi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofiska (BMKG),
USGE, GPS dan lain-lainnya.
BIRU sudah terdaftar di OJK dan masuk di dalam Regulatory SandBox yang akan dibina selama satu tahun untuk bisa berhasil menjadi startup sukses.
Jika
terjadi gempa di lokasi objek asuransi, yang tercatat oleh lembaga resmi
tersebut diatas, maka BIRU dan perusahaan asuransi akan mengganti saat itu juga tampa harus
menunggu hasil survey dan investigasi dari pihak asuransi.
Besarnya nilai penggantian sesuai dengan ketentuan polis asuransi.
BIRU menggunakan
teknologi Blockchain yang sudah terbukti dapat diandalkan dalam kecepatan,
ketepan dan keamanan data. Teknologi ini akan menjadi andalan dimasa mendatang.
Jaminan DCA didukung
oleh perusahaan asuransi syariah dengan dukungan dari perusahaan reasuransi
internasioal yang sudah sangat berpengalaman di dalam program asuransi
Parametric Insurance.
Dalam mendukung
kesukesan penerapan POJK 54, BIRU dapat dijadikan andalan oleh Pemerintah, lembaga
keuangan yang mempunyai portfolio di wilayah gempat dan bencana alam lainnya.
BIRU dapat menyalurkan dana dengan sangat cepat sehingga resiko keuangan dapat
ditanggulangi segera untuk menyelamatkan debitur. Selanjutnya jika kondisi
sudah membaik, bank dan lembaga pembiayaan dapat menyalurkan dana untuk mengembalikan
kondisi usaha debitur sesuai dengan POJK 45.
DCA juga dapat membantu meringankan
beban pemerintah untuk dana bantuan kemanusian korban bencana alam.
.
0 comments:
Post a Comment