Suasana rapat tahunan
Asosiasi Perusahaan Pilang Asuaransi Re Asuransi Indonesia (APPARINDO) tahun
2017 tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski anggota yang hadir ramai
tapi suasananya terasa kurang hangat. Entah karena pertemuan diadakan pada saat sebagian
besar anggota sedang bergulat untuk mengurus bisnis di tengah pasar asuransi
yang lagi lesu. Atau mungkin karena ada hal-hal lain yang sedang mengusik
fikiran para anggota.
Rapat diadakan di
Gedung Permata Kuningan lt 2, di ruang Maipark Ball Room, di Pusat Pengembangan
SDM AAUI, dihadiri lebih dari 100 orang piminan dan direkur dari perusahaan
pialang asuransi dan reasuransi. Rapat di bagi dalam dua sesi. Sesi pertama
Rapat Tahunan Anggota (RTA) antara jam 8 sampai dengan jam 12.00. Sesi kedua
pembahasan POJK No. 68, No. 30 dan No. 13 tahun 2017 bersama dengan perwakilan
dari OJK.
Ketua umum APPARINDO
Harry Purwanto di dalam kata sambutannya menyampaikan beberapa isu dan
tantangan yang dihadapi oleh APPARINDO saat ini. Berikut pembahasan
lebih lanjut:
Aplikasi
dari POJK 73/POJK.05/2016
Salah satu kewajiban
yang harus dipenuhi oleh anggota APPARINDO di dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) ini adalah perusahaan wajib memiliki minimal dua orang direktur
dan dua orang komisaris sampai akhir tahun. Ketentuan ini sangat memberatkan
karena sekitar 40% anggota belum memenuhi peraturan ini.
Untuk memenuhinya tidak mudah karena calon direktur dan komisaris harus lulus
ujian fit and proper test oleh OJK. Yang lebih memberatkan adalah konsekwensi kenaikan biaya operasional yang signifikan untuk gaji dan benefit direktur dan komisaris baru. Apalagi
bagi perusahaan yang pendapatan masih relatif rendah. Sebenarnya,
ketentuan sebelum dikeluarkannya POJK 73 ini lebih fair bagi anggota karena
hanya diberlakukan bagi perusahaan yang pendapatan sudah diatas 10
milyar rupiah setahun. Saat ini masih banyak anggota yang pendapatannya di
bawah itu. Apalagi persyaratan ini harus dipenuhi disaat kondisi industri
asuransi yang sedang menurun. Menurut laporan dari harian Bisnis Indonesia
tanggal 27 Oktober 2017 pertumbuhan industri asuransi umum tahun ini dari Januari sampai
September hanya sebesar sebesar 1,1%. Tapi industri pialang asuransi mengalami tekanan yang jauh lebih besar lagi. POJK ini juga mensyaratkan agar perusahaan pialang asuransi
memenuhi ketentuan permodalan yang baru.
Dampak
SE No. 6/SEOJK.05/2017 – Tariff premi Asuransi Harta Benda dan Kendaraan
Bermotor
APPARINDO merasakan
dampak langsung dari diberlakukannya peraturan ini. Selain kesulitan untuk
penjelasan kepada tertanggung alasan dari perubahan tariff, anggota juga
tidak bisa berbuat apa-apa ketika tertanggung meminta discount dalam jumlah
yang besar karena menurut SE ini hal itu diberbolehkan. Sementara pialang bekerja dengan biaya untuk memproses dan mengurus nasabah. Kamudian timbul ide adanya engineering fee agar pialang tetap mendapatkan pendapatan yang wajar. Pengurus
akan mengadakan pembahasan lebih intensif dengan AAUI dan OJK untuk mencarikan
solusi.
SE ini juga menjadi
perhatian karena pialang seolah-olah disamakan dengan intermediari asuransi yang
lain, sepertinya hanya melihat dari sisi komisi saja, tapi tidak memperhatikan faktor
kwalifikasi. Pialang asuransi mempunyai
kriteria dan syarat-syarat tinggi yang sudah ditentukan oleh OJK. Ia harus
berbentuk perusahaan, mengikuti seluruh peraturan pemerintah, memiliki modal
sendiri, mempunyai tenaga ahli, ada polis asuransi professional
indemnity, sertifikasi keahlian, diawasi secara ketat OJK dengan mengirimkan
laporan operasional secara berkala dan dikenakan sanksi jika tidak dapat
memenuhi persyaratan. Sementara yang lain tidak
harus memenuhi semua persyaratan itu. Akan tapi mereka mempunyai hak yang sama
bersarnya dalam mendapatkan komisi.
Agen
tapi bertindak sebagai Pialang Asuransi
Sesuai dengan
undang-undang perasuransian No. 40 tahun perbedaan yang paling menonjol antara
agen dan pialang asuransi adalah, agen hanya boleh mewakili satu perusahaan
asuransi saja sementara broker tidak terikat dengan salah satu perusahaan
asuransi karena ia mewakili tertanggung. Tapi saat ini semakin banyak agen
asuransi yang mewakili beberapa perusahaan asuransi layaknya sebuah pialang asuransi,
sementara mereka tidak mengikuti persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi
oleh pialang asuransi. Mereka semakin
menggerogoti pasar pialang asuransi. Pengurus akan terus mengingatkan pihak
otoritas agar dapat melakukan tindakan dan law enforment karena tidak hanya
merugikan industri pialang tapi juga merugikan nasabah.
Fintech
dan Digital Marketing
Aktifitas penjualan
melalui Financial Technologi dan Digital Marketing semakin berkembang pesat. Pengurus
meminta kepada pihak Otoritas agar memberikan petunjuk dan pengarahan atas transaksi
seperti ini karena saat ini sudah banyak bermunculan penjualan produk asuransi
melalui digital marketing tapi belum ada kejelasan tentang statusnya, apakah ia perusahaan
asuransi, agen, pialang dan lain-lain. Hal ini perlu dipastikan agar nasabah
tidak dirugikan.
Pungutan
Iuaran OJK
Anggota merasa
keberatan dengan jumlah pungutan iuran OJK sebesar 1,2% dari pendapatan
operasional (gross brokerage). Apalagi pada saat industri asuransi mengalami
penurunan seperti sekarang ini. Pengurus sudah mengajukan permohonan kepada OJK
untuk ditinjau dan sedang menunggu persetujuan dari Menteri Keuangan RI.
Untuk memenuhi POJK ini
APPARINDO bersama APARI sudah membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi Perasuransian
Indonesia(LSPPI). Saat ini sedang dalam proses pembentukan kepengurusan baru
setelah berakhirnya kepengurusan yang lama beberapa bulan lalu. Diharapkan
pengurus baru dapat segera aktif dengan demikin proses sertifikasi sudah dapat
segera dimulai.
Data
Statistik Perusahaan Pilang Asuransi dan Reasuransi
APPARINDO masih belum
mempunyai data statistik sendiri. Data yang digunakan masih mengandalkan
laporan tahunan OJK yang sudah agak terlambat. Secara umum data-data kegiatan
industri broker asurans perode 2014 – 2015. Sementara untuk periode 2016 data
belum tersedia.
Jenis
|
2014
|
2015
|
Naik/turun
|
Premi Direct
|
22,686,027
|
16,805,892
|
-26%
|
Premi
Reasuransi
|
1,482,489
|
7,954,675
|
437%
|
Komisi Direct
|
2,924,489
|
1,757,690
|
-40%
|
Komisi Re
|
128,315
|
510,517
|
298%
|
Total Premi
|
24,168,517
|
24,760,567
|
2,45%
|
Total Komisi
|
3,052,373
|
2,268,207
|
-25,69%
|
Fakta ini memperlihatkan
bahwa antara 2014-2015 industri pialang asuransi mengalami penurunan pendapatan
komisi sebesar 25%, atau sebesar 784 miliar rupiah. Penurunan terbesar berasal dari
sektor harta benda sekitar 50%. Pada tahun 2014 pialang masih memberikan
kontribusi untuk asuransi harta benda sebesasr 70% namun pada tahun 2015 turun
menjadi hanya 50% saja. Secara keseluruhan terjadi penuruan kontribusi industri pialang
asuransi dari 41% pada tahun 2014 menjadi hanya 37% pada tahun 2015.
Padahal pada periode sebelumnya peranan broker selalu diatas 50%.
Sesuai penjelasan dari
pengurus, saat ini secara intensif masih terus mengadakan komunikasi
dan koordinasi dengan OJK dan pihak terkait lainnya agar semua tantangan yang
memberatkan anggota data diatasi dan dicarikan jalan keluarnya.
Mungkin saat ini adalah periode
terberat dari perjalanan panjang APPARINDO. Pialang yang tugas utamanya mewakili kepentingan nasabah, kini perannya semakin berkurang. Hanya melayani sebagian kecil nasabah. Apakah ini murni keinginan nasabah untuk mengurus asuransinya
sendiri? Ataukah ada yang lain yang lebih qualified dalam memberikan jasa
dan konsultasi sehingga layak mengambil alih peran pialang
asuransi?
Saat ini
masih banyak masyarakat yang mempunyai pemahaman yang keliru tentang peran dan fungsi pialang. Industri
ini masih dianggap sebagai sekedar “tukang kutip” premi saja. Hanya
mencari pendapatan komisi belaka. Oleh karena itu ia boleh saja ditekan, dimintai
komisinya, diadu dengan yang lain atau bahkan diancam akan melakukan
transaski langsung. Sementara di lain pihak pialang diminta untuk senantiasa memenuhi
persyaratan dan ketentuan otoritas.
Meski tantangan saat
ini berat, namun dengan segala kelebihan yang dimilikinya APPARINDO seharusnya
mampu mengatasi agar terus memberikan kontribusi terbesar untuk
kemajuan industri asuransi Indonesia.
0 comments:
Post a Comment