Tekanan untuk membayar
pajak belum pernah sekeras dan semasif sekarang ini. Dan Itu tidak ada salahnya
karena memang sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara. Penetapan
pajak berdasarkan undang-undang yang diputuskan oleh pemerintah bersama dengan
DPR. Cuman, karena kita dulu lebih santai karena tekanan
dari kantor pajak relatif kurang tegas. Bagaimana tidak, banyak wajib pajak yang dulu belum menjadi target, kini
menjadi sasaran petugasa pajak. Para artis, pebisnis online, pemilik kendaraan
dan sudah barang tentu para wajib pajak yang sudah ada. Semua mereka menjadi
target pajak.
Setahun lalu banyak
wajib pajak yang kegirangan karena mendapatkan keringan dengan adanya program Tax Amnesty. Dengan
proses yang relatif mudah dapat menghapus segala “dosa” pajak yang ada
sebelumnya. Tidak sedikit yang berhasil mendapatkan manfaat dari kebijaksanaan
ini, termasuk perusahaan kami L&G.
Pajak merupakan sumber
peneriman negara. Dananya menjadi sumber pembiayaan penyelenggaraan
negara. Membayar hutang luar negeri, membayar gaji pegawai negeri, membiayai proyek-proyek
pemerintah dan lain-lain. Dibandingkan dengan negara lain, tingkat keberhasilan
penerimaan pajak Indonesia memang masih jauh tertinggal. Realisasi penerimaan pajak RI sampai akhir Agustus 2017
baru mencapai 52,5% dari target. Di lain pihak pemerintah mempunyai
pengeluaran yang luar biasa besar untuk pembiayaan proyek infrastruktur yang begitu
masif yang meliputi hampir di semua sektor di seluruh tanah air. Mungkin inilah yang
membedakan kebijaksanaan pemerintah yang sekarang dengan yang sebelumnya.
Pembangun infrastruktur itu adalah kebutuhan penting karena itu sarana untuk menghidupkan
ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Seharunya semua infrastrukur itu dibangun
pada pemerintahan sebelum-sebelumnya sehingga tidak diborong dalam satu periode
seperti sekarang ini. Dengan demikian anggarannya tidak akan begitu besar hingga tidak sampai mengganggu
pembiayaan yang lain. Infrastruktur kita memang sudah tertinggal dari tetangga
kita Malaysia, Thailand dan Vietnam sementara kita harus bersaing dengan mereka dalam pasar
bebas ASEAN (MEA).
Minggu lalu saya
mendapat “surat cinta” dari kantor pajak. Kami mendapat tegoran karena belum
membayar PPN atas transaksi kami beberapa bulan sebelumnya. Padalah selama ini
kami hanya mendapatkan tegoran secara lisan. Bagi kami sebagai broker asuransi,
PPN menjadi dilema. Untuk transaksi asuransi umum (general insurance) rata-rata masa
tenggang pembayaran 30 hari sejak jaminan dimulai yang kami sebut sebagai
Premium Payment Warranty (PPW). Kenyataannya, realisasi pembayaran dari nasabah
bisa lebih lama lagi. Rata-rata waktu
pembayaran (payment period) dari nasabah itu 90 hari. Sementara kewajiban
membayar PPN adalah sebulan (30 hari) setelah kami menerbitkan kwitansi penagihan.
Sebagai solusi kami pernah menggunakan opsi transaksi berdasarkan cash basis
atau kami membukukan transaksi setelah ada pembayaran dari nasabah. Tapi akibatnya
kami menemukan dua kendala, pertama kami tidak bisa memonitor progress
penagihan karena transaksi belum masuk ke dalam system. Kedua, produksi kami
turun karena produksinya belum tercatat di dalam system, sementara kami harus melaporkan hasil
produksi kami ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara berkala secara online. Jika hasil usaha kami
turun atau negatif kami akan mendapat “warning” dari OJK padahal secara transaksi
asuransi kami sudah mencapai target atau melebihi.
Ketika bertemu dengan petugas pajak, beliau dapat
memahami penjelasan saya, walau secara diplomatis beliau menyampaikan bahwa
ketentuan PPN merupakan kebijaksanaan dari kantor pusat. Ia menawarkan beberapa
solusi yang masuk akal juga. Misalnya kami disarankan untuk menawarkan kepada
nasabah agar mau membayar sebagian dulu dalam jangka waktu 30 hari agar kami dapat
membayar pajak. Walau tidak mudah kami akan coba melakukan
alternatif ini. Dari pertemuan saya dengan petugas pajak saya mendapat impresi
yang berbeda. Suasana kantor pajak kini terlihat seperti kantor bank, nyaman,
bersih dan canggih. Sistim komputerisasinya hebat dan terupdate sehingga data
setiap nasabah lengkap. Petugasnya kooperatif dan tegas. Mereka sangat sopan
dan taktis dalam menghadap wajib pajak.
So, pajak adalah
kewajiban. Now, no place hide, tidak ada tempat bersembunyi, kantor pajak punya informasi lengkap. Membayar
pajak berarti ikut mensukseskan pembangunan negera.Mempermainkan pajak beresiko masuk bui. Salah satu pertanyaan yang sering diajukan orang ketika membayar pajak adalah, kalau kita bayar pajak nanti
kita dapat apa? Kalau di negara lain, wajib pajak akan menikmati hasilnya pada
saat mereka memerlukan bantuan atau ketika mereka tua. Bagaimana di Indonesia, hm.... siapa yang bisa
menjawab??
0 comments:
Post a Comment