Angin
dingin yang berhembus dari teluk Napoli lewat jendela hotel De Parco terasa menusuk ke dalam tulang membuat saya tidak
bisa tidur lebih lama. Jam empat pagi saya sudah terbangun, berleha-leha
menonton tv sambil menunggu waktu sholat subuh. Saya langsung mandi, berkemas
untuk check out pagi itu. Setelah turun dan menyerahkan bagasi saya menikmati sarapan
enak di lantai satu sambil melepaskan pandangan ke laut biru teluk Napoli. Tak
lama kemudian saya langsung berjalan mengitari hotel dan keluar ke jalan raya
melewati taman dan pepohonan rimbun menuju ke jalan raya sambil menggigil. Saya menikmati indahnya tata kota Sorrento sambil berdiri
di pinggir jalan Via Bernardino Rota. Jalan-jalan bersih dan mulus, rumah-rumah
mewah dengan taman indah disekitarnya. Terlihat pula warga kota sedang
berolahraga pagi sambil naik sepeda dan berjalan kaki.
Jam
delapan lewat sepuluh kami mulai berangkat meninggalkan halaman hotel De Parco.Kami berangkat ke Capri Island sebuah pulau indah berjarak sekitar empat puluh menit naik
kapal ferry dari pelabuhan Sorrento. Capri Island adalah tujuan utama
perjalanan kami tahun ini. Kami naik dua bus mini yang akan
mengantarkan kami ke pelabuhan Marina Piccolo Sorrento berjarak hanya sekitar
15 menit melalui Via Bernadino Rota, via Correalle terus ke via Luigi De Maio
yang berliku-liku dan sempit di tepi jurang batu. Kalau bukan pengemudi handal,
pasti akan kesulitan melewati rute ini.
Kembali kami harus menenteng bagasi masing-masing, termasuk ibu Henny
yang sudah lebih senior walau tetap
dibantu oleh rekan-rekan yang lain. Sekitar jam sembilan pagi kami sudah berada
diatas kapal fery yang akan menghantar kami ke Capri Island. Kapalnya tidak terlalu
besar kira-kira berkapasitas 100 orang. Fery terisi penuh, sebagian besar
adalah turis lokal Itali dan asal negara Eropah lainnya. Mereka berangkat pagi,
pulang petang. Hanya rombongan kami saja yang bertujuan menginap.
Perjalanan
kami ke Capri di dampingi oleh guide local Carmela, seorang wanita muda asli
Sorrento, lumayan cantik dan cuma sedikit agak overweight. Ramah, cekatan dan sangat
berpengalaman dalam melayani turis. Memang sudah menjadi pekerjaan utama warga
Sorrento dan sekitarnya untuk menjadi pemandu wisata karena pariwisata satu-satunya
industri yang berkembang di wilayah ini, jutaan wisatawan
setiap tahun datang. Hampir sebagian besar adalah wisatawan
berduit karena memang hampir tidak ada sarana untuk turis back packer.
Menjelang
jam sepuluh pagi kapal ferry yang kami tumpangi sudah sandar di Marina Grande
di Capri Island. Setelah menenteng bagasi dan memindahkan ke mobil pick up yang
sudah disediakan secara khusus, kami pun seperti anak kecil yang sedang kegirangan
menikmati indahnya suasana pagi. Matahari bersinar terang, langit biru, laut
pun biru, bukit batu kapur berdiri kekar, pertokoan dengan cat warna-warni
menawan serta angin dingin yang sepoi-sepoi. Tampak pula turis dan warga lokal sibuk dengan urusan
mereka masing-masing. Kami mulai sibuk dengan berfose dan berfoto ria mengambil
moment-moment yang begitu indah. Kami mulai melihat-lihat barang yang ditawarkan di toko. Barangnya
bagus-bagus dan asli. Sayapun mampir sebuah toko sepatu, akhirnya saya jatuh
cinta dengan sepasang sepatu kulit hand made. Modelnya sangat bagus, itulah model
sepatu yang sudah lama saya cari-cari. Dua puluh tahun lalu saya masih bisa mendapatkannya
di Pondok indah Mall dengan merek Floresheim, tapi sekarang sudah tidak ada
lagi model itu. Kulitnya lembut, tebal, tumitnya kokoh, bagian bawahnya terbuat
dari kulit dan tidak pakai tali. Akhirnya saya tidak bisa menahan hasrat saya,
saya beli seharga ratusan Euro. Lumayan paling tidak kalau di beli di Jakarta
harganya bisa dua kali lipat. Selepas itu kami kembali berkumpul bersama
rombongan sambil menikmati pizzeria dan teh panas.
Ferry di Marina Grande, Capri |
Sekitar
jam sepuluh lewat kami sudah berada diatas yacht yang akan mengantar kami berkeliling pulau. Kami
berangkat dari Marina Grande dengan menaiki yacth mewah yang
diawaki oleh dua orang. Kami berangkat arah ke barat meninggalkan
pelabuhan menelurusi tepi pulau yang bertebing batu cadas. Makin jauh warna
laut terlihat semakin biru. Kapal bergerak semakin kencang meninggalkan
busa berwana putih mengular panjang di belakang. Tiba-tiba muncul rasa takjub
saya akan bebesaran Allah. Masya Allah, betapa indahnya ciptaan tuhan ini.
Udara dingin dan sejuk di tengah laut biru nan teduh tampa gelombang, bukit
batu cadas berdiri kokoh di sebelah kanan. Langit biru, burang camar melayang-layang di angkasa,
dan sedikit awan tipis menggelantung diatas. Sejuk, syahdu, indah bercampur
menjadi haru. Syukur Alhamdullilah ya Allah, engkau hantarkan hamba sampai ke
tempat yang begitu indah seperti ini. Inilah rupanya yang menjadi daya tarik bagi jutaan
orang untuk datang ke tempat ini. Ada nilai magisnya. Capri memang telah
menjadi pilihan berlibur utama sejak ribuan tahun lalu. Mulai dari bangsa
Romawi, Yunani, Turkey, Inggris, Jerman dan lain-lain mereka silih berganti
menguasai pulau ini. Di musim panas antara bulan May sampai September ratusan ribu orang
datang kesini. Hotel, bungalow dan villa mewah yang ada terisi penuh. Pelabuhan dan laut penah dengan yacht dan kapal pesiar. Harga
sewanya pun tak tanggung-tanggung, mulai dari 1,000 euro sampai dengan 20,000
semalam. Sebagian besar mereka datang dengan yacht dan kapal pesiar pribadi. Para
artis terkenal, olahragawan, pengusaha, keluarga kerajaan dan banyak lagi. Carmela tour
leader kami menunjukkan sebuah villa diatas bukit yang baru saja dibooking oleh
Mariah Carey penyanyi top dunia asal Amerika dengan harga 20,000 Euro permalam,
atau sekitar Rp. 300 juta.
Sekitar jam satu saing kami sudah kembali ke Marina Grande. Ada dua bus yang akan mengantar kami ke hotel di bagian puncak bukit. Jalan raya di Capri Island ukurannya sempit dan pendek selain karena pulaunya kecil tapi juga karena terdiri dari batu kapur sehingga tidak mudah membuat jalan raya. Jalan dibuat dengan membongkar dan memahat batu. Jenis mobil yang ada terbatas dan juga khusus. Bus yang mengangkut kami dengan kapasitas tempat duduk sekitar dua puluh orang. Di pulau ini hanya ada sekitar 4 bus seperti ini. Rutenya juga hanya dari Marina Grande ke terminal di puncak dengan jarak sekitar 3 km. Bus menanjak melalui jalan sempit berkelok-kelok di lereng bukit yang terjal. Ketika ada mobil dari arah berlawanan salah satu harus berhenti. Sekitar sepuluh menit kami tiba di terminal. Dari sini kami harus mengangkut sendiri bagasi kami ke hotel La Floridiana Capri berjarak sekitar 1 km. Dari terminal kami berjalan arah ke timur sampai di depan gereja dan pasar, inilah ujung jalan yang bisa dilalui mobil. Setelah itu adalah gang sempit yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan khusus pengangkut barang sebesar buggy golf. Kami beriring-iringan bak rombongan pengungsi menelusuri jalan diantara hotel, motel, dan rumah mewah di kiri-kanan. Gang ini tidak ada bedanya dengan yang ada di perkampungan di negeri kita. Setelah itu kami melewati pertokoan kecil tapi nilainya besar. Toko-toko itu menjual barang-barang bermerek paling terkenal dan mewah di planet ini. Kami melewati toko Hermes, Gucci, LV, Channel, Mark Jacobs dan hampir semua merek terkenal ada lainnya ada disini. Jadi bayangkan kalau di Indonesia toko seperti itu mungkin hanya kedai yang menjual barang-barang hasil kerajinan tangan tradisional. Inilah salah satu yang menandakan bahwa kami sedang berada di tempat liburan kaum jetset. Ada sepasang sepatu yang sedang discount, harganya setelah discount sekitar 1,000 Euro atau sekitar 15 juta rupiah... hm.
Sekitar jam satu saing kami sudah kembali ke Marina Grande. Ada dua bus yang akan mengantar kami ke hotel di bagian puncak bukit. Jalan raya di Capri Island ukurannya sempit dan pendek selain karena pulaunya kecil tapi juga karena terdiri dari batu kapur sehingga tidak mudah membuat jalan raya. Jalan dibuat dengan membongkar dan memahat batu. Jenis mobil yang ada terbatas dan juga khusus. Bus yang mengangkut kami dengan kapasitas tempat duduk sekitar dua puluh orang. Di pulau ini hanya ada sekitar 4 bus seperti ini. Rutenya juga hanya dari Marina Grande ke terminal di puncak dengan jarak sekitar 3 km. Bus menanjak melalui jalan sempit berkelok-kelok di lereng bukit yang terjal. Ketika ada mobil dari arah berlawanan salah satu harus berhenti. Sekitar sepuluh menit kami tiba di terminal. Dari sini kami harus mengangkut sendiri bagasi kami ke hotel La Floridiana Capri berjarak sekitar 1 km. Dari terminal kami berjalan arah ke timur sampai di depan gereja dan pasar, inilah ujung jalan yang bisa dilalui mobil. Setelah itu adalah gang sempit yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan khusus pengangkut barang sebesar buggy golf. Kami beriring-iringan bak rombongan pengungsi menelusuri jalan diantara hotel, motel, dan rumah mewah di kiri-kanan. Gang ini tidak ada bedanya dengan yang ada di perkampungan di negeri kita. Setelah itu kami melewati pertokoan kecil tapi nilainya besar. Toko-toko itu menjual barang-barang bermerek paling terkenal dan mewah di planet ini. Kami melewati toko Hermes, Gucci, LV, Channel, Mark Jacobs dan hampir semua merek terkenal ada lainnya ada disini. Jadi bayangkan kalau di Indonesia toko seperti itu mungkin hanya kedai yang menjual barang-barang hasil kerajinan tangan tradisional. Inilah salah satu yang menandakan bahwa kami sedang berada di tempat liburan kaum jetset. Ada sepasang sepatu yang sedang discount, harganya setelah discount sekitar 1,000 Euro atau sekitar 15 juta rupiah... hm.
Setelah jam dua siang kami sudah check in di hotel La Floridiana Capri, sebuah hotel
berbentuk resort yang menghadap ke laut. Ruang resepsionisnya berada di lantai
atas sementara kamar hotel berada di bawah. Saya menempat di lantai 5. Kamarnya
besar, ada kamar anak, pembantu dan beranda tempat memandangi laut lepas.
Setelah melepas lelah diatas kasur yang sangat empuk. Beberapa saat sebelumnya kami baru saja makan siang di sebuah restoran khas Itali di dekat terminal bus.Untuk menambah selera makan kembali kami menikmati sambal ikan cakalang bawaan
bu Elly.
Setelah
makan siang terjadi penggantian tour leader. Carmela kembali ke Sorrento
sementara kami mendapat guide baru Fabrizio, seorang anak muda penuh semangat
khas Italiano. “The only one Fabrizio I know in Italy is Fabrizio Rafanelli”
kata saya memulai pembicaraan. Dia tertawa lebar dan langsung membalas “ oh you are
the big fan of Juventus, you are Juventini right?” katanya penuh semangat. Ternyata
dia juga fannya Juventus. Kamipun menjadi akrab. Tiba-tiba kemudian dia
mengatakan” You look like American movie star, guess who?” hah, Do I look like
a movie star? Balas saya. You look like Samual L Jackson, indeed... katanya. Ah,
ada-ada aja mosok muka kayak gini bintang film..lebay. Dia pintar sekali menghidupkan
suasana. Setelah itu pembicaraan kami jadi mengalir.
Sebagian
kami kembali ke hotel tapi sebagian lainnya melanjutkan dengan hunting
belanjaan. Saya memilih kembali ke hotel sambil istirahat menjelang makan
malam. Menikmati siaran Sky TV di kamar. Setiap acara tv semua di dubber ke
dalam bahasa Itali. Agak susah juga menonton tv, kudu harus paham dulu bahasa
Itali. Tapi lumayan saya mulai paham sedikit-sedikit bahasa Itali. Giorno.. grazie...
Makan
malam kali ini luar biasa. Kami akan makan di Ristorante La Capannina restoran
tempat makan para artis dan tokoh terkenal dunia. Walau saya coba untuk konsiten
dengan program diet saya “tidak makan malam” tapi saya putuskan ikut bergabung
dengan rekan-rekan. Kami kembali berjalan kaki melewati bungalow, motel dan
rumah-rumah mewah. Harga properti di Capri mulai dari satu juta euro. Kalau
anda berminat maka anda harus menyedikan dana di bank sebesar satu juga euro
dulu baru kemudian mereka bersedia bernegosiasi untuk harga yang pass.
Ristorante La Capannina terletak di Via Le Botthege melewati “kedai” LV,
Hermes, Gucci dan lain-lain. Pemilik restoran sekaligus adalah pelayan
restoran. Seorang pria berumur sekitar tujuh tahunan. Sangat ramah dan rendah
hati. Menemui dan berbicara dengan hampir setiap tamu. Restorannnya kira-kira
dapat menampung seratus orang tamu. Di dinding terlihat foto-foto para
pelanggan yang pernah singgah di restoran ini sejak tahun 1930an. Ada mantan
presiden, artis terkenal, olahragawan, politisi dan lain-lain. Menu masakannya
sangat spesial dan khas Itali. Ada pizzerie, lasagna dan lain-lain. Sebagai
minuman tambahan saya iseng-iseng minta kopi capuccino khas Itali, padahal
selama ini saya hanya minum kopi di siang hari. Tidak berapa lama selepas saya
meneguk kopi kepala saya mulai agak pusing. Saya teguk lagi dan makin terasa
pusing dan mual. Wow, saya seperti mulai sempoyongan dan pengen muntah. Saya ke
kamar mandi dan berusaha untuk muntah. Jalan saya mulai sempoyongan seperti
orang mabuk. Akhirnya saya beranikan pulang duluan sendiri. Saya berusaha untuk
tidak terjatuh dan akhirnya sampai juga di kamar. Saya minum air putih
sebanyak-banyaknya kemudian saya tidur. Alhamdulillah begitu terbangun
pusingnya sudah hilang. Ternyata kadar kafein capuccino asli Itali sangat
tinggi. Tidak seperti yang ada di Indonesia. Saya sekarang tahu kenapa orang
Itali ketika salah seoran rekan kami menawawarkan kopi asli Indonesia orang
Itali mereka tidak mau. Mereka sudah punya kopi yang sangat hebat.
Hari
kedua cuaca di Capri kurang bersahabat, dari pagi sudah mendung dan siangnya
hujan turun. Karena cuaca buruk ini banyak jadwal kegiatan kami yang tidak bisa
dilaksankan antara lain naik kereta gantung di Anacapri dan sekaligus
mengadakan photo session di sana. Selepas sarapan kami berkumpul di lobby
hotel. Disini kami akhirnya melakukan photo session dengan mengenakan pakaian
tenun Shibori khas Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara yang sengaja kami bawa dari tanah air. Tenunan
khas anak negeri berkwalitas tinggi dan corak unik yang sekarang sudah
berkembang menjadi pakaian nasional dan bahkan sudah go internasional. Ini
produk inndustri kecil binaan dari PT Asuransi Sinar Mas melalui Rumah Kreatif.
Selain pembinaan industri tenun, juga ada pembinaan ekonomi rakyat antara lain
pengembangan produksi kopi Arabika khas Humbang Hasundutan. Kami mengenakan
berbagai corak dan warna baju khas. Bagi pria, dibuat dalam bentuk model baju
resmi yang bisa dipakai ke pesta, rapat kantor dan undangan khusus. Demikian juga bagi
wanita. Di bawah arahan dari Jordan photoprapher professional kamipun
bergaya bak fotomodel. Hasilnya luar biasa...
Selepas
acara photo session di hotel dilanjutkan di taman Augustus Garden terletak
bagian puncak bukit sekitar 1 kilometer dari hotel. Kami berjalan kaki menelusuri
gang-gang kecil diantara rumah-rumah mewah. Augustus garden adalah taman yang
dibangun sejak abad pertengahan, pemilik terakhir adalah seorang taipan asal
Jerman bernama Friedrich Alfred Krupp. Pada awal abad ke dua puluh taman ini
diserahkan ke pemerintah kota Capri. Taman berisi bunga-bunga indah khas Itali.
Dari kejauhan tampak laut biru dan tebing terjal bukit kapur. Disini kami
kembali melanjutkan acara photo session dengan batik Shibori.
Kami
makan siang restoran tempat kami makan kemarin sambil menunggu cuaca
bersahabat. Setelah menunggu sambil beberapa lama ternyata memang hari itu
bukan waktu yang tepat untuk berjalan-jalan. Kami bersantai-santai sampai sore
dan menjelang makan makan malam. Makan malam kembali di Ristorante La Capaninna,
tapi saya tidak ikut. Saya tinggal di hotel sampai bagi.
Bersama ibu Dumasi Samosir |
Hari
ketiga di Capri, jam 7 kami sudah bekemas meninggalkan hotel La Floridiana yang
salah seorang karyawatinya nampak seperti orang Asia, ketika ditanya ternyata benar
ia berasal dari Uzbekistan. Secara fisik seperti orang eropah tapi matanya
sipit dan hidungnya kecil. Kami menuju Marina Grande untuk kembali ke Sorrento.
Kesempatan terakhir untuk mengabadikan indahnya Marine Grande sebelum kami
melanjutkan petualangan ke tempat lain yang tak kalah indahnya, Amalfi.
Selamat tinggal Capri, in sya Allah one day we come back again |
Bertemu dengan mobil BA asal Sumbar.. he he he |
Menjelang boarding ke ferry back to Sorrento |
0 comments:
Post a Comment