Capri, (the dream) Island, Italy

Tulisan ke tiga dari tulisan perjalanan ke Italia 2017


Angin dingin yang berhembus dari teluk Napoli lewat jendela hotel De Parco terasa menusuk ke dalam tulang membuat saya tidak bisa tidur lebih lama. Jam empat pagi saya sudah terbangun, berleha-leha menonton tv sambil menunggu waktu sholat subuh. Saya langsung mandi, berkemas untuk check out pagi itu. Setelah turun dan menyerahkan bagasi saya menikmati sarapan enak di lantai satu sambil melepaskan pandangan ke laut biru teluk Napoli. Tak lama kemudian saya langsung berjalan mengitari hotel dan keluar ke jalan raya melewati taman dan pepohonan rimbun menuju ke jalan raya sambil menggigil. Saya menikmati indahnya tata kota Sorrento sambil berdiri di pinggir jalan Via Bernardino Rota. Jalan-jalan bersih dan mulus, rumah-rumah mewah dengan taman indah disekitarnya. Terlihat pula warga kota sedang berolahraga pagi sambil naik sepeda dan berjalan kaki. 
Marina Grande
Jam delapan lewat sepuluh kami mulai berangkat meninggalkan halaman hotel De Parco.Kami berangkat ke Capri Island sebuah pulau indah berjarak sekitar empat puluh menit  naik kapal ferry dari pelabuhan Sorrento. Capri Island adalah tujuan utama perjalanan kami tahun ini. Kami naik dua bus mini yang akan mengantarkan kami ke pelabuhan Marina Piccolo Sorrento berjarak hanya sekitar 15 menit melalui Via Bernadino Rota, via Correalle terus ke via Luigi De Maio yang berliku-liku dan sempit di tepi jurang batu. Kalau bukan pengemudi handal, pasti akan kesulitan melewati rute ini.  Kembali kami harus menenteng bagasi masing-masing, termasuk ibu Henny yang sudah lebih senior  walau tetap dibantu oleh rekan-rekan yang lain. Sekitar jam sembilan pagi kami sudah berada diatas kapal fery yang akan menghantar kami ke Capri Island. Kapalnya tidak terlalu besar kira-kira berkapasitas 100 orang. Fery terisi penuh, sebagian besar adalah turis lokal Itali dan asal negara Eropah lainnya. Mereka berangkat pagi, pulang petang. Hanya rombongan kami saja yang bertujuan menginap.
 
Via Bernardino Rota, Sorrento
Perjalanan kami ke Capri di dampingi oleh guide local Carmela, seorang wanita muda asli Sorrento, lumayan cantik dan cuma sedikit agak overweight. Ramah, cekatan dan sangat berpengalaman dalam melayani turis. Memang sudah menjadi pekerjaan utama warga Sorrento dan sekitarnya untuk menjadi pemandu wisata karena pariwisata satu-satunya industri yang berkembang di wilayah ini, jutaan wisatawan setiap tahun datang. Hampir sebagian besar adalah wisatawan berduit karena memang hampir tidak ada sarana untuk turis back packer. 
 
Marina Piccolo, Sorrento
Menjelang jam sepuluh pagi kapal ferry yang kami tumpangi sudah sandar di Marina Grande di Capri Island. Setelah menenteng bagasi dan memindahkan ke mobil pick up yang sudah disediakan secara khusus, kami pun seperti anak kecil yang sedang kegirangan menikmati indahnya suasana pagi. Matahari bersinar terang, langit biru, laut pun biru, bukit batu kapur berdiri kekar, pertokoan dengan cat warna-warni menawan serta angin dingin yang sepoi-sepoi. Tampak pula  turis dan warga lokal sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Kami mulai sibuk dengan berfose dan berfoto ria mengambil moment-moment yang begitu indah. Kami mulai melihat-lihat barang yang ditawarkan di toko. Barangnya bagus-bagus dan asli. Sayapun mampir sebuah toko sepatu, akhirnya saya jatuh cinta dengan sepasang sepatu kulit hand made. Modelnya sangat bagus, itulah model sepatu yang sudah lama saya cari-cari. Dua puluh tahun lalu saya masih bisa mendapatkannya di Pondok indah Mall dengan merek Floresheim, tapi sekarang sudah tidak ada lagi model itu. Kulitnya lembut, tebal, tumitnya kokoh, bagian bawahnya terbuat dari kulit dan tidak pakai tali. Akhirnya saya tidak bisa menahan hasrat saya, saya beli seharga ratusan Euro. Lumayan paling tidak kalau di beli di Jakarta harganya bisa dua kali lipat. Selepas itu kami kembali berkumpul bersama rombongan sambil menikmati pizzeria dan teh panas. 
 
Ferry di Marina Grande, Capri
Boats at Marina Grande, Capri
Pertokoan di Marina Grande
Sekitar jam sepuluh lewat kami sudah berada diatas yacht  yang akan mengantar kami berkeliling pulau.  Kami berangkat dari Marina Grande dengan menaiki yacth mewah yang diawaki oleh dua  orang. Kami berangkat arah ke barat meninggalkan pelabuhan menelurusi tepi pulau yang bertebing batu cadas. Makin jauh warna laut terlihat semakin biru. Kapal bergerak semakin kencang meninggalkan busa berwana putih mengular panjang di belakang. Tiba-tiba muncul rasa takjub saya akan bebesaran Allah. Masya Allah, betapa indahnya ciptaan tuhan ini. Udara dingin dan sejuk di tengah laut biru nan teduh tampa gelombang, bukit batu cadas berdiri kokoh di sebelah kanan. Langit biru, burang camar melayang-layang di angkasa, dan sedikit awan tipis menggelantung diatas. Sejuk, syahdu, indah bercampur menjadi haru. Syukur Alhamdullilah ya Allah, engkau hantarkan hamba sampai ke tempat yang begitu indah seperti ini. Inilah rupanya yang menjadi daya tarik bagi jutaan orang untuk datang ke tempat ini. Ada nilai magisnya. Capri memang telah menjadi pilihan berlibur utama sejak ribuan tahun lalu. Mulai dari bangsa Romawi, Yunani, Turkey, Inggris, Jerman dan lain-lain mereka silih berganti menguasai pulau ini. Di musim panas antara  bulan May sampai September ratusan ribu orang datang kesini. Hotel, bungalow dan villa mewah yang ada terisi penuh. Pelabuhan dan laut penah dengan yacht dan kapal pesiar. Harga sewanya pun tak tanggung-tanggung, mulai dari 1,000 euro sampai dengan 20,000 semalam. Sebagian besar mereka datang dengan yacht dan kapal pesiar pribadi. Para artis terkenal, olahragawan, pengusaha, keluarga kerajaan dan banyak lagi. Carmela tour leader kami menunjukkan sebuah villa diatas bukit yang baru saja dibooking oleh Mariah Carey penyanyi top dunia asal Amerika dengan harga 20,000 Euro permalam, atau sekitar Rp. 300 juta.

Sekitar jam satu saing kami sudah kembali ke Marina Grande. Ada dua bus yang akan mengantar kami ke hotel di bagian puncak bukit. Jalan raya di Capri Island ukurannya sempit dan pendek selain karena pulaunya kecil tapi juga karena terdiri dari batu kapur sehingga tidak mudah membuat jalan raya. Jalan dibuat dengan membongkar dan memahat batu. Jenis mobil yang ada terbatas dan juga khusus. Bus yang mengangkut kami dengan kapasitas tempat duduk sekitar dua puluh orang. Di pulau ini hanya ada sekitar 4 bus seperti ini. Rutenya juga hanya dari Marina Grande ke terminal di puncak dengan jarak sekitar 3 km. Bus menanjak melalui jalan sempit berkelok-kelok di lereng bukit yang terjal. Ketika ada mobil dari arah berlawanan salah satu harus berhenti.  Sekitar sepuluh menit kami tiba di terminal. Dari sini kami harus mengangkut sendiri bagasi kami ke hotel La Floridiana Capri berjarak sekitar 1 km. Dari terminal kami berjalan arah ke timur sampai di depan gereja dan pasar, inilah ujung jalan yang bisa dilalui mobil. Setelah itu adalah gang sempit yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan khusus pengangkut barang sebesar buggy golf. Kami beriring-iringan bak rombongan pengungsi menelusuri jalan diantara hotel, motel, dan rumah mewah di kiri-kanan. Gang ini tidak ada bedanya dengan yang ada di perkampungan di negeri kita. Setelah itu kami melewati pertokoan kecil tapi nilainya besar. Toko-toko itu menjual barang-barang bermerek paling terkenal dan mewah di planet ini. Kami melewati toko Hermes, Gucci, LV, Channel, Mark Jacobs dan hampir semua merek terkenal ada lainnya ada disini. Jadi bayangkan kalau di Indonesia toko seperti itu mungkin hanya kedai yang menjual barang-barang hasil kerajinan tangan tradisional. Inilah salah satu yang menandakan bahwa kami sedang berada di tempat liburan kaum jetset. Ada sepasang sepatu yang sedang discount, harganya setelah discount sekitar 1,000 Euro atau sekitar 15 juta rupiah... hm. 

Terminal bus
Jalan di pertokoan di puncak Capri
Setelah jam dua siang kami sudah check in di hotel La Floridiana Capri, sebuah hotel berbentuk resort yang menghadap ke laut. Ruang resepsionisnya berada di lantai atas sementara kamar hotel berada di bawah. Saya menempat di lantai 5. Kamarnya besar, ada kamar anak, pembantu dan beranda tempat memandangi laut lepas. Setelah melepas lelah diatas kasur yang sangat empuk. Beberapa saat sebelumnya kami baru saja makan siang di sebuah restoran khas Itali di dekat terminal bus.Untuk menambah selera makan kembali kami menikmati sambal ikan cakalang bawaan bu Elly.
Kamar mewah hotel De Floridiana
View dari kamar hotel Floridiana
Setelah makan siang terjadi penggantian tour leader. Carmela kembali ke Sorrento sementara kami mendapat guide baru Fabrizio, seorang anak muda penuh semangat khas Italiano. “The only one Fabrizio I know in Italy is Fabrizio Rafanelli” kata saya memulai pembicaraan. Dia tertawa lebar dan langsung membalas “ oh you are the big fan of Juventus, you are Juventini right?” katanya penuh semangat. Ternyata dia juga fannya Juventus. Kamipun menjadi akrab. Tiba-tiba kemudian dia mengatakan” You look like American movie star, guess who?” hah, Do I look like a movie star? Balas saya. You look like Samual L Jackson, indeed... katanya. Ah, ada-ada aja mosok muka kayak gini bintang film..lebay.  Dia pintar sekali menghidupkan suasana. Setelah itu pembicaraan kami jadi mengalir.

Pemandangan yang menakjubkan di pantai pulau Capri



Sebagian kami kembali ke hotel tapi sebagian lainnya melanjutkan dengan hunting belanjaan. Saya memilih kembali ke hotel sambil istirahat menjelang makan malam. Menikmati siaran Sky TV di kamar. Setiap acara tv semua di dubber ke dalam bahasa Itali. Agak susah juga menonton tv, kudu harus paham dulu bahasa Itali. Tapi lumayan saya mulai paham sedikit-sedikit bahasa Itali. Giorno.. grazie...

Makan malam kali ini luar biasa. Kami akan makan di Ristorante La Capannina restoran tempat makan para artis dan tokoh terkenal dunia. Walau saya coba untuk konsiten dengan program diet saya “tidak makan malam” tapi saya putuskan ikut bergabung dengan rekan-rekan. Kami kembali berjalan kaki melewati bungalow, motel dan rumah-rumah mewah. Harga properti di Capri mulai dari satu juta euro. Kalau anda berminat maka anda harus menyedikan dana di bank sebesar satu juga euro dulu baru kemudian mereka bersedia bernegosiasi untuk harga yang pass. Ristorante La Capannina terletak di Via Le Botthege melewati “kedai” LV, Hermes, Gucci dan lain-lain. Pemilik restoran sekaligus adalah pelayan restoran. Seorang pria berumur sekitar tujuh tahunan. Sangat ramah dan rendah hati. Menemui dan berbicara dengan hampir setiap tamu. Restorannnya kira-kira dapat menampung seratus orang tamu. Di dinding terlihat foto-foto para pelanggan yang pernah singgah di restoran ini sejak tahun 1930an. Ada mantan presiden, artis terkenal, olahragawan, politisi dan lain-lain. Menu masakannya sangat spesial dan khas Itali. Ada pizzerie, lasagna dan lain-lain. Sebagai minuman tambahan saya iseng-iseng minta kopi capuccino khas Itali, padahal selama ini saya hanya minum kopi di siang hari. Tidak berapa lama selepas saya meneguk kopi kepala saya mulai agak pusing. Saya teguk lagi dan makin terasa pusing dan mual. Wow, saya seperti mulai sempoyongan dan pengen muntah. Saya ke kamar mandi dan berusaha untuk muntah. Jalan saya mulai sempoyongan seperti orang mabuk. Akhirnya saya beranikan pulang duluan sendiri. Saya berusaha untuk tidak terjatuh dan akhirnya sampai juga di kamar. Saya minum air putih sebanyak-banyaknya kemudian saya tidur. Alhamdulillah begitu terbangun pusingnya sudah hilang. Ternyata kadar kafein capuccino asli Itali sangat tinggi. Tidak seperti yang ada di Indonesia. Saya sekarang tahu kenapa orang Itali ketika salah seoran rekan kami menawawarkan kopi asli Indonesia orang Itali mereka tidak mau. Mereka sudah punya kopi yang sangat hebat. 

Hari kedua cuaca di Capri kurang bersahabat, dari pagi sudah mendung dan siangnya hujan turun. Karena cuaca buruk ini banyak jadwal kegiatan kami yang tidak bisa dilaksankan antara lain naik kereta gantung di Anacapri dan sekaligus mengadakan photo session di sana. Selepas sarapan kami berkumpul di lobby hotel. Disini kami akhirnya melakukan photo session dengan mengenakan pakaian tenun Shibori khas Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara  yang sengaja kami bawa dari tanah air. Tenunan khas anak negeri berkwalitas tinggi dan corak unik yang sekarang sudah berkembang menjadi pakaian nasional dan bahkan sudah go internasional. Ini produk inndustri kecil binaan dari PT Asuransi Sinar Mas melalui Rumah Kreatif. Selain pembinaan industri tenun, juga ada pembinaan ekonomi rakyat antara lain pengembangan produksi kopi Arabika khas Humbang Hasundutan. Kami mengenakan berbagai corak dan warna baju khas. Bagi pria, dibuat dalam bentuk model baju resmi yang bisa dipakai ke pesta, rapat kantor dan undangan khusus. Demikian juga bagi wanita. Di bawah arahan dari Jordan  photoprapher professional kamipun bergaya bak fotomodel. Hasilnya luar biasa... 
Shibori Fashion
Bangga mengenakan baju tenunan Shibori. Produk alak hita...

Selepas acara photo session di hotel dilanjutkan di taman Augustus Garden terletak bagian puncak bukit sekitar 1 kilometer dari hotel. Kami berjalan kaki menelusuri gang-gang kecil diantara rumah-rumah mewah. Augustus garden adalah taman yang dibangun sejak abad pertengahan, pemilik terakhir adalah seorang taipan asal Jerman bernama Friedrich Alfred Krupp. Pada awal abad ke dua puluh taman ini diserahkan ke pemerintah kota Capri. Taman berisi bunga-bunga indah khas Itali. Dari kejauhan tampak laut biru dan tebing terjal bukit kapur. Disini kami kembali melanjutkan acara photo session dengan batik Shibori.
Kami makan siang restoran tempat kami makan kemarin sambil menunggu cuaca bersahabat. Setelah menunggu sambil beberapa lama ternyata memang hari itu bukan waktu yang tepat untuk berjalan-jalan. Kami bersantai-santai sampai sore dan menjelang makan makan malam. Makan malam kembali di Ristorante La Capaninna, tapi saya tidak ikut. Saya tinggal di hotel sampai bagi.



Bersama ibu Dumasi Samosir
Hari ketiga di Capri, jam 7 kami sudah bekemas meninggalkan hotel La Floridiana yang salah seorang karyawatinya nampak seperti orang Asia, ketika ditanya ternyata benar ia berasal dari Uzbekistan. Secara fisik seperti orang eropah tapi matanya sipit dan hidungnya kecil. Kami menuju Marina Grande untuk kembali ke Sorrento. Kesempatan terakhir untuk mengabadikan indahnya Marine Grande sebelum kami melanjutkan petualangan ke tempat lain yang tak kalah indahnya, Amalfi. 
Selamat tinggal Capri, in sya Allah one day we come back again
 
Bertemu dengan mobil BA asal Sumbar.. he he he



Menjelang boarding ke ferry back to Sorrento

Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: