Ahli Asuransi Dari Desa - Berkembang di Tengah Badai Krisis Moneter



Memasuki tahun 1997 kami semakin bersemangat untuk melanjutkan bisnis karena kami kini sudah mempunyai bisnis yang lengkap. Sudah mempunyai klien yang  banyak, karyawan yang lengkap, peralatan kantor, system komputer broker, kendaraan yang memadai serta dukungan dari rekan-rekan asuransi.

Kondisi ini membuat saya merasa tenang untuk meninggalkan kantor selama hampir dua bulan ketika saya pergi menunaikan ibadah haji pada bulan Maret 1997. Saya hanya meninggalkan sederatan catatan yang perlu ditindak lanjuti sepeninggal saya. Alhamdulillah hampir semuanya dapat dikerjakan dengan baik oleh team. Selama saya di Makkah hampir tidak ada berita dan kejadian yang luar biasa yang saya dengar. Baru beberapa bulan setelah saya kembali mulai ada berita tentang terjadinya Krisis Moneter yang terjadi di luar negeri. Yang pertama kali terdengar di Korea, banyak pengusaha negara itu tiba-tiba mengalami kebangkuratan karena masalah moneter. Terjadi demonstrasi besar-besaran disana. Kemudian krisis itu menyebar ke negara-negara sampai ke Thailand. Banyak terlihat masyarakat Thailand mengumpulkan barang-barang berharga milik mereka seperti emas, uang dan lain-lain diserahkan secara suka-rela kepada pemerintah mereka untuk menolong ekonomi negera. Malaysia juga mengalami hal yang sama walau tidak seberat Thailand. Sementara Indonesia saat itu tenang-tenang saja. Sepertinya krisis itu tidak akan menyebarang sampai ke negeri kita. Tapi masyarakat sudah mulai khawatir dan berjaga-jaga. Di beberapa daerah sudah mulai ada gerakan orang mengumpulkan emas dan lain-lain untuk diserahkan kepada pemerintah. Kalau tidak salah barang itu di kumpulkan oleh Menteri Sosial. 


Memasuki kwartal ketiga tahun 1997 krisis moneter akhirnya sampai juga melanda negara kita. Ternyata pertahanan ekonomi negara kita tidak sanggup lagi menahan tekanan krisis yang hampir secara merata melanda seluruh dunia khususnya di kawasan Asia. Ekonomi bergejolak, terjadi kepanikan dimana-mana. Nilai tukar rupiah semakin menurun, makin lama makin merosot. Harga barang-barang melambung tinggi. Orang miskin semakin miskin tak sanggup membeli kebutuhan hidup. 


Kalau di luar negeri kiris monoter hanya menimbulkan krisis ekonomi, di Indonesia krisis bertambah runyam dengan terjadinya krisis politik. Rakyat yang panik dengan kondisi ekonomi mulai tidak percaya dengan pemerintah. Padahal pemerintah yang berkuasa saat itu terkenal dengan keberhasilnnya dalam membangun negeri ini selama tiga puluh lima tahun. Mereka berhasil membangun dari sebuah negara miskin dan terkebelakang menjadi negara maju yang dikenal sebagai salah satu Macan Asia. Demonstrasi anti pemerintah mulai merebak. Di mulai dengan terjadinya kerusahaan antar etnis di beberapa daerah sampai kepada demo besar-besaran di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. 


Siapapun yang menjadi pengusaha pada saat itu pasti kelimpungan. Tidak ada kepastian, tidak ada jaminan dan tidak ada arah yang jelas tentang akan seperti apa kondisi bisnis negeri ini nantinya. Banyak pengusaha lari ke luar negeri atau mencoba berusaha di negara lain.  

Tidak terkecuali dengan perusahaan kami yang umurnya waktu itu baru satu tahun. Semua nasabah kami mengalami kekacauan. Akibatnya perusahaan kami ikut pula kelimpungan. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika pada tahun 1996 hanya sekitar dua ribu lima ratus rupiah, tiba-tiba sekarang menjadi sepuluh ribu rupiah. Bahkan menjadi hampir dua puluh rupiah. Untung kami masih mempunyai modal yang cukup sehingga meskipun transaksi banyak yang berhenti tapi masih bisa melanjutkan bisnis kami. 


Di balik setiap kesusahan selalu ada kemudahan. Itulah jaminan Allah kepada setiap umatnya. Demikian pula dengan bisnis kami. Karena kami banyak mempunyai klien perusahaan minyak dan gas serta perusahaan tambang.  Sekitar dua pertiga dari transaksi kami dalam bentuk dollar Amerika. Walau jumlah transaksi belum terlalu banyak tapi kalau ditukarkan ke dalam rupiah nilainya menjadi sangat besar. Misalnya kalau kami dapat komisi seribu dollar, kalau ditukar dengan nilai rupiah sebelum krismon maka kami akan dapat rupiahnya sebesar dua juta lima ratus rupiah. Tapi kalau kami tukar pada saat puncaknya krismon nilainya menjadi sepuluh kali lipat yaitu dua puluh lima juta rupiah. Sementara hampir semua ongkos kami dalam rupiah. Kondisi ini sangat menolong bagi kami. Pada Desember 1997 bertepatan pula dengan bulan Ramadhan nilai tukar dollar Amerika semakin menggila. Satu-satunya komponen dollar Amerika dari biaya perusahaan kami adalah sewa kantor. Setiap bulan kami harus mengeluarkan sewa kantor sebesar dua ribu dollar. Jika sebelumnya biaya sewa kantor senilai lima juta rupiah, kini tiba-tiba menjadi empat puluh juta rupiah. Wow, sayang sekali untuk mengeluarkan uang sebanyak itu. Akhirnya saya putuskan untuk pindah dari gedung Arthaloka ke sebuah rumah di Komplek Bier kawasan Tebet Jakarta Selatan. Kantor itu berbentuk rumah dua lantai dengan total luas lantar sekitar seratus lima puluh meter persegi. Ada tempat parkir untuk empat kendaraan di dalam. Prosenya perpindahannya begitu cepat, pagi hari saya cari iklan rumah untuk disewa di koran. Begitu ada yang cocok langsung saya telepon pemiliknya. Mereka menawarkan harga sewa tiga puluh juta setahun. Saya langsung survey ke lokasi hari itu juga dan besoknya saya langsung beri konfirmasi setuju untuk kami sewa selama dua tahun. Total biaya sewa dimuka untuk dua tahun yang harus kami keluarkan sebesar enam puluh juta rupiah. Bandingkan dengan harga yang harus kami bayar kalau kami masih di Arthaloka selama dua tahun. Hampir satu milyar. Memang kami masih keluar uang tambahan untuk renovasi dan pembelian beberapa peralatan tambahan. Tapi kami masih untung karena ruangannya jauh lebih luas, bahkan dua kali lebih luas dari yang sebelumnya. 


Kondisi kantor kami yang baru tidak sebagus yang sebelumnya. Tapi, semua orang tahu bahwa ini kondisi darurat. Semua orang berusaha untuk menyelamatkan diri. Salah satunya dengan menghemat pengeluaran seminimal mungkin. Untuk memberikan kesan bahwa kami pindah ke tempat yang lebih baik, kami tulis alamat kami di WISMA SERANTAU. Dengan penulisan seperti itu banyak yang menganggap bahwa kami sekarang sudah memilliki gedung kantor sendiri.

Penghasilan bisnis kami dari mata uang dollar terus meningkat sementara nilai tukar dollar masih tinggi, pengeluaran perusahaan tidak banyak meningkat. Kami masih mempunyai kas yang lumayan banyak. Sebagai pengganti mobil kantor yang saya pakai Suzuki Escudo 1997 selanjutnya kami membeli dua mobil bekas yang dalam kondisi sangat bagus. kami membeli mobil Honda Prestige tahun 1994, jadi umurnya masih 4 tahun dan dalam kondisi sangat bagus karena jarang sekali di pakai. Mobil itu sebelumnya dimiliki oleh pak Bambang Sumantri komisaris kami. Harganya cuma lima puluh juta rupiah. Itulah harga pasaran waktu itu karena masih menggunakan harga sebelum krisis. Untuk membayar mobil itu kami cukup menukarkan dua ribu lima ratus dollar saja. Demikian pula untuk mobil yang satu lagi Toyota Corolla tahun yang sama untuk Arpiet, General Manager kami. Kami pun tetap menambah pegawai, ada beberapa pegawai baru yang kami rekrut sehingga total karyawan kami di tempat baru menjadi lima belas orang.


Sementara perusahaan lain sudah banyak yang tutup. Banyak yang sudah berganti usaha ke usaha lain. Banyak pula yang pulang ke kampung asal untuk memulai usaha baru. Salah satu bisnis yang waktu itu bisa menghasilkan banyak adalah berdagang komoditi export. Karena pendapatannya dalam dollar Amerika sementara modal dan pengeluaran dalam rupiah. Banyak yang ganti usaha jadi bisnis makanan dan minimum. Para artis top banyak yang membuka warung tenda yang terkenal dengan warung artis. Banyak pula yang pindah ke luar negeri. Banyak teman-teman kami ex Citibankers dan ex IBS yang pindah ke New Zealand untuk menetap dan berusaha di sana.

Sejak awal tahun 1998 kondisi politik semakin memanas pasca mundurnya pak Harto sebagai Presiden RI. Presiden pengganti BJ Habibie mendapatkan tekanan dari berbagai sudut. Anggota DPR sibuk merubah dan membuat undang-undang baru agar negara ini cepat ke luar dari tekanan krisis. Setiap hari ada demonstrasi dan penjarahan. Bahkan ada demonstrasi besar-besaran melanda Jakarta. Pada hari demonstrasi besar-besaran itu kami sedang mengadakan rapat rencana anggaran perusahaan di sebuah hotel di kawasan jalan Casablanca. Kami rapat sejak pagi hingga malam hari. Semua telepon kami matikan sehingga kami tidak mendapatkan informasi apa-apa dari luar. Rupanya sejak dari siang hari jalan Casablanca di depan hotel kami telah penuh dengan iring-iringan massa menuju ke kawasan Semanggi. Keluarga dan karyawan kami telah berusaha menghubungi kami agar kami pulang dan menjauhi dari kawasan demonstrasi itu. Tapi kami tidak mendengarkan berita itu. Begitu kami selesai dan hendak ke luar ke jalan Casablanca, jalanan sudah penuh sesak dengan  manusia. Kami terkejut, akhirnya kami nekat menerobos kerumunan masa dengan mobil. Alhamdulliah malam itu saya bisa sampai dengan selamat di rumah. Besoknya kami mendengar bahwa akibat dari demo besar itu banyak orang meninggal dunia. 


Praktis selama tahun 1998 tidak banyak bisnis baru yang kami dapatkan tapi karena sebagian klien kami adalah perusahaan minyak dan gas yang pendapatannya dalam mata uang dollar maka bisnis kami tetap dalam kondisi bagus. Pada akhir tahun kami tetap dapat menikmati keuntungan yang cukup besar. Salah satunya karena kami bisa menurunkan biaya sewa kantor karena rela turun dari gedung  Arthaloka di jalan Sudirman, pusat bisnis utama Jakarta ke sebuah rumah sedernaha.

Meski kondisi ekonomi dan politik saat itu sangat buruk, tapi kami tetap bekerja dengan semangat dan penuh optimis. Sementara begitu banyak orang yang tidak bisa lagi melihat peluang untuk hidup yang lebih baik di Indonesia. Banyak diantara mereka yang putus asa dan berfikir negatif. Salah satu yang membuat saya tetap berfikir optimis adalah karena saya mempunyai mesin semangat extra. Yang setiap hari memompa semangat juang dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Semua itu karena saya bergabung ke dalam perusahaan Multi Level Marketing (MLM) yang mempunyai konsep Network Marketing.


Sejak kami memulai usaha pada pertengahan tahun 1996 ternyata ada tetangga sebelah kantor kami yang “mengincar” saya untuk menjadi down linenya. Awalnya dia tawarkan dengan baik-baik tapi saya tolak. Karena dua tahun sebelumnya saya sudah pernah ikut melalui orang Australia temannya pak Hubert Heyzer, klien saya. Tapi saya tidak menjalankannya tapi hanya sebagai pemakai saja dan saya tidak memperpanjang keanggotaan saya. Kemudian ada teman baik saya Stephen Langitan yang juga pernah aktif bersama group rekan-rekan dari Citibank. Kemudian Stephen akhirnya juga berhenti setelah dia bekerja keras sepulang kerja untuk mengembangkan jaringannya. Tetangga saya rupanya tidak kenal kata menyerah. Setelah saya tolak dia tetap mendekati saya dengan berbagai cara. Dia tawarkan produknya, saya beli tapi tidak saya pakai. Produknya saya simpan saja di atas meja. Kemudian beberapa waktu kemudian dia datang dan mengajakarkan saya mengenai manfaat dari produk itu sehingga akhirnya saya makan juga. Setelah itu dia datang lagi untuk menanyakan bagaimana khasiat yang saya rasakan setelah memakan produk itu. Saya katakana bagus lalu dia katakan ada produk yang lebih bagus lagi, akhirnya saya beli lagi. Kemudian dia tawarkan saya untuk mengikuti seminar bulanan yang diadakan di Jakarta Expo Kemayoran. Saya ditawarkan tiket seminarnya dan saya beli tapi saya tidak datang. Bulan berikutnya dia tawarkan lagi, saya beli lagi saya tidak datang lagi tapi saudara saya yang saya suruh datang. Begitulah sampai beberapa bulan. Mungkin karena dia melihat bahwa saya adalah calon down line yang sangat bagus, sang ibu ini tidak putus asa. Dia datang lagi dengan meminjamkan kaset. Saya terima kasetnya tapi tidak saya dengar. “Fik sudah dengar belum kasetnya” kata saya “wah belum sempat bu”, lalu katanya “oh ga apa-apa, bagus kalau belum dengar karena itu ternyata kasetnya kurang bagus, kamu dengarkan yang ini saja, ini pembicaranya lebih bagus, kamu pasti kenal dia ex Citibanker” katanya sambil menyerahkan kaset yang baru lagi. Akhirnya kaset itu saya bawa dan saya tarok di dash board mobil, bukan untuk didengarkan tapi untuk menghindari pertanyaan dari calon upline saya apakah kasetnya sudah di dengar. Dalam perjalanan pulang ke rumah isteri saya melihat kaset itu dan dia bertanya. “Wah itu dari tetangga kantor, katanya isinya bagus”. “Lho kok sama, aku juga dipinjami kaset oleh isteri boss ku” kata isteri saya. Akhirnya kami dengarkan isi kaset itu. Ternyata sang pembicara adalah mantan Citibanker dan isterinya. Mereka seusia dengan kami. Masalah yang dibahas sangat nyambung dengan masalah kami. Masalah kondisi ekonomi keluarga, masalah cita-cita, masa depan dan solusinya. Ternyata pembicaraanya menarik juga. Sejak saat itu kami mulai masuk perangkap MLM. Besoknya ketika sampai di kantor justru saya yang mendatangai calon upline untuk menanyakan bagaimana caranya menjadi anggota. Wah, setelah lebih satu setengah tahun didekati, akhirnya saya takluk juga. 


Sejak itu saya dan isteri mulai aktif menjalankan MLM. Ada dua hal yang harus kami lakukan. Pertama menjualkan produk-produk yang disediakan oleh peruasahaan MLM, kedua mengikuti system penjualannya yaitu dengan system Network Marketing. Yang paling berat adalah adalah mengikuti systemnya. Ada pertemuan rutin yang harus diikuti. Pertemuan rutin mingguan, pertemuan bulanan, tranining, pertemuan empat bulan sekali, konsultasi mingguan dan lain-lain. Selain ada kaset-kaset berisi ceramah, teknik, produk dan lain-lain yang harus didengarkan setiap hari. Minimal satu kaset perhari, tapi kalau ingin lebih cepat sukses bisa dua atau tidak kaset perhari. Demikian pula dengan membaca buku. Ada beberapa buku wajib yang harus dibaca setiap hari. Untuk lebih sukses dianjurkan untuk membaca lebih banyak buku khususnya yang berhubungan dengan MLM, marketing, leadership, motivasi dan lain-lain. Karena kami ingin cepat sukses saya dan isteri mengikuti semuanya.


Keterlibatan kami di MLM memberi dampak positif kepada perusahaan. Saya mendapatkan banyak sekalli ilmu-ilmu baru yang sangat berguna untuk pengembangan bisnis saya di kantor. Ilmu mengenai pengembangan diri, motivasi, cara berhubungan dengan orang lain, people skill, leadership, ilmu penjualan dan lain-lain. Hampir semua ilmu yang saya dapatkan saya terapkan di kantor. Hasilnya luar biasa. Kami semua berhasil meningkatkan kwalitas kerja karyawan kami di kantor tampa harus mengirim mereka ke training-training di luar. Kami mempunyai program membaca buku seminggu sekali bersama-sama karyawan. Sebagai leader saya bisa memberikan contoh dan cara memimpin yang baik. Hasilnya karyawan kami yang sebelumnya tidak mempunyai latar belakang asuransi, bisnis dan penjualan sekarang muncul menjadi penjual yang handal. Kami tetap bekerja produktif di tengah-tengah badai krisis. Setiap hari ada saja isu tentang adanya demonstrasi, penjarahan, teroris dan lain-lain beredar di sekitar Jakarta. Tapi kami tidak terpengaruh, tapi sudah membiasakan diri untuk tidak mendengarkan isu-isu itu. Karena memang sebagian besar dari isu tidak pernah terjadi, tapi gaungnya melalui televisi dan radio begitu menyeramkan. Kami selalu berfikir positif. Itulah buah dari hasil saya bergabung di MLM.
Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: