Ahli Pialang Asuransi Dari Desa - Membangun Karir di Broker



Awal tahun  kedua saya dipromosi menjadi Group Executive. Ini prestasi luar biasa bagi saya karena hanya dalam waktu satu tahun saya sudah dipromosi. Tidak hanya peningkatan gaji yang cukup signifikan yang saya dapatkan  tapi juga penghargaan dari rekan-rekan kerja dan rekan-rekan bisnis. Mungkin manajemen puas dengan  performa saya selama tahun pertama. Saya memang bekerja habis-habisan. Salah satu partisipasi saya yang mungkin cukup terlihat oleh manajemen adalah pada program penggantian system dari manual ke komputerisasi. Ini pekerjaan berat dan perlu perjuangan. Bukan hanya pekerjaan memindahkan data dari sistim manual ke sistim computer, tapi adalah perubahan mid set dan pola fikir dari seluruh karyawan dan manajemen mengenai manfaat komputerisasi. Mungkin bagi sebagian besar anda sekarang ini yang sudah berada di zaman serba canggih dimana semua sudah dibuat secara sistimatis. Komputer, printer dan data sudah tersedia, pekerjaan menjadi sangat mudah dan menyenangkan. Tapi di jaman saya mulai bekerja pada akhir tahun delapan puluhan tidak demikian. Semuanya serba manual. Untuk mengirimkan proposal saja misalnya, kita harus mengetik seluruh isi proposal menggunakan  mesin ketik tua atau yang agak  lebih canggih yaitu IBM mesin ketik yang sudah menggunakan listrik dengan pita dengan kwalitas lebih bagus. Anda harus jago mengetik kalau tidak anda akan lama sekali menyelesaikan satu halaman surat. Untuk mengetik satu halaman diperlukan waktu setengah jam. Anda harus bisa menyusun huruh dengan baik agar terlihat rata dan tidak berantakan. Anda juga harus bisa mengetik tanpa harus melihat ke papan ketik. Mata anda melihat text sementara jari-jemari anda menari-nari di atas papan ketik. Beda dengan sekarang, kita bisa membuat surat dengan cepat. Kita cukup mempunyai satu contoh surat yang baik lalu disimpan di dalam computer. Setiap saat kita mengcopy-pastenya kemudian mengganti tanggal, nomor surat, nama dan tujuan alamat, dan lain-lain. Kalau ada koreksi, tinggal delete, erase dan lain sebagainya. Dalam sekejap kita sudah bisa membuat puluhan bahkan ratusan surat. Demikian juga dengan menyusun laporan keuangan dan akutansi. Dulu, setiap transaksi harus diketik dan disimpan secara individual dan manual. Kemudian satu-persatu dijumlahkan dengan menggunakan kalkulator. Disinilah beban berat para pekerjaan akuntansi. Banyak diantara mereka yang stress berat. Berbeda sekali dengan kondisi sekarang ini. Semua dicatat secara otomatis, kwitansi dan bukti pengeluaran dibuat oleh computer kemudian dihitung secara otomatis pula oleh computer. Hanya dalam hitungan detik saja laporan keuangan sudah bisa dibuat. 



Proses pemindahan data dari manual ke sistim computer benar-benar memerlukan perjuangan. Sebagai perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan internasional, IBS memutuskan untuk menggunakan system komputerisasi. Satu terobosan yang sangat berani dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sistem itu bernama DBA dibeli langsung dari Australia. Sebelum di bawa ke Indonesia system ini dipelajari dan diuji coba oleh team Information Technology (IT) dari IBS. Lebih dari satu bulannya lamanya mereka tinggal di Australia sebelum kembali ke Indonesia untuk memasang system itu. Sebagai pilot project maka semua karyawan dengan level assistant dilibatkan secara intensif termasuk saya. Saya bersyukur karena  sebelum masuk ke IBS saya sudah sempat mengikuti kursus computer. Saya sudah mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai operating system dan lain-lain. Tapi tidak demikian halnya dengan teman-teman assistant yang lain. Mereka kebanyakan sudah senior dan tidak mempunyai pengalaman dengan komputer. Terlihat sekali mereka mengalami kesulitan dalam menggunakan komputer. Kesulitan mereka semakin bertambah berat karena mereka tidak hanya harus belajar menggunakan computer tapi juga memahami Insurance Broking System, program yang dirancang khusus untuk perusahaan broker asuransi. Apalagi trainernya adalah orang Australia yang didatangkan khusus. Setelah beberapa minggu barulah teman-teman saya mulai menguasai computer. Pekerjaan selanjutnya adalah memindahkan data dari catatan manual ke computer. Hampir setiap hari selama hampir dua bulan kami menghabiskan waktu memindahkan data ini. Sampai akhirnya semua data berhasil dipindahkan. Hasilnya memang sangat luar biasa. Semua pekerjaan menjadi sangat mudah. Kami tidak lagi harus mengetik kwitansi dengan mesin tik dengan kertas berkarbon. Cukup memasukkan data ke dalam computer kemudian diapdate oleh orang IT, langsung keluar invoice atau kwitansi lengkap dengan salinannya untuk pihak-pihak yang memerlukan. Kami pun tidak harus mengambil salinannya dari dalam odner/file tapi cukup dengan membuka data yang ada di dalam komputer dan kami sudah melihat semua informasi yang kami perlukan. System ini juga mencatat seluruh transaksi dari nasabah kami walau sampai beberapa tahun ke belakang. Dalam proyek ini saya berhasil menunjukkan kelebihan saya. Hal ini mungkin karena saya sudah mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai komputer. Kedua karena saya mempunyai waktu yang cukup untuk benar-benar mendalami system ini. Ketiga saya merasakan betapa hebatnya manfaat system ini untuk kemajuan perusahaan. Rupanya manajemen memperhatikan prestasi saya itu. Pada satu kesempatan Brian Dallamore si boss memberikan penghargaan khusus kepada saya. Dengan tulisan tangannya yang khas Brian menulis khusus untuk saya di selembar kertas yang isinya seperti ini “ Taufik, the management highly appreciates your very positive contribution and support for the success of the application of DBA for our company. Keep up the good works. Congratulation”. Saya sangat senang dengan penghargaan ini. Saya tahu ternyata perusahaan benar-benar mempunyai perhatian besar kepada saya. Oleh boss saya waktu itu pak Irvan Rahardjo, memo dari Brian itu dilaminating dan ditempelkan di atas meja saya. 

Selain terlibat di dalam transformasi dari manual ke komputerisasi saya juga mulai serius menambah ilmu asuransi. Pada tahun kedua saya bekerja praktis mata kuliah saya di kampus sudah hampir habis. Saya tidak harus datang lagi setiap hari ke kampus. Paling hanya mengikuti kuliah yang tertinggal sambil menyusun skripsi. Waktu yang lowong di malam hari itu saya manfaatkan dengan mengikuti kursus asuransi di Lembaga Pendidikan Asuransi Indonesia (LPAI). Biaya kursus ini sepenuhnya ditanggung oleh kantor. Saya mengambil kursus dua kali seminggu. Tempat belajarnya di komplek sekolah SMA Kanisius di jalan Menteng Raya Jakarta pusat, berjarak kira-kira tiga kilometer dari kantor kami di daerah Setiabudi. SMA Kanisius salah satu SMA paforit di Jakarta. Sekolah katolik dan para alumninya banyak sekali yang jadi orang sukses negeri ini di berbagai bidang. Sayapun merasa bangga bisa mencicipi belajar di sekolah ini walau hanya belajar di malam hari dan bukan pula sebagai siswa SMA. Yang menarik dari kondisi sekolah ini adalah bangku-bangkunya yang masih menggunakan meja dan bangku panjang model meja belajar jaman bahaula. Meja bagian atas dibuat miring menurun ke arah dada. Di bawahnya ada laci tempat menyimpan buku dan tas. Tempat duduknya panjang bisa diduduki oleh tidak orang. Nah, yang membuat saya terkejut adalah ternyata para siswanya yang hebat-hebat itu suka menulis-nulis mejanya dengan nama-nama dan ungkapan nakal. Ah ternyata meski sekolahnya hebat tapi perilaku siswanya tidak jauh berbeda dengan siswa di sekolah umum lainnya. Saya mengambil pelajaran dasar paket C. Guru-guru saya antara lain alhamrhum pak Hitosoro, ibu Sri Hadiah Wati, pak J O Sihaya. Untuk berangkat pergi kursus ke LPAI saya beruntung bisa ikut teman kantor saya Stephen Langitan dan kebetulan dia tinggalnya di Cinere sehingga masih searah dengan saya yang waktu itu tinggal di Pondok Pinang tetangganya Pondok Indah. Stephen berangkat mengendarai mobil Misubishi Galant 84 warna biru. Sejak mengikuti kursus ini hubungan pertemanan kami dengan Stephen semakin erat. Apalagi Stephen ini bisa berbahasa minang meski dia orang asli Tomohon Sulawesi Utara, kok bisa? Stephen pernah tinggal di Minas, Pekanbaru selama hampir 10 tahun ketika ayahnya bekerja di Caltex. Bahasa minang menjadi bahasa pergaulan bagi sebagian besar warga kota Pekanbaru yang secara adat masih masuk ke dalam ranah minang. Setelah selesai kursus paket C kemudian saya lanjutkan dengan paket C pada periode berikutnya.

Semangat belajar tidak hanya sampai dengan di LPAI. Pada tahun yang sama juga mulai mengikuti program pendidikan jarak jauh di New Zealand Insurance Institute. Program belajar jarak jauh ini berpusat di Auckland New Zealand. Setiap peserta harus mendaftarkan diri dan membayar uang sekolah persatu mata pelajaran sekitar 300 dollar. Beruntung IBS membayar semua biayanya. Ada 13 subject yang harus diikuti sebelum seorang bisa mendapatkan gelar New Zealand Insurance Fellowship (NZIIF). Semua mata pelajaran ditulis dalam bahasa Inggris dan dikirimkan langsung dari Auckland. Jadwal pelajaran di bagi dalam dua semester. Rata-rata setiap semester saya mengikuti dua subject. Nah, selama semester itu setiap peserta harus mengirimkan pekerjaan rumah (home work) yang dikirimkan setiap bulan. Pada akhir semester setiap peserta mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh perwakilannya di Indonesia. Semua peserta harus mengikuti ujian yang biasanya diadakan di salah satu aula di kantor perusahaan asuransi. Pada saat saya ikut NZI tahun 1991 baru satu orang Indonesia yang sudah lulus yaitu pak Arizal waktu bekerja di Asuansi Inda Tamporok (AIT) yang bekerjasama dengan New Zealand Insurance. Untuk meningkatkan penguasaan materi kadang-kadang kami mengikuti session khusus belajar di kantor AIT, pengajarnya Kevin Horack orang New Zealand. Tapi saya terus terang tidak banyak mendapat pelajaran dari Kevin, karena saya sangat sulit menangkap bahasa Inggrisnya. Dealeknya sangat beda dengan dialek Amerika, Inggris bahkan dari dialek orang Australia yang berdekatan dengan New Zealand. Biasanya hanya dalam beberapa menit sejak Kevin mulai menerangkan saya sudah tidak tahan dan tertidur. Padahal saya tidak pernah bisa tidur siang, tapi kalau mendengarkan Kevin saya bisa langsung tertidur. Setiap tahun saya ikuti pelajaran NZI ini karena saya sangat terobsesi untuk meraih gelar NZIIF itu gelar profesi yang sangat bergengsi dan relatif lebih mudah. Sebenarnya ada program pengambilan gelar yang lain yaitu CII (Chartered Insurance Institute) yang berpusat di London. Tapi setelah saya lihat bahan kuliahnya, wah ternyata lebih berat dan biayanya juga lebih mahal. Kadang untuk bisa focus belajar saya mengambil cuti sekitar satu minggu. Saya cuti sambil berlibur berbulan madu bersama isteri. Saya tinggal beberapa hari di Puncak, di Bandung dan sekitarnya dan sehari sebelum ujian saya sudah kembali ke Jakarta. Lalu bagaimana hasilnya? Setelah hampir 5 tahun secara terus-menerus mengikuti ujian saya baru berhasil lulus 7 mata pelajaran dari 13 yang harus saya selesaikan. Bahkan setelah saya ke luar dari IBS saya mencoba lagi melanjutkan tapi hasilnya hampir sama. Alhasil hingga saat ini saya masih kurang 5 subject lagi. Malah sekarang sudah banyak perubahan. NZI sudah bergabung dengan lembaga sejenis dari Australia dan namanya berganti menjadi Australia New Zealand Insurance Institue (ANZIF). Jadi secara total saya sudah 22 tahun menjadi mahasiswa ANZIF. Beberapa waktu lalu saya tanya kepada salah seorang rekan, katanya nomor peserta saya masih ada, dan saya masih boleh melanjutkan pelajaran saya. Saya sangat senang, saya tetap ingin menyelesaikan target saya untuk meraih belar paling bergengsi itu.
Pada tahun kedua dan setelah mendapatkan promosi sebagai Account Executive tugas saya juga semakin menantang. Saya tidak hanya bertugus membereskan administrasi akan tetapi saya sudah mulai mengerjakan tugas-tugas inti dari broker asuransi. Saya mulai menangi dan melayani klien-klien yang sudah ada. Saya bekerja membuat surat pemberitahuan perpanjangan atau renewal notice, membuat surat penempatan resiko kepada perusahaan asuransi atau placing slip serta membuat penawaran kepada perusahaan nasabah atau placing slip. Saya juga sudah mulai berkunjung kepada klien-klien saya. Awalnya diantar dan diperkenalkan oleh pak pak Irvan Rahardjo sebagai pimpinan saya. Kemudian setelah beberapa kunjungan saya sudah berani untuk melakukannya sendiri. Demikian juga dengan melakukan kepada rekan-rekan perusahaan asuransi. Saya berkunjung dan mendatangi mereka di kantor-kantor mereka. Untuk berkunjung ke kantor nasabah, saya biasanya menyetir mobil kantor yang memang sudah tersedia. Mobil-mobil ini adalah milik kantor yang dibawa oleh manajer dari bidang accounting  dan IT yang biasanya mereka hanya menggunakannya untuk pergi dan pulang ke rumah dan ke kantor saja. Salah satu yang memberikan motivasi yang kuat untuk saya segera berhasil adalah adanya kebijaksanaan dari perusahaan untuk setiap tahun mengiriman satu atau dua orang managernya ke London untuk menambah ilmu. Jangka waktunya berkisar antara satu sampai dengan tiga bulan. Hampir semua mereka yang menjadi Group Head dan Senior Manager sudah pernah menikmati fasilitas ini. Saya sudah membayangkan bahwa dalam waktu 2 tahun saya juga akan mendapatkan fasilitas ini. Bagi saya perjalanan ke luar negeri merupakan cita-cita yang ingin sekali saya wujudkan.

Sebagai seorang group executive yang bertugas untuk menyusun rencana dan anggaran pendapatan perusahaan termasuk calon klien-klien baru. Karena sudah menguasai system komputerisasi hal ini menjadi relative mudah bagi saya karena saya bisa menyusun data dari komputer dan menyusunnya sesuai dengan kebutuhan. Pimpianan saya sangat terkesan dengan hasil kerja saya. Demikian juga dengan teman-teman yang lain. Sekali ini terjadi pada 1990 ketika informasi dan data masih sangat terbatas dan pengetahuan tentang komputerisasi masih sangat minim. Sebagai team inti di dalam group, saya juga dilibatkan pada saat menyusun anggaran divisi kami pada acara rapat kerja di luar kantor. Sering diadakan di puncak atau di hotel. Saya menikmati suasana rapat kerja ini. Bagaimana kami melakukan presentasi kemudian mendapatkan tanggapan dari group lain. Saya juga bisa mendapatkan rencana dan visi dari perusahaan pada tahun ini dan beberapa kebijaksanaan manajemen yang cukup strategis. Yang menarik adalah pengalaman menikmati malam-malam selepas acara rapat. Suasana dingin di puncak dengan kesunyian dan redup-redup sinar lampu villa di sekitar Puncak. Kemudian makanan malam yang begitu enak. Kadang ada pula kegiatan hiburan malam yang tidak begitu dapat saya nikmati.Kegiatan seperti ini saya rasakan sebagai proses pematangan saya seorang broker asuransi yang baik. 

Setelah saya begitu nyaman dengan suasana kerja di IBS, tiba-tiba saya mengalami suasana yang mengagetkan. Kepala divisi saya dan beberapa orang manager dan executives dan para asisten pindah secara bersamaan. Itu peristiwa besar yang tidak hanya mengagetkan saya tapi juga perusahaan dan bahkan industri asuransi Indonesia waktu itu. Kalau istilah sekarang mungkin itu yang disebut sebagai peristiwa bedol-desa. Saya sedih dan sekaligus gusar. Saya benar-benar sudah merasa cocok dengan kondisi team saya sebelumnya. Tapi kini saya harus menghadapi perubahan yang belum tentu bentuk dan arahnya. Tapi saya beruntung group saya tetap utuh. Tidak ada yang ikut bedol-desa dengan yang lain. Saya menyaksikan betapa beratnya tantangan yang dihadapi oleh manajemen. Dalam waktu yang singkat harus mengendalikan perusahaan sementara sebagian besari orang-orang kunci di dalam perusahaan keluar. Masalahnya bukan hanya kehilangan orang kunci, akan tetapi mereka akan menjadi pesaing langsung bagi perusahaan. Suasana kerja penuh dengan kecemasan. Para pimpinan sibuk rapat mengatur strategi untuk melanjutkan perusahaan pasca krisis ini. Meski dalam suasana yang kurang nyaman saya tetap menunjukkan kinerja saya. Walau ada sedikit ke khawatiran bahwa saya harus membangun reputasi lagi sejak awal di hadapan tema baru.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama akhirnya manajemen berhasil menyusun team baru. Ada beberapa orang dalam yang dipromosi dan ada beberapa orang baru juga masuk. Manajemen mengangkat orang asing asal Perancis untuk duduk sebagai kepala divisi. Secara umum orang ini tidak sebanding kemampuannya dengan yang sebelumnya. Orang ini termasuk baru dalam urusan asuransi. Dia berlatar belakang informasi teknologi serta bidang-bidang lain. Jadi terlihat sekali penurunan produktifitas kerja pada saat awal perubahaan ini. Semakin lama saya sudah terbiasa dengan kondisi baru ini dan tetap mampu menunjukkan kinerja optimal seperti sebelumnya. Saya bisa mempertahankan produktifitas kerja saya. Pengalaman ini saya jadikan judul untuk skripsi kuliah saya. Saya beri judul “Strategi Mempertahankan Pemimpin Pasar Pasa Saat Kehilangan Orang-orang Kunci Pemasaran”. Selain merekrut dengan cepat orang-orang pengganti, salah satu strategi penting yang dilakukan adalah dengan memberitahu kepada setiap klien mengenai adanya perubahan tersebut. Untuk klien-klien tertentu pemberitahuan tidak cukup hanya dengan mengirimkan surat akan tetapi perlu pula dengan mendatangi mereka.

Ternyata sekitar enam bulan kemudian akhirnya perubahan terjadi pula pada group saya. Pak Irvan Rahardjo yang menjadi Senior Manager group memutuskan untuk ke luar dari IBS. Beliau tidak bergabung dengan rombongan yang keluar sebelumnya. Beliau bekerja di salah satu perusahaan asuransi nasional yang berasosiasi dengan perusahaan asuransi dari New Zealand. Saya seperti anak ayam kehilangan induknya. Bagaimana tidak, selama ini pak Irvanlah yang banyak membina dan mendorong saya untuk berhasil. Saya juga yakin pak Irvan telah berusaha dengan  keras untuk meyakinkan manajemen mengenai saya. Tapi di lain pihak saya juga berusaha untuk mempertahankan kepercayaan yang diberikan pak Irvan. Saya selalu berusaha melakukan yang terbaik sehingga pak Irvan tidak terbebani secara moral atas kehadiran saya. Bahkan pak Irvan merasa bangga dengan saya karena saya mendapat penghargaan dari perusahaan. Life must go on. Kehidupan harus berlanjut. Saya dengan percaya diri tetap bertahan dan tidak mengurangi semangat kerja saya. Saya terus menunjukkan kemampuan terbaik saya. Sementara itu terjadi pula penggantian kepada divisi dari bule orang Perancis bule orang Inggris. Jeff Whitaker namanya. Jeff orang asuransi asli. Sebelumnya dia bekerja di salah perusahaan asuransi terbesar di Indonesia waktu itu. Dia mempunyai pengalaman banyak di bidang asuransi perminyakan dan gas. Secara kepribadian Jeff sangat menarik dan terbuka. Kadang menurut saya Jeff terlalu baik dan akomodatif sehingga kesannya kurang fight. Justru keadaan ini sangat menguntungkan saya. Pada kwartal terakhir tahun 1991 saya sudah merencanakan untuk mencicil rumah sendiri. Untuk itu saya memerlukan kenaikan gaji. Satu hari saya beranikan diri untuk membicarakan hal itu dengan Jeff. “ Jeff, I just applied for housing loan program with a bank, but seems my application would be rejected” kata saya dengan suara yang sedikit menghiba. “oh really, why is that?” tanya Jeff sambil mengerinyitkan dahinya. “ because my salary is not enough to be deducted for the installment” kata saya. “Okay Taufik, do not worry, we will adjust your salary and we would also promote you to be Group Head” katanya. Hah… jadi dia setuju gaji saya dinaikkan bahkan bukan hanya sekedar naik tapi juga saya juga dipromosikan menjadi manager. Subhanallah. Saya tidak menyangka saya akan mendapatkan semuanya itu. Dalam waktu kurang dari tiga tahun saya mengalami tiga kali promosi jabatan. Waktu itu saya baru saja merayakan ulang tahun saya yang ke dua puluh tujuh tahun. Itu beberapa bulan sebelum saya diwisudah menjadi sarjana S1. Saya benar-benar bersyukur atas berkah dan rahmat Allah yang saya terima. Saya hanya meminta untuk dinaikkan gaji agar sesuai dengan permintaan bank tapi justru saya mendapatkan jauh lebih banyak dari itu. Permohonan KPR saya disetujui dan akhirnya saya mendapatkan rumah sendiri setelah berpindah-pindah rumah kontrakan selama hampir delapan tahun.
Promosi jabatan sebagai manager menjadi awal sejarah baru dalam hidup saya. Dengan penghasilan yang lebih dari cukup. Untuk ukuran sekarang pendapatan saya setara dengan USD1,500. Pendapatan yang setara dengan yang diterima oleh para manager di kawasan Asean dan Hongkong saat itu. Selain mendapatkan gaji sebesar itu saya juga berhak memakai kendaraan milik kantor. Kondisi yang baik ini membuat saya berani untuk menatap masa depan. Apalagi saya sudah selesai kuliah dan tinggal wisuda saja. Saya ingin menikah. Saatnya saya memulai secara serious untuk menemukan seorang wanita terbaik untuk pendamping hidup. Meski saya sudah mengenal banyak wanita tapi saya belum mempunyai wanita yang secara serious untuk mendampingi saya. Saya tidak seberuntung kebanyakan pria lain yang sudah mempunyai calon isteri sejak kuliah. Saya harus berjuang untuk mendapatkan cinta seorang wanita. Setelah melakukan pendekatan ke beberapa wanita akhirnya ada juga wanita cantik, pintar dan baik hati yang bersedia menjadi isteri saya. Wanita secara konsiten dan terus-menerus selama tujuh tahun menolak cinta saya. Mungkin karena sudah tiba waktunya atau mungkin dia sudah kewalahan menahan kejaran saya. Atau mungkin juga karena dia sudah tahu kalau saya sudah selesai kuliah, sudah menjadi manajer, sudah punya mobil dan punya rumah pula…. Akhirnya wanita idaman saya bersedia saya pinang untuk menjadi isteri saya. Dia dulu adalah teman kuliah saya. Tapi pada semester ketiga dia pindah. Dia dulu pernah tergila-gila kepada saya. “Fik gila luh..” katanya he he he. Februari 1992 saya resmi menikah. Memulai hidup baru dengan pasangan baru, di rumah baru dan dengan kendaraan baru pula. Subhanallah.  Yuni isteri saya bekerja di perusahaan asing asal Inggiris ICI. Dia mempunyai lingkungan kerja yang bagus dan sangat mendukung untuk pengembangan karir saya. Apalagi setahun kemudian Yuni pindah bekerja ke perusahaan Mead Jhonson asal Amerika. Banyak ilmu, ilmu dan lingkungan kerja dari Yuni yang memberikan nilai positif bagi kami. Demikian pula dengan gajinya. Gajinya di atas rata-rata gaji yang diberikan oleh perusahaan lain. Kami tidak seberuntung pasangan lain. Kami perlu menunggu tujuh tahun sampai akhirnya mempunyai anak kami. Selama masa itu adalah masa-masa penuh canda dan permainan. Mungkin ini ganti dari masa pacaran yang tidak kami dapatkan sebelum kami menikah. Mungkin ini adalah tanda kasih sayang Allah kepada kami. Allah tidak membiarkan kami terlalu dekat sebelum kami resmi menikah agar kami terhindar perbuatan dosa. Satu tahun setelah kami menikah kami melakukan perjalanan ke Australia yah sekaligus untuk melakukan honey moon yang belum sempat kami lakukan. 

Semua biaya perjalanan kami ke luar negeri adalah hasil dari gaji kami. Harga tiket pesawat pulang-pergi ke Sydney hanya lima ratus dollar. Hanya sepertiga gaji saya. 

lngrisk.co.id
Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: