Ahli Pialang asuransi dari desa – Menjadi Broker Asuransi



Awal Desember 1998 saya resmi bekerja di PT IBS Insurance Broking Service. Perusahaan broker asuransi terbesar di Indonesia. Waktu itu perusahaan ini berasosiasi dengan  Citicorp Insurance  yang berpusat di Amerika. Group  yang lain yang ada di Indonesia adalah CITIBANK, CITILEASE dan CITICORP FINANCE. Siapa yang tidak kenal dengan bank ini pada tahun 80-90 an? Bank asing terbesar, paling inovatif dan paling professional di Indonesia.. Salah satu yang terkenal dari CITIBANK adalah para professional yang bekerja di sana. Mereka disebut sebagai Citibankers. Citibanker memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kemajuan sektor keuangan di Indonesia. Selepas bekerja di Citibank mereka rata-rata bekerja di bank lain dan  menjadi pimpinan di hampir seluruh bank swasta nasional yang lain. Mereka berhasil mengembangkan bank yang mereka pimpin menjadi bank besar. Sebut saja seperti Robby Djohan yang membesarkan Niaga. Edwin Gerungan yang melahirkan bank Mandiri dan banyak lagi yang lain. Tidak hanya di perbankan tapi juga di industry lain mereka juga sangat sukses seperti Emirsyah Satar, Dirut Garuda Indonesia saat ini. Selama di bawah  kepemimpinannya telah berhasil merubah Garuda dari perusahaan merugi menjadi perusahaan BUMN yang sangat meguntungkan dan menjadi salah satu markapai penerbangan terbaik di dunia.


Saya begitu bersyukur bisa bekerja di perusahaan besar seperti IBS. Kantornya pun sangat hebat pada waktu itu. Di Landmark Center berada yang terletak di kawasan bisnis segitiga emas, jalan Sudirman Jakarta. Landmark center merupakan komplek perkantoran mewah dengan fasilitas multi fungsi pertama di Indonesia. Ada dua menara setinggi 30 lantai. Antara kedua menara dihubungan dengan gedung lima lantai tempat kantor dan counter Citbank. Di gedung ini berkantor pula perusahaan-perusahan multinational. Seperti perusahaan computer terbesar di dunia IBM, perusahaan minyak terbesar ARCO serta beberapa perusahaan nasional besar. Pada tahun 90an pembangun gedung perkantoran masih sangat sedikit, dalam setahun paling ada satu atau dua bangunan perkantoran baru yang selesai. Tidak seperti sekarang dimana dalam sebulan saja ada beberapa perkantoran baru yang berdiri.

Hari pertama saya di IBS, saya merasa agak kikuk. Kira-kira ada sekitar 60 orang yang bekerja di IBS pada waktu itu. Sebelum duduk meja kerja, saya diperkenalkan kepada setiap karyawan. Pertama saya diperkenalan dengan pak Chongky Kwe, General Manager HRD yang menyetujui lamaran saya. Dengan ramah beliau menerima saya di ruangannya yang begitu besar. Kemudian saya diperkenalkan kepada General Manager atau pimpinan dari divisi saya pak Junaidi Ganie. Orangnya sangat tenang. Beliau mengajukan beberapa pertanyaan umum kepada saya. Nah salah satu pesan yang sangat penting yang saya dapatkan dari beliau adalah ketika beliau mengatakan seperti ini ”saya dulu juga sangat pendiam, bicara saya juga nggak jelas, tapi saya terus memperbaiki diri dan sekarang saya bicaranya lumayan jelas kan?”  Wah ini masukan yang sangat berarti buat saya. Rupanya pak Junaidi langsung melihat kekurangan saya. Memang itulah masalah saya. Saya bicaranya tidak jelas. Suara saya sangat pelan dan artikulasi bicara saya tidak jelas atau “mumbling” bahasa Inggirisnya. Saya bersyukur ada orang berani memberikan kritikan itu pada saat saya memulai pekerjaan saya. Mulai hari itu saya berniat untuk meningkatkan gaya bicara saya. Setelah saya analisa kenapa saya bicaranya tidak jelas, saya sadar beberapa hal yang menyebabkan saya seperti itu. Pertama saya tidak percaya diri. Saya tidak PD. Meski sudah hampir lima tahun di Jakarta saya merasa belum sepenuhnya menyatu dengan budaya Jakarta. Saya merasa malu dengan bahasa Indonesia saya yang masih terasa “padangnya”. Saya ingin berbahasa layaknya orang-orang asli Jakarta atau mereka yang sudah lama tinggal di Jakarta. Saya sering mendapatkan sindiran ketika saya sedang berbicara, tiba-tiba mereka langsung menebak “kamu orang padang ya” setelah mereka mendengar logat saya. Karena sering mendapat ledekan seperti ini saya menjadi kurang rileks ketika berbicara. Belakangan saya ketahui bahwa kita tidak perlu malu dengan apapun dialek kita. Itu justru menentukan siapa kita. Setiap orang mempunyai gaya bicara yang unik dan berbeda-berda, termasuk dialek. Justru itu yang menjadi ciri khas anda sehingga orang lebih mudah mengenal anda. Kenapa harus malu bila di katakana orang padang? Atau orang dari manapun. Saya mempunyai banyak teman dengan logat yang berbeda-beda. Justru itu membuat hubungan kami menjadi lebih baik, lebih mengenali budaya masing-masing. Saya senang ketika berbicara dengan teman-teman saya orang Surabaya dengan gaya soroboyoannya. Sangat khas dan rileks dan antuasias. Saya juga sangat senang ketika bericara dengan kawan-kawan asal Medan. Dengan logat Melayu bercampur gaya Batak. Suasananya sangat hidup dan bersahabat. Sayapun senang berbicara dengan teman-teman asal Sunda. Lemah-lembut, bernada riang dan penuh persahabatan. Saya juga menikmati berbicara dengan kllien-klien saya asal Singapura atau Malaysia. Mereka berbahasa Inggiris dengan gaya mereka sendiri. Beda dengan gaya bahasa Inggris gaya British atau Amerika. Lalu apakah mereka mereka malu karena dialek mereka seperti itu? Tidak sama sekali. Mereka rileks dan tetap lepas di dalam berdiskusi. Sekarang bicara sudah tidak menjadi masalah lagi bagi saya. Selain menyadari bahwa saya tidak usah malu dengan logat khas saya, saya juga sudah berlatih meningkatkan artikulasi pembacaraan huruf. Ternyata tidak hanya untuk berbicara bahasa Indoensia saja hal ini menjadi sangat penting, di dalam membaca Al-Quran hal ini juga sangat penting. Kita harus melatih “makhrojul huruf” atau tempat keluar suara huruf untuk menguasai bacaan ayat-ayat Allah ini.

Selepas bertemu dengan pak Junaidi, saya diperkenalkan dengan Mike Wolf seorang expatriate asal Inggris. Orangnya ramah dan periang. Khas orang Inggiris. Setelah saya dipersilakan duduk dan berbasa-basi sedikit kemudian Mike mengajukan pertanyaan yang sangat berat untuk saya jawab. “ Do you believe in insurance?”. Katanya. Wow, bagaimana saya harus menjawabnya karena memang saya sangat meragukan karir saya di bidang asuransi. Setelah dua kali gagal menjalankan tugas sebagai agen asuransi, keyakinan saya memang semakin berkurang. Kemudian dengan perasaan setengah jujur saya jawab “ yes, I do believe in insurance” kata saya. Sepertinya Mike tahu bahwa saya belum yakin dengan asuransi, kemudian dari dalam laci mejanya dia mengeluarkan sebuah buku kecil berwarna putih. Buku petunjuk sederhana mengenai pemahaman asuransi. Buku itu diterbitkan oleh Hollandia Insurance di Afrika Selatan. Buku itu masih sempat saya simpan sampai beberapa tahun lalu dan hingga saya berikan (pinjamkan) kepada seseorang yang saya juga lupa. Dan saya juga lupa. Sayapun lupa, apakah Mike waktu itu ingin meminjamkan atau memberikannya untuk saya?

Hari berikutnya saya mulai terlibat dengan pekerjaan.Walau pada bulan pertama saya belum tahu persis tugas dan kewajiban saya karena saat itu masa-masa peralihan yang akan diberlakukan pada awal tahun 1989. Saya hanya diberikan beberapa file untuk saya pelajari. Dari membuka file itu saya bisa belajar mengenai tugas-tugas saya.
Saya bekerja di tempat yang saya cita-citakan. Perusahaan asing, berkantor di kawasan mewah, teman-teman kerja yang bermutu serta lingkungan yang sangat berkelas. Hampir semua orang ingin bekerja di kawasan Landmark ini. Mereka menyebutnya sebagai tempat berkumpulnya para YUPIES. Young, professional, interpreanur dan selebritis. Memang demikianlah adanya. Di lift, di lobby, restoran, dan ditempat umum lainnya terlihat para YUPIES dengan penampilan yang keren dan serba wah. Para Citibankers dengan kemeja putih, dasi dan jas mewah. Demikian pula dengan para officer dari IBM penampilan mereka tak kalah kerenya. Maklumlah mereka mengikuti penampilan para eksekutif mereka yang di Amerika sana. Sayapun mulai meniru cara penampilan mereka. Wah ternyata memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk bisa tambil maksimal seperti mereka. Akhirnya saya ikuti sebisa saya saja. Pokoknya Landamark menjadi pusat trend bisnis dan penampilan dan gaya bisnis waktu itu. Jangan bayangkan suasana Jakarta seperti sekarang ini dimana pusat bisnis sudah menyebar hampir seluruh wilayah Jakarta. Bahkan kota-kota di luar Jakartapun sudah mempunyai pusati bisnis sendiri seperti Serpong, Alam Sutera, Bintaro, Bekasi dan lain-lain. Semua mempunyai gaya dan kwalitas yang tak berbeda. 

Saya betul-betul menikmati bekerja di IBS ini. Pertama, sudah tentu karena standard gajinya sangat bagus. Tak jauh berbeda dengan gaji para Citibanker.  Kedua, karena tugas sebagai broker asuransi jauh lebih enak dari pada sebagai agen asuransi. Saya tidak harus setiap hari melakukan pekerjaan door to door. Justru di bulan-bulan pertama saya lebih banyak berada di kantor. Mempelajari setiap file dari nasabah-nasabah saya. Kemudian mulai berkomunikasi melalui telepon, mengetik proposal, mengiriman placing slip kepada rekanan perusahaan asuransi. Perlu diingat bahwa ini di zaman teknologi belum secanggih seperti sekarang. Ini di zaman belum ada mesin fax, computer PC, printer, internet, handphone apalagi smartphone. Pada zaman itu pekerjaan mengetik surat saja adalah satu profesi yang memerlukan keahlian khusus. Keahlian mengetik IBM merupakan salah satu syarat seseorang bisa diterima bekerja. Untungnya saya sewaktu menjadi tukang kayu dua tahun lalu sudah lulus kursus mengetik.
Broker asuransi adalah perusahaan penengah/perantara “intermediary” asuransi. Sama seperti agen asuransi tapi broker berbentuk perusahaan. Tugas broker adalah menjadi konsultan asuransi bagi nasabahnya. Merancang program asuransi yang cocok sesuai dengan kebutuhan nasabah. Kemudian dengan program asuransi yang dirancangnya ia menempatkan (placement) ke perusahaan asuransi yang dianggap mampu untuk menerima resiko tersebut dengan tariff premi yang paling efisien. Salah satu tugas broker asuransi yang penting adalah membantu penyelesaian klaim jika terjadi. Karena perusahaan ini sudah berdiri cukup lama sehingga sudah mempunyai nasabah yang banyak yang perlu dilayani. Bukan tidak diperlukan nasabah baru, akan tetapi tugas itu menjadi kewajiban para bos saya. Pada awal tahun 1989 dilakukan reorganisasi. Saya masuk ke dalam Corporate Risk Division (CRD) yang dipimpin oleh oleh pak Juaindi Ganie. Dvisi lain adalah Consumer Service Divison (CSD) dipimpin oleh Mike Wolf. Di dalam CRD ada beberapa group. Saya berada di Group2 dengan pimpinannya disebut sebagai Group Head bapak Irvan Rahardjo. Dalam satu group terdiri minimal empat orang yang terdiri dari Group Head, Group Executive, Group Assistance, Group Support/Secretary. Saya sebagai group assistance. 

Selama tahun pertama saya di IBS saya bekerja dengan penuh semangat. Ini adalah pekerjaan yang sangat sesuai dengan cita-cita saya. Saya tunjukkan segala kemampuan saya. Pekerjaan ini jauh lebih baik dari pekerjaan saya sebelumnya. Tidak ada bandingannya dengan pekerjaan sebagai salesman asuransi jiwa maupun asuransi umum. Bahkan jauh lebih baik dari bekerja di perusahaan ibu Dewi Soekarno walau dari segi gaji tak jauh berbeda, karena disini saya punya harapan karir yang jauh baik. Organisasi bisnis yang lebih besar dan tentunya nama besar Citibank sangat membanggakan. Jangan bandingkan dengan pekerjaan saya sebagai tukang perabot. Perbandinganya antara bumi dan langit, bahkan mungkin perbadingan yang pantas adalah antara surga dan neraka. Hari-hari saya isi dengan bekerja keras dan penuh kreatifitas. Salah satu tugas saya sebagai asisten adalah memeriksa polis asuransi sebelum dikirimkan kepada nasabah. Pekerjaan ini sangat penting untuk memastikan bahwa jaminan asuransi benar-benar sesuai dengan permintaan nasabah. Saya harus membaca setiap halaman polis. Setiap terms and conditions, exclusions, limitation, clauses. Semua polis ditulis dalam bahasa Inggris. Ini tantangan menarik buat saya. Sekaligus saya bisa melatih kemampuan bahasa Inggris. Saking seringnya saya membaca isi polis asuransi, saya bisa hapal isi setiap polis asuransi. Saya juga hapal mengenai jenis-jenis klausula beserta isinya. Selama tahun pertama saya bekerja, saya belum mendapatkan traning-training teknik asuransi. Tapi saya sudah mulai banyak tahu seluk-seluk beluk isi polis asuransi. Saya juga banyak diajari oleh pimpinan saya dan juga teman-teman. 

Saya selalu mempertahankan sikap yang baik kepada kantor saya. Saya hampir tidak pernah terlambat datang dan pulang sering larut malam kecuali kalau hari itu saya punya jadwal kuliah. Ya, saya masih terus melanjutkan kuliah saya di malam hari. Pada saat saya mulai bekerja di IBS, saya sudah berada di semester lima. Pengalaman dan ilmu yang saya dapatkan selama lima tahun sebelumnya saya curahkan dipekerjaan ini secara total. Pengalaman dan ilmu salesmanship yang saya dapatkan sebagai agent asuransi jiwa dan umum saya terapkan. Demikian juga ilmu bisnis yang saya dapatkan dari ibu Dewi. Salah satu yang sangat menunjang bagi karir saya adalah ilmu pengetahuan yang saya dapatkan dari bangku kuliah. Saya belajar di fakultas ekonomi jurusan manajemen. Saya belajar tentang organisasi, manajemen pemasaran, manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, teori organisasi serta ilmu akutansi dan manajemen keuangan. Hampir semua ilmu dapat saya terapkan dengan baik. Bahkan kemudian saya menjadikan data-data dan pengalaman yang ada di perusahaan saya jadikan sebagai bahan pembuatan skripsi. Skiripsi saya berjudul “Strategi mempertahankan pemimpin pasar pada  saat kehilangan pemasar handal”. 

Bekerja bersama pak Irvan Rahardjo sebagai boss punya dua sisi. Sebagai boss, saya mempunyai beban moril bahwa saya harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Karena saya belum begitu kenal dengan setiap tugas dan pekerjaan yang ada, saya sering melakukan kesahalahan. Pak Irvan sebagai boss tidak segan-segan memberikan tegoran dan pengarahan. Saya mengangap serius setiap tegoran itu. Saya takut kalau-kalau hal itu bisa menyebabkan saya gagal melewati  masa percobaan saya. Tapi semakin saya takut dan berhati-hati justru semakin banyak kesalahan yang saya lakukan. Di lain pihak saya sering diberi tugas-tugas baru yang membuat saya melakukan kesalahan lagi. Pernah satu kali saya melakukan kesalahan besar. Ini terjadi di bulan terakhir masa percobaan saya. Pak Irvan meminta saya mengemudikan mobilnya Mazda 323 Interplay baru. Setiap pagi pak Irvan melewati rumah saya dan saya sering ikut dengan mobilnya. Pagi itu pak Irvan minta saya yang menyetir. Awalnya tidak masalah karena memang saya sudah terbiasa membawa mobil dan sudah punya SIM pula. Sepanjang jalan dari kawasan Cirendeu di selatan Jakarta hingga sampai di gedung Landmark semua masih berjalan lancar. Masalah muncul pada saat saya memarkirkan mobil di lobby atas gedung Landmark. Tempat parkir sudah hampir penuh sehingga saya kebagian parkir di tempat yang sulit. Nah pada saat parkir itulah saya menyerempetkan mobil pak Irvan ke mobil orang lain. Akibatnya spakboard roda depan sebelah kanan sobek terkena bamper kiri mobil orang. Saya panik, pak Irvanpun terlihat geram melihat saya. Saya mulai ketakutan, jangan-jangan kejadian ini akan menyebabkan saya gagal melalui masa percobaan. Saya harus berhenti bekerja di IBS dan kehilangan masa depan yang gemilang. Hari-hari berikutnya meskipun pak Irvan tidak lagi mempermasalahkan kejadian itu, tapi hati saya masih sangat cemas dan takut karena pasti kejadian itu menyebabkan saya diberhentikan dan tidak lolos dari masa percobaan. Ketika masa percobaan selama tiga bulan lewat, ternyata saya tidak mengalami masalah dan saya dinyatakan lulus menjadi karyawan tetap, Alhamdulillah. 

Hari-hari berikutnya saya semakin PD. Saya benar-benar sudah menjadi bagian dari IBS tempat bekerja yang begitu saya sukai. Sebagai karyawan group CIitbank maka secara otomatis saya mendapatkan nomor rekening Citibank karena gaji ditransfer melalui Citibank. Salah satu yang sangat istimewa menjadi nasabah Citibank adalah mendapatkan kartu ATM. Kalau sekarang hampir semua orang bisa punya kartu ATM, tapi tidak pada awal tahun sembilan puluhan. Citibank adalah satu-satunya bank yang mempunyai fasilitas ini. Saya bangga sekali memiliki kartu ATM. Kadang dengan sedikit menyombongkan diri saya ajak saudara atau temen ke salah satu mesin ATM hanya untuk menunjukkan betapa hebatnya mesin ini sekaligus memperlihatkan betapa hebatnya yang punya kartu ATM ini..he he he.
Saya sangat berterima kasih kepada pak Irvan yang telah dengan penuh resiko membawa saya ke IBS. Ya, kalau bukan karena atas rekomendasi beliau tidak akan pernah saya bekerja di IBS dan mempunyai karir yang begitu bagus di industri asuransi. Kwalifikasi saya belum mencukupi untuk bekerja disana pada waktu itu. Belum lulus kuliah, kalau luluspun mungkin nilai IP saya tidak akan memadai untuk diterima di perusahaan ini. Begitu pula denga pengalaman dan kemampuan saya yang lain, masih jauh di bawah standard para calon pelamar yang  lain. Hal ini saya ketahui kemudian setelah saya bekerja. Ada beberapa kandidat yang sebenarnya yang akan mengisi tempat saya. Ada seorang banker ex bank Niaga, ada pula pak Muhaimin Iqbal salah satu asisten manager dari perusahaan asuransi Bintang dan beberapa kandidat lainnya. Tapi pak Irvan berhasil meyakinkan manajemen bahwa saya adalah yang terbaik. Tentu pak Irvan telah mengambil resiko besar untuk memperjuangkan saya. Seseorang yang sebenarnya beliau belum kenal dekat, hanya seorang teman  kuliah. Tapi beliau mempunyai “hati” untuk memberikan kesmpatan kepada saya. Itu memang sifat baik pak Irvan. Beliau tidak hanya membuka jalan untuk saya tapi juga beberapa orang rekan-rekan kuliah saya. Semoga Allah membalas segala kebaikann beliau.

Hasil perjuangan saya selama tahun pertama di IBS saya dipromosi menjadi Group Executive. Saya sangat bersyukur, karena hanya dengan bekerja keras, terus belajar dan mengikuti pentunjuk pimpinan saya mendapatkan penghargaan yang begitu besar dari pimpinan saya. Tampa bermaksud untuk membandingkan dengan teman-teman yang lain. Cara bekerja saya memang jauh lebih keras dari mereka. Seperti yang saya jelaskan di atas, kerja keras yang saya lakukan disni tidak sebanding dengan kerja keras yang pernah saya lakukan di tempat kerja saya sebelumnya.. Saya tidak akan membuang-buang kesempatan itu. Lagi pula tidak ada yang menghalangi saya untuk memberikan yang terbaik kepada perusahaan saya. Satu-satunya tantangan saya adalah jadwal kuliah yang memaksa saya harus pulang cepat pada hari-hari tertentu. Tapi saya tepat pulang rata-rata setengah jam setelah jam kerja.

lngrisk.co.id
 
Share on Google Plus

About Taufik Arifin