11 Jam di Pulau Bangka

Tentang Penulis:
 

Alhamdullillah akhirnya saya mendapatkan kesempatan juga menginjakkan kaki di pulau Bangka. Sebuah negeri di sebelah timur pantai Sumatera. Sekarang Bangka berada dalam propinsi baru Bangka Belitung (BABEL). Sebelumnya Bangka masuk ke dalam propinsi Sumatera Selatan. Sudah sejak lama saya menginginkan berkunjung ke Bangka tapi baru kali inilah ada kesempatan. Keberangkatan saya ini sekalian untuk mengadakan survey ke salah satu kapal milik klien baru saya. 

Pagi Sabtu 6 Agustus 2011 saya berangkat menaiki pesawat Lion Air nomor penerbangan JT0614 boarding jam 06.30 dari bandara Soekarno Hatta di Jakarta menuju Pangkal Pinang. Saya duduk di kursi 03A. Jam 5.58 saya sudah sampai di Bandara naik taxi yang saya tempuh hanya dalam waktu 30 menit dari rumah. Ketika boarding di gate B4 sudah banyak penumpang yang menunggu sebagian mereka adalah warga Bangka yang kembali ke kampong halamannya. Yang menarik sebagian besar dari mereka adalah dari suku China. Mulai dari ruang tunggu di B4 sampai ke dalam pesawat saya mendengar begitu banyak yang berbicara dalam bahasa Hokkian atau mungkin Mandarin? Saya belum bisa membedakan antara keduanya walau dulu sudah sempat les bahasa Mandarin. Tapi dari beberapa kata yang mereka ucapkan saya dapat mengerti. Itulah indahnya Indonesia, kita mempunyai suku, budaya dan bahasa yang membuat suasana berbangsa terasa dinamis dan semarak.  
Pantai Pasir Putih, Jebus

Udara sangat cerah ketika pesawat kami take off. Setelah antri menunggu giliran terbang karena banyak sekali pesawat yang datang dan pergi dari bandara Soeta sekitar jam 0.7.10 pesawat kami mulai menembus angkasa Cengkarang yang bersih dan cerah. Gumpalan-gumpalan awan di atas langit biru tampak begitu indah dan rancak menemani penerbangan saya menuju ke  Pangkal Pinang. Banyak penumpang yang becakap-cakap, ada anak-anak yang bermain dengan lucunya bersama orang tua mereka. Ada yang tidur memejamkan mata. 
Beberapa menit menjelang mendarat tampaklah pulang Bangka. Awalnya terlihat hijau tapi kemudian semakin ke dalam semakin terlihat warna kuning dan putih dari pasir bekas lahan tambang timah. Luasnya bermacam-macam, kira-kira 25% dari daratan sudah terkelupas. Diantara lahan tambang tampak pula lahan perkebunan sawit yang berjejer-jejer. Di sebelah timur tampak pantai pasir yang landai bewarna putih yang memanjang lurus. 

Pulau Bangka di Sebelah Timur

Melihat kerusakan alam akibat aktifitas penambangan membuat hati ini lirih. Begitu luas tanah menganga, terkelupas dibiarkan begitu saja. Kenapa tidak diratakan atau ditanami dengan pohon-pohon? Menurut pak Juanda sang driver yang mengantar saya, mereka tidak menanam pohon karena percuma saja karena lahan itu masih akan digarap oleh rakyat untuk tambang dan tanamannya dicabut. Is it true?
Kerusakan lingkungan akibat pertambangan

Bangka berpenduduk sebanyak lebih kurang 260 ribu jiwa. Sebagian besar mereka adalah petani dan petambang serta pegawai negeri dan karyawan swasta. Yang menarik bahwa penduduk Bangka terdiri dari berbagai suku dan asal. Yang terbanyak adalah suku Melayu yang telah mendiami pulau ini sejak berabad. Bahasa mereka mirip dengan bahasa Melayu yang digunakan oleh orang Malaysia. Anda pernah menonton film Laskar Pelangi kan? yah seperti itulah lebih kurang dialek yang mereka gunakan. Etnis lain cukup besar adalah keturunan Tionghoa. Mereka sebagian besar berasal dari para penambang timah yang didatangkan oleh Belanda beberapa abad lalu. Yang menarik adalah rumah mereka tidaklah terlalu mencolok seperti rumah-rumah di kampung China di tempat lain. Mereka hidup membaur dengan penduduk lokal. Namun sebagai penganut Buddha ataupun Kong Hucu mereka mempunyai kelenteng. Hampir di setiap desa yang ada  warga Tionghoa  terdapak kelenteng kecil, seukuran mushola bagi umat Islam. Ini sangat menarik karena biasanya Kelentang dalam ukuran cukup besar.

Klenting Kecil di Kampung


Suasana kota Pangkal Pinang

Putera terbaik bangsa asal Bangka juga banyak yang berprestasi di tingkat nasional, salah satunya adalah Antasari Azhar mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sekarang sedang mengalami musibah karena dituduh sebagai pelaku kriminal. Orang Bangka tidak pernah percaya bahwa Antasi telah melakukan perbuatan sehina itu. Mereka yakin bahwa beliau adalah korban dari konspirasi politik. Mereka yakin satu saat kebenaran akan terkuak.
Saya juga punya sahabat putera Bangka yang sukses, namanya Jacob Kosasih. Beliau ini sangat sukses di bidang asuransi. Pernah menjadi President Director salah satu perusahaan asuransi swasta nasional yang sangat besar. Kemudian pernah pula menjadi President Director perusahaan broker asuransi yang pernah terbesar di Indonesia. Pernah bekerja di perusahaan reinsurance asal Eropah di Singapura.

Pelabuhan Penganak
Pak A sahabat saya adalah salah seorang pengusaha tambang terkaya di Bangka. Saya belum lama mengenal beliau. Seorang sahabat lama saya yang memperkenalkan kepada beliau. Beliau adalah sahabat saya sewaktu beliau masih bekerja di TIFA Finance. Sekarang beliau menjalankan usaha sendiri di Lampung. Satu hari sekitar 3 bulan lalu saya menerima SMS dari beliau yang mengatakan bahwa mantan klien beliau di Bangka membeli kapal baru dan perlu asuransi. Beliau memberikan nomor hpnya dan saya berkenalan langsung dengan pak A. Wah, begitu indahnya persahabatan ini. Saya sebetulnya tidak mengenai pak H secara pribadi. Kami hanya kenal secara bisnis dimana beberapa klien beliau ada yang diasuransikan melalui kami karena kami mempunyai kerjasama dengan TIFA. Tapi rupanya pak H mempunyai image yang baik tentang saya bahwa saya adalah orang tepat untuk urusan asuransi. Terima kasih banyak pak H, saya doakan semoga usaha bapak di Lampung sukses, amiin.

Setelah saya kirim sms ke pak A, beliau membalasnya beberapa hari kemudian dan kami akhirnya bisa bicara melalui telepon. Saya mendapat penjelasan dari beliau tentang kapal baru yang akan beliau beli, type dan harganya. Kemudian pertemuan kami lanjutkan lagi ketika beliau datang ke Jakarta. Pertama sekitar 1 bulan lalu kami bertemu di hotel Mulia Jakarta sambil makan siang. 2 minggu kemudian kami bertemu kembali di Senayan City sambil ngupi-ngupi di Starbucks. Sejak itu hubugan kami semakin dekat. Beliau juga meminta saya juga untuk mencarikan bank yang mau berinvestasi di kapal. Sebagian besar sekarang para pemilik kapal menggunakan uang sendiri untuk membeli kapal.

Saya mendarat di bandara Dipati Amir, Bandar udara Pangkal Pinang pukul 8.30 pagi. Udara pagi nan sejuk dan lembut menyambut saya. Sekilas bentuk bandara ini sama dengan bandara Selaparang di Ampenan, Mataram pulau Lombok. Bangunan terminal bentuknya sederhana dan tidak terlalu besar tapi landasan pacunya cukup panjang dan lebar bisa didarati oleh pesawat berbadan lebar. Keluar dari Bandara saya sudah ditunggu oleh pak Juanda karyawan dari dari pak A. Dengan ragu-ragu dia mamanggil nama saya ketika saya sampai di teras bandara. Kami bersalaman dan saya dituntun menuju kendaraan yang diparkir di halaman bandara. Sebuah Toyota Fortuner tahun 2010 sudah menanti untuk mengantar saya ke lokasi survey di Jebus sekitar 100 km sebelah barat dari pulau Bangka.

Ketika kami ke luar membelah kota Pangkal Pinang saya melihat betapa pesatnya perkembangan kota ini. Sepanjang jalan utama saya melihat begitu banyak bangunan show room mobil, kantor bank dan tak kurang pula kantor cabang asuransi. Pertokoannya juga megah dan bagus. Dari jauh terlihat hotel NOVOTEL yang megah dan bertingkat tinggi, mungkin sekitar 10-12 lantai. Hotel ini sepertinya sangat baru.
Toyota Fortuner yang mengantar saya selama di Bangka

Di jalanan saya banyak melihat berbagai merek mobil kelas atas terutama Toyota Fortuner, Nissan Xtrail, Honda CRV. Umumnya dengan type SUV. Di kiri kanan saya banyak pula melihat warung nasi Masakan Padang. Ini memang salah satu yang selalu saya perhatikan setiap berkunjung ke kota-kota lain. Ada Cindo Mato, Sianok, dan banyak lainnya. Bahkan di kota kecamatan di bagian dalam dalam kota Bangkapun saya melihat begitu banyak restoran Padang. Saya focus dengan warung nasi Padang karena pertama itu makanan paforit saya karena enak dan halal serta harga terjangkau. Kedua menandakan bahwa di kota itu banyak saudara saya sesama rang Minang he he he.
Kondisi Jalan Tanah menuju tambang
Kondisi jalan-jalan di Bangka bagus dan kwalitasnya terjaga. Jalan propinsi dari Pangkal Pinang menuju kearah ke Muntok kondisinya bagus dan tidak banyak rusak. Di beberapa seksi saya melihat sedang dalam perluasan dan pengaspalan. Jalannya tidak terlalu lebar tapi cukup untuk berpapasan. Karena jalannya relatif sepi kendaraan bisa dipacu dengan kecepatan 80-100 km/jam. Mungkin karena sepi, cenderung orang memacu kecepatan mobil habis-habisan. Sore tadi dalam perjalanan pulang saya menyaksikan sendiri tabrakan dahsyat antara Honda RCV dengan Ford Pick Up yang menyebabkan kedua mobil rusak parah. CRV terhempas ke jurang dengan kepala dan body rusak berat. Ford terkulai ke kanan jalan nyaris terbalik. Hari sebelumnya terjadi pula laga kambing antara dua pengendara motor tak jauh dari sana, kedua pengendara meninggal dunia. Melihat kondisi seperti mengerikan juga tingkat keselamatan di Bangka. Maklum, jumlah kendaraan bertambah begitu cepat tapi kwalitas pengemudi tidak meningkat dan cenderung ugal-ugalan.
Setelah menempuh perjalanan hampir 2 jam sampailah saya di Jebus di pantai barat pulau Bangka. Di sana saya sudah ditunggu oleh pak A sahabat saya. Setelah berbasa-basi kami langsung menuju pelabuhan Penganak,  jetty tempat kami naik kapal suppy milik pak A yang akan mengantar kami ke sebuah  pinggir pantai berjarak 1 jam dari jetty itu. Konstruksi jetty sudah cukup tua, besi-besinya sudah mulai keropos tapi masih kuat.  Di sekitar jetty ada beberapa kapal keruk yang sedang diperbaiki. Rata-rata sebulan sekali kapal keruk yang jumlah sekitar 40 buah akan melepas sauh di sini untuk melakukan perbaikan. Kapal suppy itu masih baru,. Pada saat saya berjalan di atas jetty tiba-tiba ada yang  menawarkan jasa “pak tasnya biar saya saja yang membawakan” saya melihat kearah orang itu ternyata dia adalah ABK kapal pak A. Setelah naik ke kapal saya duduk di salah satu pinggirnya, kapal itu kapal besi khusus untuk mengangkut semua keperluan  kapal yang senantiasa berada di tengah laut sekaligus untuk mengangkut timah yang sudah berhasil ditambang. Setelah kapal berjalan saya mulai berbincang dengan ABK yang tadi menawarkan jasanya kepada saya. Setelah lama baru saya paham bahwa “kawan” ini orang Thailand asli namanya Muhammad Samsudin. Dia berasal dari propinsi Yala di sebelah selatan Thailand. Menurut Sam, orang Thailand yang berada di propinsi Yala, Pathani, Narathiwat dan Phuket sebagian besar mereka menggunakan bahasa Melayu karena memang mereka aslinya adalah orang Melayu yang kemudian dijajah oleh kerajaan Siam. Khusus untuk Sam dia fasih berbahasa Indonesia dan juga diealek Jawa karena dia dulu kuliah di Yogya. Pekerjaannya di kapal itu adalah sebagai penerjemah karena semua crew yang lain adalah oleh Thailand asli yang tidak bisa berbahasa Indonesia sama sekali. 

Muhammad Syamsudin, Penerjemah Asal Yala, Thailand
Perlahan-lahan kapal mulai meninggalkan jetty. Di bawah terlihat air  laut berwarna hijau muda yang begitu jernih dan bersih. Semakin ke tengah warnanya berubah menjadi biru. Tidak ada sampah dan kotoran di laut Bangka. Ini berbeda dengan pantai Ancol, Carita, Kuta atau pantai Padang yang banyak sekali sampahnya. 
Dari tengah laut terlihat pantai Bangka Barat yang begitu indah. Pasir putih memanjang membatasi laut dan hutan-hutan alami berwarna hijau memagari pasir putih itu. Sungguh sangat indah pemandangan di pantai Bangka Barat. 
Kapal Keruk Sedang Beroperasi
Banyak orang yang mempersoalkan kegiatan pengerukan timah di laut Bangka dituding sebagai  penyebab kerusakan alam, hilangnya potensi pariwisata serta berkurangnya hasil tangkapan nelayan. Tudingan  itu tidaklah tepat. Keindahaan alam pantai Bangka Barat tetap terjaga. Penghasilan nelayan juga tidak terganggu karena kegiatan penambangan tidak menimbulkan polusi.
Menambang dengan menggunakan kapal keruk tidak menyebabkan air laut menjadi keruh karena yang dihisap adalah pasir dan batuan di lokasi kapal. Radius kegiatan kapal hanya sekitar 100 m2. Begitu kegiatan penyedotan pasir dilakukan, semua batu dan pasir kembali mengendap ke dasar laut dan tidak hanyut ke lokasi lain karena berat jenis sangat tinggi. Kalau terjadi kerusakan terumbu karang itu memang terjadi, tapi karena area penambangan tidaklah terlalu luas maka kerusakan masih dalam batas yang wajar.
Pelabuhan Penganak
Perjalanan di atas kapal terbuka seperti itu merupakan pengalaman pertama bagi saya. Saya harus berhati-hati karena kapalnya tidak punya dinding sehingga bisa saja saya jatuh ke laut kalau kapal oleng. Perjalanan yang sangat menyenangkan. Kapal yang dikemudikan oleh ABK Thailand membelah laut yang begitu tenang melewati kapal-kapal keruk yang sedang bekerja. Beberapa kali kapal berpapasan dengan perahu nelayan. Sekali-sekali datang semburan air laut yang memecah buritan kapal sehingga tubuh saya menjadi basah-kuyup. Sinar matahari siang tidak begitu terasa menyengat karena diterpa angin laut yang sejuk. Tak puas-puasnya saya memandangi laut dan pantai yang semakin jauh kami tinggalkan. Kira-kira 1 jam perjalan waktu sudah menunjukkan jam 1 siang sampailah kami di lokasi kapal belabuh dengan sauhnya. Di pinggir pantai yang sangat tenang.
Kapalnya sangat besar, itulah kapal keruk terbesar yang pernah ada di Bangka. Di buat secara khusus di Thailand dan baru datang 2 minggu lalu. Panjangnya hampir 100 meter dengan lebar sekitar 40 meter. Diawaki oleh sekitar 30 orang yang sebagian besar adalah orang Thailand. Mereka sebagian besar adalah pekerja yang membangun kapal itu dengan demikian mereka lebih paham mengendalikannya. Dalam keadaan normal kapal ini bisa menghasilkan sekitar 50 ton timah perminggu. Luar biasa.
Birunya laut dan putihnya pantai Bangka
Setelah melakukan survey dan menambil foto-foto dengan mengitari kapal, melihat struktur, mesin-mesin serta masuk ke ruang nahkhoda dalam waktu 1 jam saya sudah selesai. Setelah itu saya bersama pak A berlayar ke pinggir pantai naik perahu kecil. Sampai di pantai yang tidak ada jettynya agar tidak basah saya diturun digendong oleh ABK Thailand. Setelah menunjukkan salam gaya Thailand (cara Budha kali ya...) dengan menyusun dua jari tangan, mengakatkanya ke wajah sambil menundukkan kepala. Saya ucapkan terima kasih.

Perjalanan pulang kembali ke Bandara saya tempuh dalam waktu 2 jam. Saya kembali diantar oleh karyawan pak A naik mobil Toyota Fortuner warna hitam. Ah, mobil ini memang sangat cocok untuk medan seperti ini. Dia begitu lincah melawati jalan-jalan yang tidak rata, jalan tanah, lubang, serta tanjakan tajam. Goncangannya tidak begitu terasa dan duduk tetap nyaman walau berjam-jam di dalam perjalanan.So, jadi kepengen punya juga mobil kayak gini...

Jam 4.30 saya sampai di bandara Dipati Amir untuk kembali ke Jakarta naik Sriwijaya Air, pesawat terakhir dari Pangkal Pinang untuk hari itu. Pesawat seharusnya berangkat jam 17.45 tapi ditunda jadi jam 18.45. Bagi saya itu bagus, karena saya masih berkesempatan untuk menikmati buka puasa dan sholat magrib di bandara. Jam 19.45 sampailah saya di Jakarta dan telah ditunggu oleh my wife and my son yang sengaja menjemput saya. Perjalanan singkat yang sangat menyenangkan. Semoga Allah SWT memberkahi perjalanan ini dan semoga menjadikan ini sebagai langkah bagi kami untuk mempunyai lebih banyak nasabah di Bangka. Amin.

Bangka punya potensi ekonomi yang begitu besar. Pertama adalah timah yang hampir terdapat seluruh daratan dan lautan. Inilah yang sekarang membuat ekonomi pulau ini begitu maju. Bangka juga punya lahan yang luas untuk perkebunan sawit. Ratusan ribu hektar kebun sawit saat ini sudah siap panen. Dan sejak dari dulu terkenal adalah  sebagai penghasil lada. Inilah salah satu andalan ekonomi rakyat Bangka.
Bangka juga punya potensi pariwisata yang bagus, pantainya begitu indah dan bersih. Di Sungai Liat sudah ada hotel dan pusat pariwisata berstandard internasional. Tempat berlibur yang menyenangkan. Apalagi letaknya sangat dekat dengan Jakarta. Cukup satu jam penerbangan dengan harga tiket yang sangat terjangkau. Saya pulang pergi hanya menghabiskan Rp. 650,000. Pada saat saya di sana ada rombongan touring moter gede (GEDE). Rasanya sangat mengasikkan mengililingi pulau ini dengan MOGE.
Cobalah rencanakan wisata ke Bangka, saya yakin sangat menyenangkan.

Informasi ini dipersembahkan oleh:

lngrisk.co.id


Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: