Beberapa bulan lalu saya berbicang-bincang dengan seorang rekan saya, beliau pengusaha beberapa bisnis. Salah satu bisnis beliau saat ini adalah pemegang franchise dan pengelola dari 3 buah resotoran Simpang Raya di Jl. Mataraman Raya, Ancol Jakarta dan di Balikpapan. Beliau saudara dari klien saya pengusaha kapal dan forwarder.
Ternyata beliau ini dulunya pernah bekerja di industri asuransi juga selama beberapa tahun sebelum memutuskan ke luar dan memulai bisnis sendiri. Banyak juga saudara-saudara beliau yang bekerja di industri asuransi yang saya juga mengenal mereka dengan baik antara lain ex Tugu Pratama yang sekarang menetap di Luar Negeri, kemudian ada yang lama bekerja di broker dan sekarang bekerja di perusahaan reinsurance broker dan bermarkas di Singapura.
“Fik, saya sudah bicarakan ide Taufik itu dengan saudara saya, you kenal kan?” Tanyanya. Saya jawab ya kenal, walau saya tidak begitu kenal dekat karena kami sering sebagai competitor atau saingan. Lanjut beliau, "tapi dia tidak begitu tertarik, dia masih senang bekerja, dan sekarang malah dia bekerja di Singapura, dia tidak mau ambil resiko, dia bukan Risk Taker”. Waktu itu saya menawarkan kerjasama untuk menjadi investor di L&G sekalian mengajak teman-teman yang lain.
Saya tertarik dengan istilah Risk Taker yang dikatakan rekan itu. Memang menjalankan bisnis itu adalah menghadapi resiko. Resiko bisnis itu ada dua, gagal atau berhasil. Tapi untuk berhasil harus melalui proses yang mirip-mirip gagal itu. Bahkan harus gagal dulu baru bisa berhasil. Pak Tung Dasem Waringin seorang motivator terkenal mengatakan bahwa ”di dalam bisnis tidak ada kata gagal, yang ada hanya berhasil atau belajar”
Hampir tidak mungkin sebuah bisnis tidak melalui proses gagal. Gagal itu perlu dirasakan agar kita bisa mengambil pelajaran dari kegagalan itu. Dari situ kita bisa melangkah lagi dengan perbaikan dan perubahan setelah mengambil pelajaran dari kegagalan itu. Kegagalan itu memang berat dan menyakitkan, pahit dan hitam pekat tapi harus dirasakan dan dilalui karena sukses berada di balik kegagalan itu. Jarak antara gagal dan sukses sangatlah tipis. Hari ini gagal, besok sukses, bulan ini gagal bulan depan sukses, tahun ini gagal tahun depan sukses.
Allah SWT berfirman di dalam surat Al-Insyirah ayat 6-7 ”sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, apabila engkau sudah selesai dengan satu urusan, tetaplah bekerja keras”. Allah tuhan yang Maha Kuasa sendiri yang mengatakan dan menjamin bahwa di balik kesulitan itu ada kemudahan/keberhasilan. Jadi kalau hari ini kita gagal maka berharap besok Allah akan ganti dengan keberhasilan. Tidak ada kata menyerah apalagi berputus asa.
Keberhasilan bisnis hanya bagi mereka yang berani mengambil resiko untuk gagal. Karena keberhasilan dan kegagalan itu bersifat ghaib dan belum terlihat pada awalnya tapi dapat dirasakan dan diperkirakan. Pengusaha adalah orang yang percaya pada yang ghaib, dan mereka termasuk orang-orang yang beriman sesuai dengan firman Allah di dalam surat Al Baqarah ayat 3 ”yaitu mereka yang berpacaya pada yang ghaib, yang mendirikan sholat, dan membayarkan zakat”.
Menjadi Risk Taker termasuk sunatullah, bahwa kita perlu mengambil resiko untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Sepanjang kita sudah melakukan persiapan dengan baik, mempunyai cara pandang yang benar, mempunayi perhitungan yang terbaik serta dengan niat yang baik pula, apapun resiko yang diambil insya Allah akan menghasilkan yang terbaik walau ditengah jalan akan menemui resiko. Bangkit dari kegagalan dan maju terus sampai berhasil.
0 comments:
Post a Comment