Saat ini suasana hubungan Indonesia dengan Malayasia kembali hangat dan cenderung menjadi semakin panas. Banyak hal sebagai pemicu, mulai dari iklan Visit Malaysia di saluRan tv Discovery yang memuat tari Pendet kebanggaan Indonesia khususnya orang Bali menjadi daya tarik pariwisata Malaysia. Masalah lain adalah semakin agresifnya tentara laut Malaysia di perairan Ambalat yang sudah sejak beberapa tahun terakhir ini menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia. Tadi pagi saya sempat menonton di salah satu stasiun TV Indonesia pembicaraan mengenai hal-hal yang terbaru yang menjadi bahan perselisihan baru dengan pengakuan pihak operator pariwisata Malaysia yang memasukkan salah satu pulau Indonesia yang terletak di Selat Malaka sebagai bagian dari program wisata Malaysia.
Kalau ditengok ke belakang masih banyak lagi masalah yang menjadi gangguan dalam hubungan baik antara Indonesia dan Malaysia. Rasanya kalau dillihat satu persatu hal-hal seperti itu mestinya tidak perlu terjadi dan tidak perlu menjadi masalah besar yang memancing emosi bangsa. Tapi ditengah kebebasan informasi saat ini khususnya di Indonesia membuat hal yang kecil dalam seketika bisa menyebar ke keseluruh masyarakat sehingga bisa memancing emosi.
Di lain pihak sebenarnya banyak hal-hal yang positif di dalam hubungan Indonesia dan Malaysia hingga saat ini. Indonesia menempatkan jutaan orang tenaga kerja sebagai TKI dan TKW. Belum lagi pekerja informal yang sudah tinggal bertahun-tahun dan bahkan sudah memiliki KTP Malaysia. Di lain pihak Malaysia juga mempunyai banyak investasi di Indonesia mulai dari kelapa sawit, industri, property, perbankan, asuransi, keuangan, perminyakan dan lain-lain. Jadi sebenarnya banyak sekali hal positif yang sudah terwujud yang perlu dijaga dan dikembangkan.
Saya mempunyai hubungan batin yang cukup kuat dengan Malaysia. Sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di ranah Minang persisnya di Payakumbuh yang terletak di tengah-tengah Sumatera dan agak ke timur sehingga lebih dekat ke wilayah Malaysia. Waktu saya kecil di tahun 70an tidak banyak alat informasi tersedia dan radio adalah satu-satunya sumber informasi yang terbaik saat itu, tapi jumlah pemancarnya sangat terbatas. Di tempat kami hanya bisa menangkan siaran dari RRI Padang dan RRI Pekanbaru dan sisanya adalah dari Radio Malaysia. Kwalitas penerimaan radio Malaysia sangat baik sehingga banyak warga yang lebih sering mendengarkan siaran radio Malaysia, cukup banyak stasion radio Malaysia yang dapat ditangkap di tempat kami. Karena sering mendengarkan siaran radio Malaysia maka banyak juga pengaruhnya bagi kami para pendengar baik secara budaya maupun bahasa. Radio kesukaan kami bersama teman-teman adalah Radio Malaysia siaran bahasa Indonesia yang disiarkan dari Angkasa Puri Kuala Lumpur. Banyak acara kesukaan kami mulai dari lagu-lagu dari penyanyi terkenal Malaysia saat itu seperti Syarifah Aini, Anita Serawak, Ahmad Jais dan lain-lain. Dan siaran yang paling kami tunggu-tunggu adalah laporan pandangan mata pertandingan sepak bola Mardeka Games setiap tahun. Apalagi kalau tim Indonesia melawan Malaysia. Kami sampai hapal nama-nama pemain tim Malaysia saat itu seperti Santok Singh, Sou Chin Aun, Muchtar Dahri dan banyak lagi yang lain walau kami tidak pernah melihat sosok mereka. Sementara ibu-ibu lebih senang mengikuti seri sandiwara radio yang membuat mereka menangis tersedu-sedu.
Saya pribadi juga mengenal Malaysia dari salah orang teman ibu dari desa tetangga yang bersuamikan orang Malaysia keturunan Minang. Beliau secara berkala sering pulang ke kampong melihat anak-anak beliau yang masih kecil-kecil. Belakangan saya tahu sekarang hampir semua anak beliau sudah tinggal dan menjadi warga Malaysia.
Pada tahun 80an ketika ekonomi Malaysia mulai bangkit, banyak teman-teman ketika kecil saya yang merantau ke Malaysia. Setelah mereka gagal melanjutkan sekolah di usia sekitar 15 tahun mereka berangkat ke Malaysia. Awalnya mereka menuju ke tempat salah seorang warga desa kami yang sudah menetap lebih dulu di Kuala Lumpur. Selanjutnya mungkin ratusan anak muda dari desa kami datang dan mengadu nasib di Malaysia. Demikian juga dari desa tetangga kami. Mungkin yang terbanyak adalah dari desa Suayan yang menurut teman-teman mereka sampai bisa membangun kampung kecil di Malyasia.
Pada awal tahun 90an saya mempunyai 3 orang rekan kerja asal Malaysia pertama Tom Tan, David Cheah dan Sonny Cheah. Mereka sekaligus guru saya khususnya di dalam asuransi. Hingga saat ini hubungan saya dengan ketiga sahabat ini tetap baik. David Cheah sekarang menjadi boss salah satu perusahaan asuransi terbesar di Malaysia. Pertengahan tahun 90an saya ke Malaysia dan bertemu David di KL dan diajak makan malam di restoran exclusive Royal Selangor. Tom Tan dan Sonny Cheah hingga saat ini masih bekerja di Jakarta.
Selanjutnya pada tahun 1996 saya kembali terlibat bekerjasama dengan teman-teman dari Malaysia. Berdasarkan dorongan dari teman-teman itu kami mendirikan perusahaan PT VISI Bersama Serantau sebuah perusahaan broker asuransi. Teman-teman itu adalah para pendiri kerjasama bisnis Indonesia dan Malaysia saat itu yang diprakarsai oleh Anwar Ibrahim dan BJ Habibie yang melahirkan FOKUS (Forum Kerjasama Usaha Serantau) yang terdiri dari pengusaha puak Melayu. Kata VISI saya ambil dari VISI 2020 Malaysia dengan Serantau lambang orang Melayu. Perusahaan ini masih ada sampai saat ini.
Sekarang saya masih tetap membangun kerjasama dengan perusahaan asuransi asal Malaysia, Malaysia Assurance Alliance Bhd atau MAA. Saya menjadi salah satu agen dari MAA dan hubungan kami cukup dekat dengan jajaran direksi dan juga rekan-rekan lain disana. Di samping itu saya juga mempunyai hubungan historis dan terus berlanjut dengan asuransi TAKAFUL perusahaan asuransi yang juga lahir berkat kerjasama FOKUS itu yang mana sebagian sahamnya dimiliki oleh Malaysia.
Saya melihat suasana hubungan Indonesia-Malaysia saat ini adalah riak dan gelombang kecil yang tidak akan mempengaruhi hubungan baik yang sudah ada. Percikan yang terjadi hanya sekedar ungkapan ketidak senangan beberapa orang yang tidak akan menggoyahkan persaudaraaan. Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi antara Indonesia dan Malaysia tapi juga antara India dan Pakistan bangsa yang dulu satu sekarang menjadi dua atau seperti Korea Utara dan Korea Selatan dan banyak lagi yang lain.
Beberapa hari lalu saya lewat di depan Penang Bistro Jl. Kb. Sirih dan Malay Village di Citos kedua restoran tetap ramai dikunjungi oleh orang Jakarta. Begitu juga dengan asuransi MAA semua orang tetap membeli asuransi MAA.
Saya berharap setiap orang Indonesia maupun Malaysia agar saling menghormati, saling menjaga perusaan dan tidak mudah melakukan hal-hal yang sensitif yang dapat memancing emosi yang lain. Di satu pihak Malaysia sekarang muncul sebagai bangsa yang maju dan moderen sementara Indonesia juga sedang menuju ke arah yang sama bahkan mungkin menjadi bangsa yang lebih kuat seperti negara besar lainnya India dan China. Orang sudah mulai menyebut istillah CHINDINESIA sebagai salah satu kekuatan ekonomi di dunia.
0 comments:
Post a Comment