Masa kritis tiga bulan pertama bisa dilewati,
sehingga memasuki tahun 2007 optimisme saya memuncak.
Pertanda baik bahwa bisnis akan dapat berjalan seperti yang diharapkan. Setiap
bulan ada saja nasabah baru yang
berhasil didapat.
Pendapatan komisi juga semakin meningkat.
Pergerakan bisnis semakin pesat. Keyakinan diri semakin kuat, dalam jangka waktu dua tahun ke depan akan mempunyai
perusahaan broker asuransi sendiri. Peralatan kantor, karyawan dan kendaraan semakin
dilengkapi. Satu-satunya masalah yang dihadapi adalah cash flow. Bukan
bisnisnya kurang akan tetapi pemasukan
dana dari hasil komisi yang sering tersendat. Rupanya inilah kelemahan dari
status sebagai agent asuransi. Komisi harus menunggu pembayaran dari perusahaan
asuransi karena premi dibayar langsung oleh nasabah ke perusahaan asuransi. Beda
dengan broker, dimana komisi dapat dipotong langsung sementara pembayaran
kepada perusahaan asuransi dalam bentuk net setelah dipotong
komisi. Kadang komisi dibayarkan oleh perusahaan asuransi sampai berbulan-bulan
setelah tertanggung membayar. Mungkin ini hanya berlaku di perusaaan asuransi
yang saya ageni yaitu MAA. Itupun dibayar setelah saya
beberapa kali menghadap manajer keuangan atau setelah “mengemis-ngemis” kepada
bagian keuangan. Yang lebih parah lagi kalau transaksi dalam
bentuk US dollar, nilai tukarnya yang digunakan adalah kurs beli yang jauh lebih
rendah. Untuk mengatasi masalah cash flow ini saya terpaksa meminjam dana.
Untung ada sahabat baik Freddy Pieloor Direktur ANTARA Insurance Brokers yang
bersedia meminjamkan dana untuk tiga bulan operasional. Lumayan, dengan dana
pinjaman ini saya bisa meningkatkan aktifitas. Tapi karena dana yang masuk
tidak stabil, waktu pengembalian dana tersebut molor. Akibatnya saya menggangu
cash flow Freddy. Dia sudah punya target bahwa sebagian dari dana yang pinjam itu
adalah untuk penerbitan perdana buku karyanya yang menjadi best seller “Jangan
Beli Unit Link”. Peluncuran buku ini sempat tertunda sampai saya mampu melunasi
hutang saya.
Masalah lain yang saya hadapi sebagai seorang
agen asuransi adalah keterbatasan perusahaan
asuransi yang saya ageni menerima
atau mengaksep bisnis yang saya bawa. Sering bisnis saya ditolak sehingga saya
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan komisi. Karena saya tidak bisa memenuhi permintaan nasabah akibatnya mereka mencari
perusaaan asuransi lain. Kadang tariff premi dan isi jaminan yang diberikan
oleh MAA kurang kompetitif, akibatnya saya
kehilangan bisnis. Saya tidak bisa beragumentasi banyak dengan pihak
underwriting MAA yang mementukan luas jaminan yang
diberikan, “bapak kan agen kami, bapak harus mengikuti
terms and condition dari kami ” kata mereka ketika saya bernegosiasi. Wah,
ternyata memang tidak nyaman hidup sebagai agen asuransi apalagi bagi mereka
yang sudah pernah merasakan keleluasaan sebagai broker
asuransi. Kalau saya hanya mengandalkan dukungan dari satu perusahaan asuransi
seperti ini saya akan sulit berkembang. Akhirnya saya menemukan ide bagus. Saya
harus mendapatkan dukungan dari perusahaan asuransi lain.
Tidak hanya bergantung kepada satu perusahaan asuransi. Tapi ada peraturan pemerintah hanya membatasi bahwa agent hanya boleh mewakili
satu perusahaan asuransi. Solusinya, saya mendaftarkan karyawan, isteri dan
adik-adik saya menjadi agen di perusahaan asuransi lain. Dengan demikian saya
mempunyai banyak alternatif penawaran. Kami bekerja sama. Seluruh komisi kami
kumpulkan, kemudian baru kami gunakan sebagai dana operasional. Setelah itu
perkembangan bisnis kami semakin cepat.
Selama tahun pertama itu penghasilan saya sudah
melebihi dari gaji saya terakhir di VBS. Tapi di luar itu saya
mendapatkan hal lain yang jauh lebih baik. Saya bisa bekerja di rumah, mengatur
waktu sendiri, tidak ada orang lain yang perlu saya pertimbangkan perasaannya. Saya
juga bisa memperkenalkan anak saya yang waktu itu
masih berusia sepuluh tahun kepada dunia bisnis. Setiap pulang sekolah dia
bergabung di kantor membantu mengirimkan fax, memasukkan file dan lain-lain.
Untuk meningkatkan semangatnya saya beri dia gaji lima ribu rupiah perhari. Dia
sangat senang. Ini pelajaran penting bagi dia. Pelajaran seperti inilah yang dulu pernah saya dapatkan
dari kedua orang tua saya. Saya membantu ibu menjualkan makanan dan kue-kue yang ibu buat ke warung-warung yang ada di
desa kami bahkan sampai ke desa tetangga. Setiap hari Ahad saya berjalan kaki
sejauh lima kilo ke sebelah barat dan lima kilo pula ke sebelah timur.
Sementara dari ayah saya belajar mengelola, mengawasi dan mengembangkan bisnis. Bahkan ayah tidak ragu-ragu mempercayakan
pengelolaan asset keluarga senilai sekitar lima belas juta rupiah kepada saya.
Kepercayaan ayah itu tidak saya sia-siakan. Saya berhasil mengembangkan asset
itu menjadi tiga kali lipat dalam jangka waktu lima tahun. Luar biasa bukan? Apalagi usia saya waktu itu masih sekitar sepuluh
tahun. Anda mungkin bertanya-tanya asset apa yang saya kelola itu? Pada saat
saya berusia tujuh tahun ayah membelikan saya seekor kerbau betina. Setiap hari
pulang sekolah saya menggembalakannya. Dalam waktu empat tahun kerbau itu sudah beranak dua kali, sehingga kerbau saya menjadi tiga… he he he.
Memasuki
tahun 2007 perasaan optimis semakin menggelora, tak sabar dan ingin segera mewujudkan perusahaan broker asuransi milik sendiri. Karyawan terus ditambah sehingga
garasi menjadi penuh sesak, tidak ada lagi tempat duduk untuk saya. Bagi saya
tidak masalah karena sebagian besar waktu saya saya habiskan di luar kantor.
Kemajuan ini sejalan pula dengan pertumbuhan ekonomi yang
mentereng sejak awal tahun 2008. Nasabah kami yang
sebagian besar adalah perusahaan pertambangan dan perkebunan mengalami
perkembangan pesat. Kebutuhan asuransi alat berat dan pengangkutan barang
meningkat tajam. Hampir setiap hari ada saja permintaan. Melihat perkembangan bagus ini saya memutuskan
untuk segera mengurus surat izin operasional sebagai broker. Saya mulai
mengurus pembuatan akte pendirian perusahaan. Saya bersama isteri menjadi
pemegang saham mayoritas sebanyak tujuh puluh lima persen. Dua puluh lima
persen dibagi kepada orang-orang yang telah membantu saya sejak dari awal. Ada
pak Herman Setiadi yang telah dengan penuh perhatian memperkenalkan kami ke
sahabat beliau dan akhirnya mereka menjadi nasabah kami. Kepada pak Irvan Rahardjo
yang telah memberikan dukungan moral dan perhatian agar saya bisa kembali
mengukir prestasi di industri broker asuransi. Sebagain lagi saham dimiliki
oleh Walimatul Hidayati (IIL) dan Yetti dua orang partner dan sekaligus
karyawan yang telah bekerja dengan penuh dedikasi untuk mewujudkan perusahaan
ini. Saya menjadi Direktur Utama sementara pak Herman dan pak Irvan menjadi
komisaris.
Salah satu nasehat dari pak Irvan adalah kami harus segera keluar dari
garasi. Sudah tidak layak perusahaan dengan potensi sebesar seperti kami terus
bertahan di ruang sempit seperti itu. Akhirnya pak Irvan mencari sendiri ruang
kantor yang layak buat kami. Beliau menelusuri jalan dari Bintara Jaya Sektor 1
sampai dengan Sektor 9 dan akhirnya beliau menemukan sebuah tempat yang cocok
dan harganya terjangkau. Letaknya di Bintaro Jaya Sektor 3 tidak jauh dari
lampu merah perempatan Bintaro Plaza. Ruangan kantornya merupakan paviliun dari
rumah tinggal yang sudah dirubah menjadi restoran. Berlantai dua, ruang di
lantai dua jauh lebih luas. Kami putuskan akan mulai menempati kantor baru ini
akhir Desember 2008.
Memasuki kwartal terakhir tahun 2008 kondisi bisnis berubah total. Dunia
dikagetkan oleh krisis ekonomi global. Eropah barat yang selema ini menjadi kiblat
dari ekonomi dunia guncang. Dalam sekejap hampir seluruh negara Eropah
tiba-tiba mengalami krisis ekonomi. Cadangan devisa, neraca perdagangan menjadi
negatif. Bahkan negara-negara Scandinivia yang tekenal sebagai surganya
penyimpanan uang tiba-tiba menjadi bangkrut. Pengangguran terjadi di setiap
negara. Apa penyebab dari semua ini? Bermula dari krisis ekonomi yang dialami
oleh Amerika Serikat akibat dari kegagalan sistem ekonomi mereka karena terlalu
banyak menggunakan subprime morgage atau penyaluran kredit dengan menganggunkan
jaminan yang sudah dijaminkan berkali-kali. Ketika jaminan itu dicairkan
ternyata nilainya sudah tidak ada. Akibatnya perusahaan investasi raksasa
menjadi kolaps. Sebagian besar perusahaan Eropah menaruh dana mereka di
perusahaan investasi itu. Akhirnya uang mereka menguap dalam sekejap. Negara
coba mengatasi masalah tersebut dengan memberikan pinjaman kepada bank-bank
swasta Eropah.
Dampaknya bagi Indonesia adalah terhalangnya eksport ke negera Eropah dan
Amerika. Tidak hanya ke negara itu tapi juga ke negara-negara lain yang
menjadikan Eropah dan Amerika sebagai tujuan eksport. Export batubara dan
produk lain ke China turun karena China juga mengurangi aktifitas
produksinya karena ekspor mereka juga terganggu. Akibatnya produksi batubara,
minyak kelapa sawit dan produk alam lainnya dari Indonesia menurun tajam.
Permintaan alat berat terhenti. Padahal itu adalah bisnis utama dari perusahaan
kami. Pengiriman barang antar pulau juga berkurang. Pendapatan perusahaan kami
turun sampai enampuluh persen dari sebelumnya. Disaat kami mulai
meningkatkan pengeluaran dengan menyewa kantor dan tambah karywan justru pada saat itu pula
pendapatan turun drastis. Bak pepatah lama “sekali merengkuh dayung pantang
surat ketepian”. Meski masa depan ekonomi tidak jalas kami tidak merubah
keputusan kami. Kami tetap pindah kantor pada akhir Desember 2008, apa pun yang
terjadi. Sambil berharap bahwa krisis tidak akan berlangsung lama. Awal Januari
2009 kami mengadakan selamatan kecil-kecilan atas pindah kantor ini. Kerabat
dan sahabat dekat kami undang diacara itu. Semoga berharap agar perusahaan kami
akan berkembang lebih cepat.
Ternyata krisis ekonomi berkepanjangan, hampir sepanjang tahun 2009 kondisi
bisnis tidak menentu akibatnya transaksi kami semakin menurun sementara pengeluaran semakin
tinggi. Wah ingin rasanya kembali ke garasi untuk menghemat biaya, tapi kami
bertahan. Sempat beberapa bulan karyawan kami tidak menerima gaji secara rutin. Kami
gajian setelah ada komisi masuk. Untuk mengecilkan biaya kantor, kami terpaksa
mengurangi luas ruangan menjadi setengahnya dan kami mengambil tempat di lantai
atas saja. Disinilah saya melihat betapa besarnya dedikasi dari rekan-rekan
bisnis dan karyawan. Mereka bertahan, mereka tetap berjuang meski kondisinya begitu
buruk. Untuk menutup biaya operasional kami kembali kami terpaksa meminjam uang
kepada beberapa orang dan salah satunya kembali kepada rekan saya Freddy
Pieloor.
Pada saat banjir bandang tiba, tidak hanya benda kecil saja yang hanyut
tapi semua yang berada di dekat aliran sungai diseret dan hanyut. Pada saat
krisis ekonomi besar terjadi, semua bisnis merasakan akibatnya. Demikian pula
dengan bisnis saya yang lain yaitu asuransi jiwa. Hampir sebagian besar nasabah
saya di asuransi jiwa juga mengalami masalah dengan pembayaran premi akibatnya
komisi dari asuransi jiwa juga menurun tajam. Padahal selama ini komisi dari
asuransi jiwa ini sangat membantu meringankan beban rumah tangga saya. Jadi
sudah jatuh tertimpa tangga pula. Beban dari kedua bisnis ini benar-benar telah
membebani saya. Secara finansial bebannya jauh lebih berat dari ketika saya didepak
dari VBS. Karena sekarang selain harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
saya juga harus memikirkan gaji karyawan dan membayar hutang-hutang ditambah
dengan bunganya.
0 comments:
Post a Comment