Ahli Pialang Asuransi Dari Desa - Akhir Babak Pertama

Setiap menjelang akhir tahun selalu diadakan rapat anggaran dan rencana kerja untuk tahun berikutya. Demikian juga di bulan Desember 2003, meski saya tidak diundang karena mungkin dianggap masih dalam masa cuti tapi sebagai direktur yang diangkat  melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)  saya merasa tetap bertanggung jawab untuk tugas yang satu ini. Karena rekan-rekan sesama direktur tidak ada yang memberi tahu, saya coba tanyakan melalui manajer. Akhirnya saya tahu bahwa rapat anggaran akan diadakan  di sebuah hotel sekitar jalan Casablanca. Tepat pada tanggal itu saya datang dengan status " uninvited director" direktur tak diundang. Saya sengaja datang pada sesi kedua di malam hari karena pada bagian itu penjelasan rencana anggaran dan rencana kerja tahun 2004. Begitu saya masuk semua peserta kaget. Betapa tidak, mereka sedang membahas rencana anggaran  dengan menggunakan bahan presentasi yang saya buat sebelumnya. Bentuk, angka dan strateginya sama bahkan titik-koma persis dan tidak ada yang dirubah. Karena saya lihat peserta jadi grogi dan kehilang konsentrasi saya tidak berlama-lama di ruangan itu. Saya pamit. Wah ternyata inilah salah satu penyebabnya saya tidak diundang ataupun tidak dimintai pendapat saya karena ia ingin mengcopy paste ide saya tanpa sepengetahuan saya. 
Business plan itu saya buat berdasarkan pengalaman, pengetahuan, visi, misi dan keyakinan saya. Belum tentu bisa dijalankan oleh orang lain. Oleh karena itu saya heran kenapa mereka menggunakannya untuk mereka. Atau kalau mereka yakin bahan presentasi itu bagus, sebaiknya mereka meminta saya yang menjelaskan kepada mereka. Atau kalau mereka memang hebat seharusnya mereka buat versi mereka sendiri.Yah, ini masalah integritas.

Menjelang akhir tahun 2003 saya datang ke kantor untuk berberes-beres. Mengambil barang pribadi saya. Sebelumnya sudah beberapa kali saya ditelepon untuk datang ke kantor untuk membereskan ruang saya. Mungkin mereka sudah ada rencana lain sehingga ruangan itu harus segera dikosongkan.
Kalau pada saat saya berberes-beres ketika meninggalkan IBS delapan tahun sebelumnya rasanya saya tidak diperlakukan seperti ini. Tidak ada batas waktu kapan saya harus mengangkat barang-barang saya. Bahkan saya bisa datang setiap saat kapanpun saya mau. Mereka tidak berburuk sangka walau saya terang-terangan berubah menjadi pesaing mereka. Kontras benar dengan perlakuan yang saya terima ketika saya meninggalkan perusahaan yang saya lahirkan dan saya besarkan itu. Apalagi saya juga bukan pindah ke perusahaan pesaing atau menjadi pesaing. Saya justru akan menjadi komisaris perusahaan. Saya dibiarkan membereskan barang-barang saya sendiri di ruangan sebesar itu bak seorang tukang cleaning service. Tidak ada yang membantu. Sebentar-sebentar teman saya menghampiri  sambil melihat-lihat ke kardus-kardus yang sudah saya siapkan mungkin untuk memastikan agar saya tidak membawa barang-barang yang bukan hak saya. Kalau saluran telepon dan email saya sudah lama diputus. Saya diperlakukan seperti orang buangan dari kampung yang saya bangun sendiri.  Itulah hari terakhir saya setelah delapan tahun berbakti di perusahaan itu. 

Selama tiga bulan, hampir tidak ada informasi yang saya terima dari kantor selama menunggu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Akhir bulan April 2004 saya menerima surat undangan untuk RUPS. Rapat diadakan di hotel Grand Mahakam di daerah Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Hampir seluruh pemegang saham hadir. Seperti tahun-tahun sebelumnya semua berharap laporan hasil usaha bagus atau bisa lebih bagus dari tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian akan ada deviden yang akan dibawa pulang.
Justru yang terjadi jauh meleset dari harapan. Walau hasil usaha masih untung tapi jumlahnya sangat sedikit dan akhirnya diputuskan bahwa untuk hasil usaha tahun 2003 perusahaan tidak membagi deviden. Inilah pertama kali dalam sejarah perusahaan itu selama tujuh tahun perusahaan tidak membagikan deviden. Hampir seluruh pemegang saham kecewa termasuk saya. Sebagian besar  pemegang adalah para pensiunan yang menjadikan deviden sebagai sumber penghasilan.Saya juga kecewa karena sebagai pensiunan baru saya berharap ada pendapatan tambahan setelah pensiun nanti.

Ada beberapa penyebab keuntungan perusahaan turun. Pertama karena perusahaan gagal mencapai pendapatan sebesar yang ditargetkan. Sementara biaya operasional sudah terlanjur dinaikkan secara signifikan. Pendapatan turun karena team pemasaran tidap bekerja secara efektif. Hal itu memang sudah saya tenggarai sejak dua tahun sebelumnya.  Perencanaan pemasaran yang tidak tepat, perekrutan karyawan yang tidak pas, organisasi team yang tidak benar. Tapi persoalan yang paling parah adalah di leadership atau kepemimpinan.  Secara lengkap sudah saya bahas di bagian sebelumnya.  

Masalah kedua adalah biaya operasional yang begitu tinggi.  Biaya gaji, biaya marketing dan entertainment meningkat tajam dari tahun sebelumnya. Peningkatan biaya ini tidak berdampak pada produktifitas.

Masalah ketiga adalah masalah investasi dana perusahaan. Ada dana lebih hasil usaha tahun sebelumnya atas inisiatif dari direktur utama dan direktur keuangan yang dinvestasikan melalui pihak ketiga. Investasi itu tidak berkaitan dengan bisnis perusahaan. Investasi di peternakan bebek di daerah Lumajang Jawa Timur. Mirip dengan invetasi di Qisar pada tahun-tahun itu. Jumlah dana yang dinvestasikan lumayan besar yaitu Rp. 150 juta rupiah.  Uang itu hilang total tidak satu senpun yang bisa kembali.  Saya pernah melacak ke Lumajang mengenai keberadaan investasi itu tapi saya tidak pernah bertemu dengan tempat usaha dan orang yang mengelola peternakan itu. Akhirnya dana itu dianggap hilang dan kerugiannya di bebankan kepda semua direksi termasuk saya yang tidak diajak bicara pada saat kebijaksanaan itu dibuat.

Permintaan saya untuk mengundurkan diri menjadi Direktur disetujui dengan begitu saja. Dan saya juga disetujui untuk menjadi komisaris. Mungkin saya saja yang punya fantasi dan harapan bahwa momen itu akan menjadi momen penting bagi perusahaan untuk saya karena sayalah yang paling lama di perusahaan itu. Saya sudah ada di dalam perusahaan itu sebelum perusahaan itu lahir. Saya pulalah yang mengambil resiko paling besar ketika saya rela meninggalkan jabatan Senior Manager di IBS untuk memulai sebuah bisnis yang belum tentu masa depannya.  Saya berfantasi bahwa akan ada semacam ucapkan terima kasih khusus dari anggota direksi dan komisaris serta pemegang saham yang lain atas perjuangan saya sejak menyusun proposal pendirian perusahaan sampai dengan masa-masa berbunga-bunga ketika setiap tahun perusahaan bisa memberikan deviden. Brian Dallamore saja, bekas boss saya di IBS ketika pada saat exit interview dengan tulus mengucapkan terima kasih.  Dia mengingat-ingat masa-masa indah kami ketika saya nyaris mengalahkan dia bermain tennis. Bahkan  dia berjanji akan mengajak saya main golf nanti walau saya sudah tidak di IBS lagi. Padalah awak ini di IBS apalah, hanya seorang pekerja saja. Mungkin itulah bedanya budaya kerja antara bangsa kita dengan dengan bangsa lain. 

lngrisk.co.id
Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: