Compansionate Capitalism

Hari ini saya punya perasaaan baru sebagai seorang pengusaha. Bermula dari hasil Breakfast Club meeting tadi pagi. Bahwa pekerjaan sebagai pengusaha tidaklah hanya mengejar keuntungan secara uang atau materi belaka. Pengusaha juga mempunyai tanggung jawab moral membina dan mensejahterakan karyawan dan semua stake holder yang berkaitan dengan bisnis. Perasaan saya ini mungkin juga sebagai lanjutan dari rasa takjub saya kepada pribadi salah seorang teman dan klien saya pak Husni pengusaha top dari Balikpapan. Beliau berprinsip bahwa dengan menjadi pengusaha kita juga menjadi pencipta lapangan kerja, membuka jalan kehidupan bagi puluhan, ratusan bahkan ribuan jiwa.

Saya teringat akan judul buku yang pernah saya baca pada awal tahun 2000 lalu, berjudul Compansionete Capitalism karangan Dick De Vos pendiri perusahaan AMWAY. Terjemahaan buku ke dalam bahasa Indonesia adalah Kapitalisme yang Berperikemanusiaan. Buku ini ditulis mungkin pada akhir tahun 80an atau awal 90an. Dick De Vos menuliskan betapa buruknya dampak konsep kapitalis bagi kesejahteraan manusia.  Dia menuliskan  kondisi para pekerja industri di Amerika. yang memprihatinkan. Tenaga mereka dieksploitasi, gaji mereka pas-pasan dan tidak mempunyai jaminan masa depan. Para pengusaha benar-benar hanya melihat keuntungan besar bagi diri mereka.
Salah satu hal yang menarik yang ditulis Dick adalah dia telah memperkirakan bahwa satu saat ekonomi Amerika akan hancur. Dan hal itu sudah terbukti! Dunia telah menyaksikan bagaimana kondisi ekonomi Amerika  berantakan 2 atau 3 tahun lalu. Perusahaan besar mereka hancur berkeping-keping. Hutang mereka miliaran dollar, dampaknya merusak sendi-sendi ekonomi negara Eropah dan negara industri Asia Jepang dan Korea. 

Dick mengkritik gaya hidup orang Amerika yang gemar berhutang termasuk credit card, gaya hidup buy now pay later plus interest. Mulai dari anak muda lulusan SMA sampai kakek-kakek dan nenek-nenek semua punya hutang credit card. Kalau ditotal semua hutang credit orang Amerika bisa melebihi hutang negara mereka. Ingat, semuanya itu dikenakan bunga yang sangat tinggi.


Di lain pihak para pengusaha (capitalist) selalu mengharapkan untung besar. Para CEO dan direktur perusahaan juga mengharapan gaji tinggi dan bonus besar. Untuk itu mereka harus menekan biaya dan salah satunya adalah dengan menekan gaji. Di lain pihak kalau perusahaan mengalami masalah keuangan maka penurunan biaya yang paling mudah adalah pemecatan karyawan.

Dick mengajak dan mengajarkan kepada pembacanya agar pengusaha  mempunyai "hati" dalam mencapai kesuksesan dan melindungi karyawan. Mengajarkan kepada semua orang agar menghindari gaya hidup konsumtif agar terhindar dari jerat hutang yang menyiksa diri. 

Sebagai pengusaha, adalah wajar jika kita mempunyai goal untuk memiliki kemewahan hidup. Rumah yang lebih bagus, kendaraan mewah, liburan ke luar negeri dan lain-lain. Namun kita boleh meraih semua itu setelah kita selesai memenuhi tugas kita mensejahteraan semua stake holder. Membayar semua kemewahan itu dengan uang sendiri bukan dengan uang hasil pinjaman. Kadang sering pengusaha lupa sehingga mereka membeli kemewahan dengan uang orang lain. Ada ungkapan yang mengatakan "they buy things that they do not need, with the money they do not have to attract peoples who do not care". Mereka membeli sesuatu yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, dengan uang yang sebenarnya mereka tidak punya untuk menarik perhatian orang yang sebenarnya tidak peduli.

Kebahagian pengusaha tidak melulu karena berhasil meraih keuntungan besar. Kadang kebahagian datang karena berhasil mengatasi masalah besar sehingga perusahaan terselamatkan. Ketika perusahaan bisa mengurangi hutang. Ketika melihat keberhasilnya team kerja menyelesaikan proyek yang sulit, atau ketika melihat karyawan mengalami kemajuan dan bertumbuh. Atau ketika melihat suasana kerja yang penuh dinamis dan antuasis dari semua karyawan.

Agar beban berat dan kerja keras yang dijalankan oleh pengusaha tidak sia-sia, mari jadikan semuanya itu sebagai ladang untuk berjihad di jalan Allah. Mengambil resiko untuk menolong sesama. Semoga Allah mencatat sebagai ibadah, amin.
Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: