Masih ingat buku The 7 Habits of Highly Effective People? Bagi anda yang berkarir di bidang professional sekitar akhir tahun 80an sampai pertengahan 90an saya yakin anda pernah membaca buku ini, atau paling tidak pernah mendengar tentang kehebatan buku ini.
Buku 7 Habit for HEP ditulis or Steven R Covey salah seorang penulis buku Best Seller dari Amerika. Saking terkenalnya buku ini sampai-sampai presiden Amerika waktu itu Bill Clinton mewajibkan kepada seluruh staff Gedung Putih untuk membeli dan membacanya.
Di Indonesia buku ini baik yang asli dalam bahasa Inggris maupun terjemaahan bahasa Indoensianya juga laris manis. Saya rasa buku ini masih dijual di toko buku Gramedia atau toko-toko buku lainnya.
Selain buku ada pula program training latihan dan 7 HABITERS Club yang diselenggarakan oleh Dunamis perusahaan pemegang lisensi trainingnya di Indonesia .
Saya sudah berkali-kali membaca buku ini dan juga pernah beberapa kali mengikuti sesi training 7 HABITERS Club sekitar tahun 93/94.
Salah satu habit/kebiasaan dari 7 yang diajarkan dalam buku ini adalah prinsip Seek to Understand and Then Understood atau Cari tahulah dulu kemudian baru pahami. Prinsip ini mengajarkan agar kita berusaha memahami dulu masalah yang timbul dengan sebaik-baiknya kemudian baru kita paham dan mahfum apa yang sesungguhnya yang terjadi. Dengan demikian kita bisa membuat keputusan yang terbaik dan bijak atas masalah yang ada.
Untuk memudahkan pemahaman prinsip ini Steven Covey menggunakan contoh yang sangat menarik seperti berikut ini.
Satu sore pada jam sibuk di dalam sebuah gerbong kereta api bawah tanah di salah satu kota di Amerika ada 3 orang anggota keluarga berada di dalamnya. Seorang ayah dengan 2 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Tingkah laku kedua anak itu sungguh sangat membuat para penumpang lain yang memenuhi gerbong itu menjadi jengkel luar biasa. Mereka berteriak-teriak, lari hilir mudik, berantem sesama mereka dan sekali-sekali menjawil penumpang yang lain. Sikap anak ini jauh dari bayangan mereka karena biasanya anak-anak sekecil itu sangat menyenangkan dan “cute”. Tapi sore itu tingkah mereka sungguh membuat sebal semua penumpang lainnya. Banyak diantara penumpang yang sudah tidak sabar dan ingin membentak anak-anak itu. Atau ada yang sudah-siap memukuli sang anak. Sementara ayah mereka duduk saja dan tidak berbuat apa-apa bahkan diapun sepertinya hanyut dan termenung saja.
Menyadari bahwa semua penumpang sudah kesal tiba-tiba sang ayah berdiri dan berkata” bapak-bapak dan ibu-ibu penumpang semuanya, tolong maafkan sikap anak-anak saya yang sangat menyebalkan anda semua, saya tidak bisa berbuat apa-apa pada mereka karena baru beberapa jam lalu ibu mereka meninggal dunia di rumah sakit” setelah menyampaikan itu sang ayah duduk kembali tanpa melihat reaksi penumpang lain.
Semua penumpang terdiam, kemudian sikap mereka berubah 180 derajat, mereka marangkul, mengusap dan membelai kedua anak itu. Hati mereka menjadi luluh setelah mengetahui betapa beratnya beban perasaan mereka setelah ibu tercinta mereka pergi untuk selamanya. Banyak pula diantara penumpang yang menitikkan air mata sambil merangkul tubuh mungil itu. Hingga kini saya masih terharu dengan kisah ini.
Mari kita lihat bagaimana perubahan sikap penumpang itu, dari sebal luar biasa kemudian dalam sekejap berubah menjadi simpati dan penuh kasih setelah mendengarkan dan mengetahui apa yang menyebabkan perubahan sikap sang anak tadi.
Itulah yang dimaksud oleh Steven R Covey dengan sikap Seek to understand then understood.
Sering kali kita melakukan hal seperti penumpang itu ketika masalah terjadi, sering kita langsung bereaksi keras atas sikap yang tidak sesuai dengan yang kita diharapkan. Seorang manajer penjualan langsung marah besar ketika penjualan turun. Seorang majikan marah besar ketika sang sopir terlambat datang atau salah jalan. Seorang pengendara mobil berteriak-teriak pada supir angkot yang begitu lama ngetem diperempatan jalan. Beberapa pengurus musola kami juga marah-marah ketika sang marbot tidak menjalankan tugas seperti yang diharapkan.
Banyak diantara kita langsung mengambil kesimpulan negative dari perubahaan sikap seseorang saudara atau teman baik kita tanpa kita terlebih dahulu berusaha mengetahui masalah yang terjadi atas diri mereka. Kalaulah kita melakukan sikap Seek to understand then understood mungkin reaksi kita akan sangat berbeda. Mungkin saja sikap kita akan berubah sama seperti para penumpang gerbong kereta api tadi. Mungkin kita akan membelai, merangkul, menghibur, menawarkan jalan keluar atau apa saja setelah kita tahu tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Atau paling tidak seperti yang diajarkan agama, mendoakan agar Allah mengeluarkan mereka dari kesulitan, diberi ketabahan, kesebaran, keteguhan dalam menghadapi musibah/kesulitan yang terjadi sambil berucap Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Semua milik Allah akan kembali kepadaNya
Semoga bermanfaat.
KIV 2 3 July 2009MTA
Buku 7 Habit for HEP ditulis or Steven R Covey salah seorang penulis buku Best Seller dari Amerika. Saking terkenalnya buku ini sampai-sampai presiden Amerika waktu itu Bill Clinton mewajibkan kepada seluruh staff Gedung Putih untuk membeli dan membacanya.
Di Indonesia buku ini baik yang asli dalam bahasa Inggris maupun terjemaahan bahasa Indoensianya juga laris manis. Saya rasa buku ini masih dijual di toko buku Gramedia atau toko-toko buku lainnya.
Selain buku ada pula program training latihan dan 7 HABITERS Club yang diselenggarakan oleh Dunamis perusahaan pemegang lisensi trainingnya di Indonesia .
Saya sudah berkali-kali membaca buku ini dan juga pernah beberapa kali mengikuti sesi training 7 HABITERS Club sekitar tahun 93/94.
Salah satu habit/kebiasaan dari 7 yang diajarkan dalam buku ini adalah prinsip Seek to Understand and Then Understood atau Cari tahulah dulu kemudian baru pahami. Prinsip ini mengajarkan agar kita berusaha memahami dulu masalah yang timbul dengan sebaik-baiknya kemudian baru kita paham dan mahfum apa yang sesungguhnya yang terjadi. Dengan demikian kita bisa membuat keputusan yang terbaik dan bijak atas masalah yang ada.
Untuk memudahkan pemahaman prinsip ini Steven Covey menggunakan contoh yang sangat menarik seperti berikut ini.
Satu sore pada jam sibuk di dalam sebuah gerbong kereta api bawah tanah di salah satu kota di Amerika ada 3 orang anggota keluarga berada di dalamnya. Seorang ayah dengan 2 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Tingkah laku kedua anak itu sungguh sangat membuat para penumpang lain yang memenuhi gerbong itu menjadi jengkel luar biasa. Mereka berteriak-teriak, lari hilir mudik, berantem sesama mereka dan sekali-sekali menjawil penumpang yang lain. Sikap anak ini jauh dari bayangan mereka karena biasanya anak-anak sekecil itu sangat menyenangkan dan “cute”. Tapi sore itu tingkah mereka sungguh membuat sebal semua penumpang lainnya. Banyak diantara penumpang yang sudah tidak sabar dan ingin membentak anak-anak itu. Atau ada yang sudah-siap memukuli sang anak. Sementara ayah mereka duduk saja dan tidak berbuat apa-apa bahkan diapun sepertinya hanyut dan termenung saja.
Menyadari bahwa semua penumpang sudah kesal tiba-tiba sang ayah berdiri dan berkata” bapak-bapak dan ibu-ibu penumpang semuanya, tolong maafkan sikap anak-anak saya yang sangat menyebalkan anda semua, saya tidak bisa berbuat apa-apa pada mereka karena baru beberapa jam lalu ibu mereka meninggal dunia di rumah sakit” setelah menyampaikan itu sang ayah duduk kembali tanpa melihat reaksi penumpang lain.
Semua penumpang terdiam, kemudian sikap mereka berubah 180 derajat, mereka marangkul, mengusap dan membelai kedua anak itu. Hati mereka menjadi luluh setelah mengetahui betapa beratnya beban perasaan mereka setelah ibu tercinta mereka pergi untuk selamanya. Banyak pula diantara penumpang yang menitikkan air mata sambil merangkul tubuh mungil itu. Hingga kini saya masih terharu dengan kisah ini.
Mari kita lihat bagaimana perubahan sikap penumpang itu, dari sebal luar biasa kemudian dalam sekejap berubah menjadi simpati dan penuh kasih setelah mendengarkan dan mengetahui apa yang menyebabkan perubahan sikap sang anak tadi.
Itulah yang dimaksud oleh Steven R Covey dengan sikap Seek to understand then understood.
Sering kali kita melakukan hal seperti penumpang itu ketika masalah terjadi, sering kita langsung bereaksi keras atas sikap yang tidak sesuai dengan yang kita diharapkan. Seorang manajer penjualan langsung marah besar ketika penjualan turun. Seorang majikan marah besar ketika sang sopir terlambat datang atau salah jalan. Seorang pengendara mobil berteriak-teriak pada supir angkot yang begitu lama ngetem diperempatan jalan. Beberapa pengurus musola kami juga marah-marah ketika sang marbot tidak menjalankan tugas seperti yang diharapkan.
Banyak diantara kita langsung mengambil kesimpulan negative dari perubahaan sikap seseorang saudara atau teman baik kita tanpa kita terlebih dahulu berusaha mengetahui masalah yang terjadi atas diri mereka. Kalaulah kita melakukan sikap Seek to understand then understood mungkin reaksi kita akan sangat berbeda. Mungkin saja sikap kita akan berubah sama seperti para penumpang gerbong kereta api tadi. Mungkin kita akan membelai, merangkul, menghibur, menawarkan jalan keluar atau apa saja setelah kita tahu tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Atau paling tidak seperti yang diajarkan agama, mendoakan agar Allah mengeluarkan mereka dari kesulitan, diberi ketabahan, kesebaran, keteguhan dalam menghadapi musibah/kesulitan yang terjadi sambil berucap Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Semua milik Allah akan kembali kepadaNya
Semoga bermanfaat.
KIV 2 3 July 2009MTA
0 comments:
Post a Comment