Ahli Pialang Asuransi dari Desa – Jadi Juara Asia Pacific


Tentang Penulis:
 

Setelah menerima gaji pertama di bulan Jauari tahun 1995 yang hanya naik secara normal,  sejak itu saya tahu bahwa tidak ada promosi jabatan untuk saya. Mulai saat itu saya benar-benar fokus untuk mempersiapkan diri untuk memulai usaha sendiri. Saya mulai melakukan riset tentang bisnis apa yang akan saya lakukan. Yang pasti adalah di bidang asuransi, tapi seperti apa bentuknya sebagai agen atau broker asuransi, itu yang perlu saya tuntaskan. Saya melakukan riset jenis asuransi apa yang akan saya tekuni.  Saya tidak akan mengambil alih klien  IBS untuk menjadi klien saya nanti. Meskipun saya kecewa dengan IBS tapi saya tidak ingin merusak citra diri saya sebagai professional. Sebagai langkah awal saya akan mengembangkan program Heavy Equipment Insurance yang sudah saya kembangkan bersama Sonny Cheah. Saya menemukan bahwa potensi asuransi alat berat sangat besar. Di IBS saja jenis asuransi ini memberikan premi pertahuan lebih dari dua juta dollar. Bisa dibayangkan berapa besar komisinya. Saya punya keyakinan besar untuk bisa sukses dengan hanya focus di jenis asuransi ini. Industri alat berat Indonesia akan terus bertumbuh karena begitu banyak industri yang memerlukan alat berat, pertambangan, perkayuan, pertanian, perkebunan dan konstruksi. Keyakinan saya bertambah lagi karena saya mempunyai jaringan dan akses yang cukup baik di industri alat berat. Sejak pertama kali saya bergabung di IBS saya sudah memegang PT Trakindo Utama perusahaan distributor alat berat Caterpillar. Meski pada awalnya bisnis ini tidak berkembang, tapi mulai sejak awal tahun 1990 bisnis ini berkembang pesat. Saya mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan hampir semua kalangan di Trakindo. Mulai dari  pak Muki Hamami putra dari pak Med Hamami pemilik dan pendiri Trakindo yang saya kenal sjak beliau mulai bekerja di Trakindo sejak selesai kuliah di luar negeri. Dengan para expatriate asing khususnya Chris Warren yang waktu itu menjabat sebagai advisor di bidang keuangan. Dan  tentu saja dengan rekan-rekan saya yang berhubungan langsung dengan program Hire Purchase Agreement (HPA). Ada pak Ronny Manangka (almarhum), Wisnu Wardhana (Noe), ada Dremo Madyo, Hadi Slamet, Wijayanto, dan mba Lena Waraw. Saya tidak hanya menjalin hubungan hubungan baik dengan rekan-rekan ini tapi juga dengan para manager, salesman yang jumlahnya ratusan orang. Kami sering mengadakan aktifitas bersama seperti makan siang, main tennis, golf, family gathering, product launching, year end party dan lain-lain. Karena demikian dekatnya hubungan saya dengan mereka saya sering dianggap seperti karyawan Trakindo. Yang lebih menyenangkan lagi, oleh para teman-teman salesman ini saya diperkenalkan kepada klien-klien mereka. Persahabatan kami sudah demikian eratnya sehingga mereka juga ikut mendukung ketika saya sampaikan keinginan saya untuk ke luar dari IBS. Pak Muki mengatakan kepada saya “wah itu keputusan yang bagus bangat kalau mau jalankan usaha sendiri, kalau boleh, sebenarnya saya sendiri  juga ingin seperti itu” katanya. Jangan salah sangka, saya tidak ingin mengambil alih Trakindo Utama ketika saya memulai usaha saya sendiri nanti. Tidak ada niat sama sekali, tapi saya hanya akan mengembangkan kerjasama dengan rekan-rekan saya di Trakindo. Mengembangkan network dengan klien-klien mereka. Hubungan baik saya dengan semua rekan-rekan saya itu sampai saat ini masih tetap berlangsung baik. Meski sebagian besar mereka sudah tidak lagi di Trakindo kami masih bergabung di komunitas Ex Trakindo. Tempat berkumpul kami biasanya di Cilandak Town Square tak jauh dari kantor Trakindo. Kantor teman-teman saya ini juga sebagian besar ada di sekitar wilayah itu.

Selain dengan Trakindo saya juga mempunyai hubungan yang baik dengan Hexindo Adipekasa Tbk. Saya sering mengatakan kepada rekan-rekan saya bahwa “saya sudah kenal Hexindo sebelum perusahaan itu lahir”. Itu memang betul, karena saya tahu bagaimana perjuangan para pendiri Hexindo dari nol sampai perusahaan itu menjadi raksasa seperti sekarang ini. Karena salah seorang pendiri Hexindo adalah kakak sepupu saya Iryadi Arifin. Saya sering mendengar cerita kakak saya bagaimana mereka berjuang meyakinkan pihak Hitachi agar mau menunjuk mereka sebagai distributor mereka di Indonesia. Bagaimana pula mereka bisa meyakinkan pihak pemberi dana agar mau membiayai import unit dari Jepang. Perjuangan berat harus mereka lakukan untuk meyakinkan pembeli di  Indonesia. Mereka harus bersaing dengan Caterpillar, Komatsu dan merek-merek lain yang sudah jauh lebih lama menguasai pasar alat berat di Indonesia. Awalnya Hexindo menempati sebuah ruko di jalan Juanda di Jakarta Pusat dengan sekitar lima orang staff dan direksi. Namun dalam waktu yang singkat mereka berkembang menjadi perusahaan besar. Kantor mereka pindah ke gedung Arthaloka di jalan Sudirman Jakarta dengan puluhan staff. Tak lama kemudian mereka pindah lagi ke gedung milik mereka sendiri di kawasan Industri Pulogadung. Hingga saat ada ribuan orang bekerja di Hexindo dengan omset triliunan rupiah pertahun. 

Selain dengan mengandalkan asuransi alat berat saya juga berniat untuk mengembangkan program asuransi di bidang Oil and Gas. Di IBS sektor ini tidak secara serius dikembangkan, mungkin karena mereka tidak mempunyai expertise dan jaringan di bidang ini. Saya pernah menawarkan ide ini ke pihak manajemen tapi mereka tidak antusias. Mungkin juga karena IBS melihat bahwa peluang untuk mengembangkan  asuransi ini sangat kecil karena pada saat itu program asuransi oil and gas di kuasai oleh perusahaan asuransi yang sahamnya dimiliki oleh Pertamina. Tapi saya mempunyai akses dan pengetahuan yang cukup luas di bidang ini ketika saya bekerja di perusahaan ibu Dewi Soekarno sebelumnya. Salah satu tugas saya dulu adalah menjalin hubungan dengan perusahaan minyak asing atau Kontraktor Bagi Hasil Pertamina (KPS Pertamina). Saya juga mengenal beberapa perusahaan kontraktor dan supplier di bidang ini. 
Di pertengahan tahun 1995 proposal usaha saya sudah hampir lengkap dan siap untuk diluncurkan. Tapi saya menghadapi masalah permodalan. Meski tidak harus dengan modal besar, tapi tetaplah harus ada modal kerja misalnya kendaraan, peralatan kantor dan gaji karyawan. Apalagi mobil saya masih dalam tahap mencicil walau jumlahnya tidak terlalu besar. Saya mulai berfikir untuk mencari investor. Orang pertama yang ingin saya tawarkan adalah  kakak saya sendiri Iryadi Arifin. Tapi entah apa yang ada di dalam benak saya, setiap kali saya ingin menyampaikan ide ini kepada kakak saya, hati saya menjadi ciut dan takut. Padahal dalam diskusi-diskusi singkat saya sering menangkap bahwa beliau ini senang  membuka usaha-usaha baru. Setiap Sabtu sore kami pasti bertemu di tennis club keluarga. Tapi begitu bertemu, lidah saya langsung kelu dan tidak satu katapun yang keluar dari mulut saya mengenai proposal ini. Perasaan seperti ini membebani saya sampai setahun. Sekarang setelah beberapa tahun, saya mencoba untuk mencari alasan kenapa saya menjadi begitu takut. Mungkin karena saya takut dikritik karena ide saya tidak bagus. Atau saya takut ditolak karena saya tidak bisa berbisnis. Atau mungkin karena saya sangat menghormati kakak saya. Beliau itu role model saya. Jejak karir, pendidikan dan gaya hidupnya hampir semuanya saya ikuti. Secara keuangan pasti investasi yang saya dibutuhkan mampu disediakan oleh kakak saya.  Saya sangat menyesali kebodohon saya ini. 

Sekitar bulan Agustus 1995, salah seorang rekan saya sesama manager di IBS pak Muhaimin Iqbal menelpon saya dan meminta saya datang ke ruangannya untuk mendiskusikan sesuatu. Pak Iqbal saat itu sebagai Senior Manager untuk Marine Cargo, Marine Hull and Aviation. Setelah saya datang beliau memberitahu bahwa ada iklan di koran yang sangat menarik tentang adanya program training khusus yang diadakan oleh IBM Indonesia, perusahaan komputer kelas dunia. Training diadakan dalam bentuk kompetisi antar kelompok, satu kelompok terdiri dari empat orang, biayanya lumayan besar kalau tidak salah sekitar lima juta rupiah waktu itu. “Gimana, pak Taufik tertarik ikut, kalau iya saya daftarkan, soal biayanya nanti saya yang ngomong sama manajemen” kata pak Iqbal. Tanpa pikir panjang saya langsung setuju. Sementara yang dua orang lagi adalah teman saya perempun Sonny Siregar dan mba Tjoentje. Training akan memakan waktu selama satu bulan penuh. Setiap minggu akan ada tugas-tugas yang akan dikerjakan secara kelompok. Jadi memang training memerlukan waktu khusus. Tapi hasilnya juga sangat luar biasa, bagi pemenang kompetisi, berhak menjadi juara nasional dan mewakili Indonesia ke tingkat Asia Pacific yang akan diadakan di Sydney Australia. 
Pada hari pembukaan kami diundang ke kantor IBM yang kebetulan masih satu komplek dengan kantor kami. Mereka berada di tower A Landmark Center Jakarta sementara kami ada di Tower B. Pada saat pembukaan ini saya melihat ternyata begitu banyak peminatnya. Ada perwakilan dari bank-bank besar, perusahaan besar seperti Djarum, Bentoel, perusahaan leasing dan lain-lain. Total ada sekitar dua puluh peserta yang akan mengikuti kompetisi ini.  Nama kompetisinya adalah “Biz Game the Ultimate Business Challenge 1995”. IBM Sebagai penyelenggara menyediakan program software yang bekerja secara otomatis. Yang menjadi bahan persaingan adalah kemampuan masing-masing group memenagkan persaingan bisnis pada saat krisis. Satu group dianggap sebagai sebuah perusahaan. Setiap peserta dianggap sebagai satu team manajemen dari sebuah perusahaan besar yang sedang mengalami masalah. Masing-masing harus mampu menyelamatkan perusahaan dalam jangka waktu lima tahun. Setiap perusahaan bisa memilih dan memutuskan strateginya agar bisa menjadi pemenang. Setiap peserta adalah pesaing dan competitor bagi yang lain karena semua berusaha di bidang usaha yang sama. Jadi ketika menentukan harga produk mereka harus memperhitungkan harga produk pesaingnya. Strategi yang dijalankan harus lengkap dan menyeluruh. Mulai dari strategi penjualan dan pemasaran. Memilih jenis produk unggulan, memililh wilayah pemasaran, saluran distribusi, penepatan harga produk, biaya penjualan, iklan, promosi dan biaya transportasi. Demikian pula dengan strategi produk. Desain produk, harga pokok pruduksi, pemilihan supplier, terms of payment, penggunaan mesin, teknologi, investasi baru, biaya maintenance sampai kepada packaging. Kemudian juga mengenai permodalan. Berapa besar modal yang tersedia, bagaimana menutupi kekurangaanya. Meminjam dana dari bank dengan tingat bunga berapa, jangka waktu berapa lama dan lain-lain. Kemudian juga mengenai perencanaan pegawai, berapa jumlahnya, tingkat gaji, kenaikan gaji, bonus, anggaran pendidikan dan segala yang berkaitan dengan itu. Dan yang paling penting setiap group juga harus memperhatikan hasil kinerja perusahaan, mulai dari tingkat keuntungan dan kerugian, nilai saham, nilai masa depan perusahaan dan segara nilai yang dapat diukur. Waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan segala strategi ini adalah satu minggu. Hasilnya dimasukkan ke dalam program software computer yang sudah dibagikan oleh petugas IBM. Kami tinggal memasukkan saja ke dalam kolom yang sudah disediakan angka-angka dan plihan yang sudah kami sepakati.  

Hampir setiap hari setelah jam kantor kami sibuk mengadakan rapat untuk mempersiapkan strategi kami sebelum kami serahkan ke IBM pada hari Senin. Kalau boleh sedikit menyombongkan diri, diantara kami berempat hanya sayalah satu-satunya yang pernah mempelajari permasalahan ini di bangku kuliah. Saya kuliah mengambil jurusan manajemen perusahaan yang memang membahas semua hal di atas Tapi masalahnya, saya hanya sempat mempelajari tadi dan tidak pernah benar-benar menguasainya. Sementara pak Iqbal adalah lulusan fakultas Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) sementara Sonny juga bukan berlatar belakang pendidikan bisnis, demikian juga dengan mba Tjoentje beliau seorang administrator bisnis. Jadi dalam setiap diskusi saya bisa mengeluarkan ilmu saya yang terbatas itu. Tapi yang luar biasanya meski pengetahuan saya sedikit tapi pak Iqbal sebagai ketua group  bisa memahaminya dengan baik.  Beliau bisa mengambil keputusan yang tepat sehingga kami bisa menghasilkan strategi-strategi yang jitu. Itulah kelebihan pak Iqbal sebagai seorang jenius. Setiap minggu dianggap satu tahun kalender perusahaan. Jadi hasil keputusan yang kami masukkan akan diperhitungkan sebagai hasil usaha satu tahun. 

Minggu pertama atau tahun pertama, Senin pagi kami sudah sampaikan hasil kerja kami ke panitia dalam bentuk disk. Demikian pula dengan dua puluh perserta yang lain, mereka juga mengirimkan hasil kerja mereka. Oleh petugas IBM semua data itu digabung dan dimasukkan ke dalam komputer. Secara otomatis komputer akan mengeluarkan hasil kinerja perusahaan masing-masing. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pada Senin sore perwakilan dari masing-masing peserta diundang untuk melihat hasil kerja mereka dan posisi mereka di dalam persaingan. Ada yang kecewa tapi tak sedikit pula yang senang. Kecewa karena hasil keputusan mereka ternyata tidak tepat. Misalnya mereka mengharapkan dapat menjual produk mereka di wilayah barat sebanyak 1000 unit dengan harga 5 dollar ternyata gagal total karena ada pesaing yang menjual barang type yang sama dengan harga 4 dollar. Sehingga pasar itu dikuasai oleh pesaing. Ada pula yang kecewa karena produk yang mereka hasilkan ternyata tidak disukai konsumen karena mereka tidak memilih bahan kwalitas premium yang seharusnya mereka gunakan. Ada yang kecewa karena nilai perusahaan mereka bukannya bertambah naik tapi malah semakin turun karena terjebak “shark loan” hutang jangka pendek dengan bunga tinggi. Di tahun pertama itu team kami GOOD FAITH berada di papan tengah dari 20 peserta. Tidak terlalu baik tapi juga tidak terlalu jelek. Banyak strategi yang kami ambil berjalan baik, banyak produk kami yang laku di beberapa wilayah walau harganya tidak terlalu rendah. Strategi kami untuk meminjam dana jangka panjang untuk penambahan mesin-mesin juga memberikan nilai perusahaan jangka panjang yang bagus. Ada beberapa strategi kami yang tidak berjalan dengan baik antara lain kami tidak boleh terlalu memaksakan menjual produk dengan kwalitas premium di wilayah tertentu. Kami ternyata salah membaca laporan yang disampaikan oleh data IBM bahwa di wilayah itu daya beli masyarakat rendah. Singkatnya di pertemuan pertama ini, kami senang bahwa ada beberapa kebijaksanaan kami yang baik dan mempunyai dampak jangka panjang yang bagus. Toh masih ada waktu empat tahun lagi untuk memperbaiki segalanya. Sekarang kami juga harus bisa membaca strategi lawan-lawan kami. Cetakan hasil kompetisi tahap pertama ini dibagikan kepada seluruh perserta sehingga masing-masing paham apa yang dilakukan oleh setiap pesaing. Ini sangat berguna untuk melakukan perubahan strategi di tahun kedua. 

Di periode berikutnya, kami melakukan langkah-langkah penyesuaian yang lebih komprehensif dengan mempelajari strategi yang dilakukan oleh lawan-lawan kami. Diperlukan intuisi dan kemampuan membaca arah persaingan yang baik sehingga perusahaan bisa mencapai posisi yang lebih baik. Kami beruntung ada orang seperti pak Iqbal di dalam group kami, sebagai seorang jenius dengan informasi yang ada dan sedikit masukan dari kami beliau bisa memutuskan langkah-langkah jitu. Hal ini terbukti ketika minggu depannya dilakukan pembukaan hasil kerja selama seminggu atau tahun kedua oleh IBM. Perusahaan kami GOOD FAITH semakin membaik posisinya. Sekarang kami berada di kelompok lima besar. Kami senang, walau kami bukan menjadi juara minggu itu tapi kami berkembang lebih baik. Kami naik dari peringkat 10 menjadi peringka ke 5. Minggu berikutnya kami kembali meninjau ulang strategi yang akan kami lakukan di tahun ketiga. Sekarang kami semakin paham cara menguasai permainan ini, kami mulai tahu bagaimana cara mempertahan pasar, strategi harga yang baik, investasi peralatan serta efektifitas perekrutan karyawan. Alhasil, di tahun ketiga posis kami semakin baik, kami berada di peringkat ketiga. Luar biasa. Banyak competitor yang mulai memperhitungkan kami. Maklum diantara peserta mungkin team kamilah yang terdiri dari orang biasa-biasa saja dan juga dari perusahaan yang secara nasional tidak begitu dikenal. Sementera mereka adalah para eksekutif top dari perusahaan besar nasional. 
Sampailah di partai puncak di minggu kelima atau tahun kelima, semua peserta diundang untuk melihat hasil akhir dari perjuangan selama lima minggu penuh. Semua peserta berdebar-debar termasuk kami juga tentunya. Begitu hasil diumumkan dan ternyata GOOD FAITH, team kami berada di peringkat pertama dengan total nilai yang jauh berada di atas dari yang lain. Subhanallah. Kami menjadi juara dari kompetisi yang luar biasa ini. Kami saling bersalaman. Kompetitor kami setengah tidak percaya ketika mereka mengetahui bahwa kami berasal dari berusahaan broker asuransi. Bukan dari bank atau perusahaan go public. Atas keberhasilan ini kami resmi menjadi Juara Indonesia Ultimate Bizgame Championship 1995 dan berhak mewakili Indonesia di perlombaan tingkat Asia Pacifc di Sydney di bulan Oktober 1995. Bagi saya ini pencapaian yang sangat luarbiasa. Jangankan bermimpi menjadi juara Indonesia menjadi juara kelas saja sejak saya sekolah SD sampai kuliah saya tidak pernah. Peringkat tertinggi yang pernah saya capai adalah juara dua ujian akhir sekolah SD. Juara empat di kelas waktu di SMP. Prestasi belajar di sekolah juga biasa-biasa saja. Bahkan nilai STTB SMA saya rata-ratanya cuma 6,2 saja. Sementera IPK saya saat lulus kuliah adalah 2,1. Sangat rendah. Tapi sekarang saya menjadi juara Indonesia! Dan Berhak mewakili nama bangsa di tingkat internasional di bidang yang juga tidak sembarang orang bisa yaitu Business Strategy. Anything is possible. Brian Dallamore boss kami di IBS juga tidak percaya kalau kami bisa, dengan mengerinyitkan dahi dia mengatakan “really, how can?”

Kami mempersiapkan diri untuk perlombaan tingkat internasional di Sydney kira-kira sebelum setelah kami memenangkan juara nasonal. Semua biaya tiket pesawat, akomodasi dan uang saku ditanggung oleh IBM. Untuk melengkapi diri, saya memesan stelan jas baru sebelum berangkat. Kami berangkat naik pesawat Qantas dari bandara Soekarno Hatta di Jakarta tengah malam. Tak banyak yang kami perbincangkan selama dalam penerbangan yang menempuh waktu delapan jam itu. Tak lama setelah menyantap makan malam yang dihidangkan oleh pramugari kamipun tertidur. Empat jam kemudian saya terbangun dan memandang ke jendela pesawat. Ternyata pemandangan di luar sudah terlihat terang, sudah masuk waktu subuh dan saya langsung sholat subuh sambil duduk dengan bertayamun. Setelah itu mata saya tidak mau lagi dipejamkan lagi. Saya melihat ke bawah, nun jauh di bawah tampak permukaan benua Australia yang gersang dan berbukit-bukit. Tak tampak hutan dan sungai-sungai yang panjang mengular seperti kalau kita terbang di atas daratan Sumatera atau Kalimantan. Pesawat bergerak semakin ke timur mendekati kota Sydney. Sekitar jam tujuh bagi tampaklah teluk Sydney berwarna biru tua di kelilingi gedung-gedung tinggi. Betapa indahnya kota Sydney ini. Memang pantaslah jika orang menjuluki kota ini sebagai salah satu kota terindah sedunia. Bagi saya kunjungan ke Sydney adalah yang kedua kalinya. Pertama kali adalah tahun 1993 atau dua tahun sebelumnya. Tapi ketika itu saya datang dari sebelah barat yaitu dari Perth sehingga pemandangannya terlihat agak berbeda.  Jam delapan pagi kami sudah mendarat di bandara Kingsford Smith, Sydney. Setelah melewati proses administrasi kami langsung berangkat menuju ke hotel di kawasan the Rock tidak jauh dari Sydney Harbour tempat kami menginap sekaligus tempat kompetisi diadakan. Dengan menumpang taxi yang dkemudikan oleh orang Indonesia juga asal Minang kami diantar menelusuri jalan yang ramai dipenuhi oleh warga yang sedang menuju tempat kerja. Setelah sampai di hotel dan melepas lelah, siangnya kami bertemu dengan panitia dari Abbott Training Australia. Mereka menyambut kami dengan ramah dan sekaligus menjelaskan mengenai jadwal kegiatan kami selama berkompetisi. Malam harinya adalah waktu kami berkumpul dengan peserta lain untuk saling berkenalan dan mendapatkan penjelasan mengenai peraturan dan persyaratan lomba. Ada empat perserta pada lomba tingkat Asia Pacific ini. Pertama, team dari New Zealand yang telah berhasil mengalahkan team Australia sebelumnya, mereka berasal dari IBM New Zealand. Kedua, team dari Singapura yang diwakili oleh Singtel perusahaan telekomunikasi milik pemerintah Singapura. Team ketiga adalah dari Malaysia yang diwakili oleh Petronas perusahaan minyak milik pemerintah Malaysia. Dan yang keempat yaitu team kami sendiri. Pada saat perkenalan itu tampak berbagai ragam cara pandang dan sikap dari peserta. Team dari Singapura yang terdiri dari satu pria senior dengan tiga orang wanita tampak sangat santun dan ramah. Team dari New Zealand yang terdiri dari tiga orang dua pria dan satu wanita, tampak sangat percaya diri. Mungkin karena mereka adalah orang dari IBM sendiri yang menjadi penyelenggara. Team dari Malaysia yang paling menarik perhatian saya. Team ini terdiri dari satu pria dan tiga wanita. Si pria tampaknya Indo Malaysia (campuran orang puteh dan Melayau). Orang ini memperlihatkan ciri khas lagak orang Malaysia yang agak sedikit tengil dan cental-centul. Tampak sekali dia ingin memperlihatkan bahwa mereka orang hebat dan bakal memenangkan perlombaan. Seakan-akan orang ini sedang menunjukkan kepada kami orang Indonesia bahwa orang Malaysia lebih hebat. Sementara kami tampil dengan tipikal Melayu yang kejawa-jawaan. Lemah-lembut dan tidak tampak agresif. Berbeda dengan waktu berlomba di Indonesia, karena masalah waktu yang sangat terbatas, perlombaan harus diselesakan dalam dua hari. Jadi kami harus berlomba lima kali dalam dua hari. Hari pertama, pagi, siang dan sore hari. Hari kedua pagi dan siang hari. Sama seperti sewaktu di Jakarta format pertandingan sama. Kami tetap menggunakan nama GOOD FAITH. Good Faith kami ambil dari salah satu prinsip asuransi yaitu Utmost Good Faith, iktikad yang paling baik. 

Perlombaan pun dimulai. Kami sepakat untuk menggunakan strategi kami yang telah berhasil menghantarkan kami menjadi pemenang di Jakarta. Intinya konsitensi. Ya, kami harus konsisten dengan strategi yang kami ambil. Boleh jadi strategi itu tidak efektif di tahun pertama, tapi bukan berarti kami langsung meninggalkan strategi itu dan memulai sesuatu yang baru. Kami harus melakukan koreksi atas strategi yang sudah ada. Itu jauh lebih baik dari pada membuat sesuatu yang baru karena kami pasti akan kehilangan momentum dan waktu. Putaran pertama sudah selesai, kami langsung berada di peringkat ke dua. Tidak terlalu jelek tapi kami sudah mengetahui strategi lawan. Putaran kedua kami langsung menjadi juara pertama. Yes, kami senang strategi kami berjalan dengan baik. Tahun ketiga kami semakin kokoh di puncak dengan raihan point yang sangat jauh dari para pesaing. Kami bisa mempertahankan posisi kami sampai ronde ke lima. Dan akhirnya kami berhasil menjadi juara Asia Pacific! Ahamdulillah, team kami yang tidak diunggulkan baik di Indonesia maupun di Australia tapi justru bisa menjadi juara. Tampak sekali kekecewaan di wajah-wajah pesaing kami terutama pada wajah orang Malaysia. Di dalam acara penutupan, pihak Abbott Trainiing sangat kagum dengan keberhasilan kami. Selama bertahun-tahun penyelenggaran perlombaan ini belum pernah ada team dari Indonesia yang memenangkannya. Kami adalah yang pertama dari Indonesia. Mereka menanyakan apa rahasianya. Kami sampaikan bahwa kuncinya “konsistensi” kita harus konsisten dengan keputusan yang kita ambil. Meski awalnya sepertinya tidak berhasil tapi tetap lanjutkan dengan melakukan perbaikan. Jangan terganggu dengan strategi orang lain, justru cari kelemahan dari strategi orang lain itu. Jawaban kami itu dibenarkan oleh pihak Abbott Training. Memang itulah kuncinya keberhasilan sebuah bisnis. Konsistensi. Atau dalam bahasa Islamnya Istiqomah. Lakukan terus-menerus walaupun sedikit. Jangan hari ini jualan barang A besok jualan barang B. Sebagai pemanang kami mendapatkan hadiah langsung dari IBM berupa sebuah Lap Top IBM Thinkpad 234cs seri terbaru. Alhamdulliah. Saya tidak tahu sebelumnya kalau juara akan mendapatkan hadiah sebagus ini. Harga laptop ini pada waktu itu sekitar USD 2,000 atau sekitar Rp. 20,000,000 uang sekarang. Laptop ini sangat bermanfaat bagi saya. Ini memang salah satu benda yang sudah lama sangat saya cita-citakan. Jadilah saya menjadi termasuk generasi pertama orang yang memiliki laptop pribadi. 

Selepas perlombaan ini kami masih mempunyai waktu dua hari untuk menikmati indahnya kota Sydney. Karena saya sudah datang untuk kedua kalinya, saya menjadi guide bagi ketiga rekan-rekan saya. Saya mengajak mereka berjalan-jalan di sekitar Sydney Horbour, Opera House dan Sydney Bridge. Kami saring sarapan di tepi pantai sambil menyaksikan warga Sydney berangkat kerja turun dari ferry kemudian berpindah ke kerata api. Saya juga mengajak teman-teman saya jalan-jalan ke City Hall, Queen Elizabeth dan tak lupa ke China Town tepatnya ke Paddys market tempat barang-barang bagus dengan harga murah dijual. Di sini juga kami makan siang di warung Padang. Pada malam hari ini kami berjalan-jalan ke Bondi Junction dekat King Cross, tapi untunglah King Crossnya sudah ditutup sehingga saya tidak menjadi malu pada Iqbal karena sebagai orang sholeh pak Iqbal pasti kecewa karena saya tahu pula tentang tempat maksiat seperti itu.
Di dalam pesawat Qantas yang membawa saya kembali ke tanah air, kepala saya tak henti-hentinya berfikir tentang keberhasilan kami menjadi juara tingkat Asia Pacific. Semua yang saya dapatkan dari training ini sangat berguna bagi saya untuk menjalankan bisnis saya sendiri. Saya sangat bersyukur bisa ikut di dalam team ini. Saya mempunyai ilmu dan informasi yang jauh lebih lengkap untuk memulai usaha saya sendiri. Saya merasa waktu delapan jam antara Sydney dan Jakarta terasa begitu lama karena saya sudah tidak sabar untuk membicarakan ini dengan isteri saya. Saya ingin segera melengkapi dan menuntaskan proposal saya. Apalagi sekarang saya sudah punya Laptop pribadi yang bisa saya gunakan setiap saat. Barangkali inilah hikmahnya yang saya dapat dari IBS sebagai pengganti kekecewaan saya menunggu promosi. Atau ini juga sebagai pengganti perjalanan ke London yang diberikan kepada para manager sebelum saya.
Setelah kembali ke Jakarta saya langsung merapikan proposal saya berdasarkan ilmu dan pengalaman saya selama mengikuti training. Saya juga sudah mantap untuk memulai bisnis saya. Saya juga sudah mulai merancang-rancang nama perusahaan saya. Salah satunya saya ingin namanya adalah Asia Pacific Champion (APC). Tapi akhirnya bukan itu nama perusahaan pertama yang saya dirikan. 

Setelah proposal selesai dan saya sudah siap-siap untuk mengajukan surat pengunduran diri, satu siang tiba-tiba saya mendapat telepon dari rekan  yang pernah bekerja di IBS sebelumnya. “How is business man, apa kabar lo” katanya dari ujung telepon. Wah, saya tentu kenal dengan suara ini, dia adalah anak muda yang pernah belajar asuransi di Glasgow Inggris.  Setelah berbicara sana-sini saya sampaikan bahwa saya akan keluar dari IBS. Dia kaget “Hey man, mau kemana lo” tanyanya “mau jadi agen” kata saya singkat. “hei, tunggu lu mesti ketemu bokap gue dulu, beliau juga lagi cari orang yang mau diajak menjadi partner atau jadi agen” Lalu kata saya "gue sudah siap, tidak perlu partner lagi". Tapi dia terus menggiring saya agar saya mau bertemu dengan  ayahnya. Saya memang pernah mendengar tentang ayahnya karena beliau pernah menjadi direktur di salah satu perusahaan asuransi terbesar di Indonesia. Akhirnya  karena desakan  sahabat ini saya dipertemukan dengan ayahnya. Setelah berkenalan dan saya tahu bahwa sekarang beliau menjadi direktur Syarikat Takaful Indonesia (STI) holding dari perusahaan PT Asuransi Takaful  Umum (ATU) dan Asuransi Takaful Keluarga yang bergerak di bidang asuransi syariah, perusahaan asuransi syariah pertama di Indonesia. Saya katakan bahwa dengan penuh rasa hormat kepada beliau bahwa saya sudah punya rencana kerja sendiri dan siap untuk saya jalankan, saya tidak memerlukan partner lagi. Tapi  dengan kelebihannya beliau berhasil merubah pendirian saya. “Fik, kita ini memperjuangkan asuransi syariah, ini termasuk jihad fisabilillah” kira-kira demikian kata-kata yang dapat meyakinkan saya. Akhirnya saya dengan suka-rela bersedia untuk menjadikan proposal saya untuk proses pendirian perusahaan lebih lanjut. Ini mungkin saatnya saya ikut serta berjuang menegakkan syariah Islam di bidang asuransi yang sudah membesarkan saya. Setelah membaca proposal saya “oh ini sudah bagus sekali propsalnyakata orang ini.  Dalam hati saya  berkata “ya jelas lah pak, kan proposal ini sudah lama  dipersiapkan dengan penelitian yang sangat lengkap bahkan sampai ke Sydney segala” he he he

lngrisk.co.id
Share on Google Plus

About Taufik Arifin

1 comments:

Lensa Pelancong said...

rimakasih bwt artikelnya
kunjungi blog saya juga ya, di lensa pelancong