Tentang Penulis:
Setelah
pertemuan pertama dengan ayah sahabat saya, saya langsung “manut” dengan beberapa
kesepatakan yang sudah kami sepakati. Langkah awal, kami membentuk team pendiri
perusahaan yang terdiri dari ayah teman saya ini sembagai pembimbing, saya sebagai ketua
kemudian dibantu sahabat saya ini, satu sahabatnya yang lain dan satu lagi salah seorang teman saya di IBS yang kemudian juga ikut bergabung. Rapat-rapat pendahuluan diadakan di rumah pak pembimbing di
kawasan Cipete Jakarata Selatan. Yang
menarik adalah teman-teman saya itu masih muda-muda.
Usia mereka waktu itu masih dua puluh lima tahunan, masih lajang dan belum
punya tujuan hidup yang jelas. Mereka juga masih sedang enjoy-enjoy bekerja di
perusahaan masing-masing. Sementara saya sudah berusia 31 tahun dan sudah menikah.
Setiap rapat ada saja diantara mereka yang mangkir. Macam-macam saja alasannya.
Kalau sudah begitu saya minta pak pembimbing untuk “mendisiplinkan” bocah-bocah
itu. Beberapa kali, hanya saya sendirian
yang hadir ke pertemuan sementara yang lain tidak tahu dimana rimbanya. Saya
menunggu kehadiran mereka sambil ditemani oleh kucing, anjing, monyet dan
burung kakaktua hewan peliharaan
keluarga sahabat saya. Sebenarnya saya tidak begitu memerlukan bantuan mereka karena
saya hanya perlu untuk memilih nama-nama calon investor. Sementera saya akan merubah
bagian
pendahulan proposal karena saya harus menjelaskan mengenai konsep
asuransi syariah serta merubah target market. Waktu itu saya berfikir bahwa
hanya pengusaha Muslim saja yang akan membeli asuansi syariah. Saya menyusun target
klien hanya terbatas pada pengusaha-pengusaha muslim waktu itu. Antara lain
saya tulis Pasaraya Group, Medco Group, Bakrie Group, Gunanusa group, perusahaan-perusahaan BUMN dan lain-lain.
Setelah saya jalani, ternyata saya salah. Yang berminat untuk asuransi
syariah bukan hanya dari kalangan pengusaha Muslim saja. Bahkan sebagian besar
klien saya adalah pengusaha non muslim.
Tanpa banyak
lagi melibatkan team, saya berhasil menyelesaikan revisi proposal sendirian.
Proposal itu saya buat dengan menggunakan IBM Think Pad 345CS yang saya peroleh
dari IBM. Sementara untuk mencetak dan menjilidnya saya dibantu oleh isteri
saya. Pemilihan nama perusahaan adalah bagian pekerjaan yang susah-susah gampang. Saya ingin
nama perusahaan kami masih berbau-bau IBS perusahaan yang telah memberikan
begitu banyak manfaat dan ilmu kepada saya. Saya juga harus menggabungkan
beberapa situasi, apresiasi dan tujuan perusahaan di dalamnya sesuai
permintaan pak pembimbing. Hampir setiap malam saya mencoba memikirkan nama
perusahaan yang terbaik. Akhirnya saya sampai kepada sebuah nama yang menurut
semua orang terdengar aneh namun unik waktu itu. Pada saat
itu nama-nama perusahaan di Indonesia banyak dipengaruhi nama-nama yang berasal dari
kata-kata bahasa Jawa dan Sanskerta seperti Citra, Bimantara,
Perkasa, Jaya, Perdana, Utama dan lain-lain. PT VISI BERSAMA
SERANTAU, itulah nama yang akhirnya muncul dan diputuskan untuk menjadi nama
resmi perusahaan kami. Bahkan hingga saat ini nama seperti masih terdengar aneh,
benarkan? Untuk meringkas nama itu, disingkat dengan VBS. Masih mirip dengan IBS. Cuma
berbeda dengan huruf depannya saja. Saya terinspirasi dengan kata VISI. Kata
itu saya ambil dari program pembangunan jangka panjang negara Malaysia yaitu Visi
2020. Yang intinya bahwa Malaysia mempunyai target bahwa pada tahun 2020 negeri
itu akan menjadi negara moderen yang sempurna. Bagi saya waktu itu Malaysia menjadi insipirator yang begitu kuat karena
negeri itu menunjukkan perkembangan ekonomi yang luar biasa. Yang
lebih menariknya lagi mereka mampu mengangkat keturunan Melayu untuk berperan
lebih besar di dalam perkembangan ekonomi negera itu. Saat itu pemerintahan
Malaysia di bawah kepimpinan Perdana Menteri Mahathin Muhammad dan wakilnya
Anwar Ibrahim. Kolaborasi kedua pemimpin inilah yang berhasil mengangkat negeri
itu ketingkat yang begitu tinggi jauh diatas Indonesia. Ternyata bukan
saya saja yang terinspirasi dengan kondisi itu. Para intelektual dan pengusaha
Indonesiapun terutama kalangan pribumi juga termotivasi. Maklumlah pada
tahun-tahun itu perkenomian Indonesia masih di kuasai oleh segelintir pengusaha
raksasa yang dikenal dengan sebutan konglomerat. Mereka berasal dari keluarga
dan kelompok usaha tertentu saja yang menguasai hampir sebagian besar perekonomian
negeri ini. Yang lebih menyentuh perasaan saya ternyata sebagian besar dari
konglomerat itu adalah non pribumi. Yah, ini di jaman ketika negeri ini secara
politis masih dipisahkan oleh stigma pribumi dan non pribumi. Nah, kebangkitan
Melayu Malaysia ini telah menyulut semangat Melayu Indonesia untuk bangkit dan
berjuang mengambil porsi yang lebih besar dalam perekonomian Indonesia. Hal itu
tidak hanya menyulut semangat pengusaha tapi juga tokoh-tokoh politik. Ada
kerjasama yang terbangun antara partai Golkar dari Indonesia dengan UMNO dari
Malaysia. Sementara BJ Habibie sebagai Wakil Presiden Indonesia dan Anwar
Ibrahim timbalan Perdana Menteri Malaysia menjadi ikon dari kejasama ini.
Wujud dari
semangat itu terbentuklah FOKUS (Forum
Komunikasi Usaha Sentarau). Forum ini berisikan gabungan pengusaha Melayu dari
Malaysia dan Indonesia. Mereka tidak hanya ingin menggabungkan potensi Melayu
di kedua negeri ini tapi juga nencakup seluruh keturunan Melayu di seluruh
dunia. Di Singapura, Thailand, Filipina, Sri Lanka, Afrika Selatan dan di
negeri-negeri yang terdapat keturunan Melayu. Hasil dari FOKUS ini lahirlah beberapa perusahaan baru
di Indonesia. Antara lain adalah Bank Mualamat Indonesia yang didirikan oleh
beberapa pengusaha Indonesia bekerjasama dengan bank Mualamat Malaysia.
Berikutnya lahir pula surat kabar, REPUBLIKA surat kabar pertama dari kalangan
Islam yang berwasasan nasional. Selanjutnya lahir pula Asuransi Takaful
Indonesia perusahaan asuransi berdasarkan syariah Islam. Perusahaan ini
merupakan afiliasi dari syarikat Takaful Malaysia. Momentum ini telah menjadi
pembuka jalan bagi lahirnya ribuan perusahaan dari kalangan Melayu Indonesia
yang terus bertumbuh hingga saat ini.
Dengan
semangat yang membara seperti itulah saya meyusun nama perusahaan. Kata VISI
merupakan singkatan dari Vision of Islamic Syariah Insurance. Jadi, di
dalamnya terkandung makna asuransi syariah yang merupakan visi dari perusahaan.
Lalu kata kedua BERSAMA. Kata ini menunjukkan bahwa perusahaan ini didirikan
secara bersama-sama dari beberapa orang yang mempunyai visi yang sama untuk sebuah
perusahaan asuransi yang berdasarkan syariah Islam. Konsep ini
pulalah yang digunakan untuk mendirikan bank Mualamat, Takaful dan REPBLIKA. Bahkan untuk REBUBLIKA
saya juga ikut sebagai pemegang saham walau hanya dengan nilai setoran sekitar
sepuluh ripiah waktu itu. Sedang kata SERANTAU adalah sebagai pengganti kata
Melayu alias pribumi. Orang Melayu Malaysia menyebut sesama orang Melayu di
dunia ini sebagai orang Serantau. Nah nama terakhir ini yang sering membuat
orang yang mendengarnya mengerinyitkan dahi. “hah, serantau maksudnya para
perantau?” kata mereka. Saya katakan sambil bercanda,” ya, betul perusahaan ini
didirikan para perantau dari Payakumbuh, Garut, Cirebon, Purwokerto” he he he. Ada pula yang
langsung menebak “wah ini pasti perusahaannya orang padang ya” Karena di dalam fikiran
kebanyakan orang kata serantau atau rantau itu relevan dengan orang Minang atau orang padang yang suka
merantau. Walau nama ini terdengar aneh tapi beberapa kali saya melihat dan membaca
ada nama-nama toko, organsasi yang menggunakan kata Visi dan Bersama. Bahkan
saya melihat sebuah spanduk di komplek tidak jauh dari rumah saya ada
sebuah koperasi dengan namanya sangat mirip. Bukan itu saja mereka juga
menggunakan logo yang juga mirip. Ternyata walau aneh, tapi disuka. Hmm.
Setelah
proposal rampung dan namanya sudah disetujui oleh team, kini saatnya untuk
mencari investor yang akan menamkan modal. Sebagian besar investor adalah dari
kalangan teman-teman pembimbing. Sebagai mantan pejabat tinggi Pertamina
beliau kenal dengan banyak orang-orang penting di negeri ini. Akhirnya beliau
memberikan daftar nama calon investor yang berisi sekitar 20 nama.
Di lain pihak
saya juga diminta untuk mencari calon investor. Tugas ini yang agak
memberatkan saya. Siapa yang akan saya ajak? Saya memang punya banyak kenalan
yang bisa saya tawarkan tapi siapa yang pantas saya ajak bergabung di
perusahaan ini? Akhirnya pilihan saya jatuhkan kepada kakak saya Iryadi Arifin! Haiya… hati saya jadi panas-dingin bercampur antara
takut dan malu. Tapi yang lebih dominan adalah rasa malu karena ternyata akhirnya
saya terpaksa juga menawarkan proposal ini kepada beliau. Bukankah kepada beliaulah seharusnya saya
tawarkan terlebih dahulu? Tapi apa boleh buat, akhirnya saya beranikan diri
untuk menawarkan. Dan luar biasanya beliau tertarik dan sangat senang melihat
proposal saya. Tapi begitu saya katakan bahwa proposal ini juga sudah diminati
oleh beberapa orang reaksi beliau jadi lain. “kenapa ditawarkan kepada orang
lain juga, bukan dulu Taufik pernah ngomong kalau kita mau buka sendiri” kata
beliau dengan nada sedikit agak tinggi. Aduh… akhirnya apa yang saya takutkan
terjadi juga. Itulah akibat dari rasa takut dan sungkan yang berlebihan
sehingga ide bagus saya akhirnya jatuh kepada orang lain. “Ya da In, ini karena
kita akan mengembangkan asuranasi syariah, jadi diperlukan banyak investor
untuk mempermudah pengembanganya” kata saya berdalih. Mendengar itu akhirnya beliau paham
dan tetap mau menjadi investor. Tidak hanya itu beliau juga mengajak sahabat
beliau di Hexindo bapak Herman Setiadi. Proposal dikirimkan satu-persatu ke pada calon
investor oleh isteri saya. Dia juga yang menelpon untuk memastikan bahwa mereka sudah
menerima dan bersedia untuk datang ke acara presentasi “Public Expose”
perusahaan yang akan diadakan beberapa hari kemudian. Hampir sebagian besar
dari yang ditawarkan berminat dan mau menjadi investor dan sekaligus pemegang
saham. Hasilnya semua saham terjual alias fully subscribed. Alasan mereka bukan
hanya karena presentasi dan proposalnya yang bagus tapi mereka terdorong dengan
semangat untuk mendirikan badan usaha yang bisa meningkatan peranan asuransi
syariah di Indonesia. Akhirnya semua modal yang
diperlukan sebesar dua ratus lima puluh juta rupiah terkumpul. Kalau dibanding
dengan uang sekarang kira-kira sebanyak satu milyar lebih. Dana sebesar itu
sudah cukup bagi kami untuk memulai bisnis dengan kondisi yang relatif baik.
Akte pendirian
perusahaanpun segera di urus. Saya diputuskan sebagai Direktur sementara
dua orang pemegang saham yang lain ditunjuk menjadi Komisaris. Hitung-hitung bagi
saya ini promosi kedua dalam tahun 1996. Pertama, promosi menjadi Senior
Manager IBS setelah tiga tahun menunggu. Kedua ya promosi menjadi Direktur di
VBS ini. Jadi kalau anda mau dipromosi dua kali
dalam satu tahun maka dirikanlah perusahaan anda sendiri. Anda pasti jadi
direktur dan tidak perlu menunggu lama. He he he.
Dalam exit
interview dengan Brian Dallamore boss sekaligus orang yang paling saya respek
di IBS saya katakan apa adanya mengenai alasan saya untuk keluar. Dia mengerti dan
memahami alasan saya. Bahkan dia menghormati langkah saya untuk mendirikan
bisnis sendiri. “So we are competing each other then…” katanya. Saya bilang,
saya katakan bahwa perusahaan saya masih kecil dan saya tidak akan
menjadi pesaing bagi IBS. Nah, ini yang membut saya begitu menghargai orang ini ketika
dia mengatakan begini “Taufik, we thank you for you what have
been doing for us. I highly appreciate it. Should you fail with your new
endeavor, please come back, the door is always open for you”. Satu pernyataan
dari seorang pemimpin yang luar biasa hebat. Meski dia tahu saya akan menjadi
pesaingnya, tapi dia juga membuka diri bagi saya untuk kembali kalau saya gagal
dan usaha saya. Walau saya tidak berharap akan kembali, tapi itu
sungguh penghargaan yang memberikan rasa
nyaman kepada saya. Berarti selama ini mereka mengakui bahwa saya telah
memberikan yang terbaik untuk perusahaan. Saya berharga untuk mereka,
oleh karena itu mereka membuka pintu bagi saya untuk kembali.
Bagi saya
seorang Brian Dallamore menjadi role model yang sempurna di bidang broker asuransi. Dia seorang broker asuransi yang begitu
lengkap. Dia menguasi dengan baik segala aspek dan seluk-beluk bisnis broker
asuransi. Dia paham dengan baik semua hal, mulai
dari a sampai z. Yang menarik semuanya itu dia temukan sendiri dan bukan dia
peroleh dari bangku kuliah. Dia hanya sempat mendapatkan gelar Certified
Insurance Institute (CII) dari London pada usia yang masih relatif muda. Dia
juga sempat bekerja beberapa tahun di perusaan asuransi di London sebelum dia
pindah ke Indonsia dalam usia yang masih sangat muda. Sebelumnya dia juga
pernah menjadi penjaga gawang team sepakbola yang terkenal Chelsea FC London
beberapa tahun. Mungkin ketika dia masuk ke Indonesia dalam usia sekitar tiga
puluh tahun. Sejak itu dia hanya menetap di Indonesia dan tidak kemana-mana
lagi. Seluruh waktunya di Indonesia dia habiskan di IBS hingga beberapa tahun
yang lalu ketika dia terpaksa harus meninggalkan perusahaan yang sudah
lebih dari tiga puluh dibangunya. Kalau bukan karena “kejeniusannya” tidaklah
mungkin dia membangun perusahaan itu dari sebuah perusahaan kecil pada awal
tahun delapan puluhan, menjadi perusahaan broker asuransi raksasa terbesar
di Indonesia mulai sejak ia bergabung hingga sampai akhirnya dia
meninggalkan perusahaan itu. Bahkan perusahaan itu pernah menjadi perusahaan
broker asuransi terbesar di Asia Tenggara. Bukan hanya karena dia
seorang tenaga expatriates. Ada puluhan bahkan ratusan tenaga expatriates asing
yang pernah bekerja di industry asuransi di Indonesia bahkan ada yang lebih
lama lagi tinggal di sini, tapi tidak ada satupun dari mereka yang sanggup
membangun dan memimpin perusahaan seperti yang berhasil ia bangun.
Dia menguasai semua
aspek manajemen dengan baik. Dia merencanakan operasional perusahaan dan
pengembangannya selama bertahun-tahun. Dia mempunyai visi yang begitu jauh
kedepan. Termasuk memilih lokasi kantor yang sangat strategis, memutuskan untuk
menggunakan teknologi yang terbaik serta merekrut tenaga terampil. Ia berhasil
menciptakan suasana kerja yang membuat semua orang berkembang dan maju.Di IBS sebenarnya
tidak ada pendidikan dan pelatihan khusus untuk menajdi broker asuransi yang
baik. Mereka juga jarang mengirim orang-orangnya untuk mengikuti traning dan
pendidikan asuransi di luar. Tapi mereka tetap berhasil menciptakan
tenaga-tenaga ahli broker yang kemampuannya jauh diatas rata-rata yang lain.
Semua itu karena Brian berhasil menciptakan system kerja broker yang sempurna
yang membuat semua orang menjadi ahli. Itulah salah satu yang
membuat orang begitu respek dengan karyawan IBS dan ex IBS. Mereka sering mempelesetkan
nama IBS sebagai “Insurance Broking School” Boleh juga. Ada ratusan alumni
sekolah ini termasuk saya.
Brian menulis
dan membuat proposal bisnis dengan tulisan tangannya sendiri. Dia bisa menulis
berlembar-lembar diatas kertas bergaris mengenai ide dan konsep risk management
dan asuransi yang ingin dia sampaikan kepada setiap klien. Tidak ada yang copy
paste, semua dia tulis sendiri untuk masing-masingnya. Gaya bahasa, alur cerita
serta point-point yang ingin dia sampaikan begitu runut dan tertata dengan baik
sehingga sangat mudah dipahami oleh pembaca. Ketika saya memperdalam ilmu
penulisan surat dari buku-buku terbaru saya menemukan ternyata surat-surat yang
dibuat oleh Brian jauh lebih bagus dan menarik. Bedanya Brian menemukannya sendiri,
sementara buku hasil penelitian dan mungkin juga hasil copy paste.
Jangan ditanya
soal teknis asuransi. Apapun isi polis asuransi, dia pasti mengetahuinya.
Dengan mudah dia menemukan kejanggalan jika ada dan langsung meminta untuk
dikoreksi. Bukan itu saja Brian juga bisa merancang sendiri polis-polis
asuransi. Pada masa itu ada polis asuransi dengan format khas IBS untuk polis
asuransi Construction Erection All Risks namanya IBSCTP1. Ini dirancang oleh
Brian dan team. Ada beberapa program lain termasuk dulu ada program asuransi
Auto Loan, House Loan bekerjasama dengan Citibank.
Demikian juga
dalam hal penyelesaian klaim. Dia mampu menyelesaikan klaim-klaim asuransi yang
rumit dan besar. Dia bisa menghadapi loss adjuster, underwriter dan semua pihak
untuk membuktikan bahwa klaim yang terjadi adalah liable. Saya punya pengalaman
yang menarik ketika menyelesaikan sebuah klaim dengan Brian. Klaim mengenani
polis asuransi Third Party Liability. Kebetulan polis itu diatur oleh senior
manager yang telah keluar dan saya hanya meneruskan saja. Ternyata di dalam
polis itu ada kesalahan yang dilakukan oleh senior manager yang menyebabkan
klaim itu tidak dibayar. Nilai klaim cukup besar karena itu menyangkut sebuah
gedung tinggi yang miring konon katanya akibat kesalahan dari kontraktor.
Awalnya saya melihat Brian begitu panik, kami sempat membongkar-bongkar file
untuk menemukan koresponden tapi tidak ada. Yang menarik bagi saya dia tidak
menyalahkan senior manager yang sudah keluar dan juga tidak menyalahkan saya.
Dia mengerjakannya sendiri dan menyelesaiakannya. Akhirnya saya tahu
klaim itu terselesaikan juga dengan cara yang baik. Jadi dia mengambil resiko
kepemimpinan.
Sejak dua
tahun lalu Brian sudah tidak di IBS lagi. Perusahaan yang sudah lebih dari tiga
puluh tahun dibesarkannya. That’s business life. Semuanya pasti ada akhirnya. Dari
informasi rekan-rekan ex IBS saya dengar sekarang Brian menjadi direktur dan
CEO untuk wilayah Asia Pacific dari salah satu perusahaan broker besar yang
berpusat di London. Dia lebih banyak tinggal di Singapura. Saya doákan Brian
agar meraih kemajuan yang luar biasa di tempat barunya.
Persiapan
kantor dimulai sejak awal May 1996. Lokasi kantor kami putuskan berdekatan dengan kantor
Takaful di gedung Arthaloka jalan Jendral Sudirman Jakarta. Bersebarangan
dengan gedung Land Mark Center tempat kantor IBS. Bagi saya dari segi lokasi
tidak banyak perubahaan. Bahkan sama, masih bisa bertemu dan “hang out” dengan teman-teman
saya di IBS. Untuk isi kantor kami di bantu oleh pak Agus Siswanto rekan kami
dari Takaful yang juga ketua koperasi karyawan takaful. Kami pesan kursi dan
meja di langganan Takaful di toko furniture milik ci Aming di Jatinegara.
Hari-hari
pertama dimulainya perusahaan sangat menegangkan. Penuh dengan perasaan
harap-harap cemas. Cemas karena takut apakah perusahaan ini akan berhasil atau
tidak. Rasanya terlalu banyak tantangan yang akan kami hadapai untuk berhasil.
Perusahaan baru, nama baru, jenis asuransi baru, lingkungan baru, team baru dan
segala baru. Tentulah tidak mudah untuk memulai bisnis dengan kondisi seperti
ini. Bagi saya ini adalah pengalaman pertama saya menjalankan bisnis sendiri.
Hari-hari pertama suasana kantor begitu sepi. Tidak ada tamu, tidak ada bunyi
mesin printer, tidak ada suara telepon berdering. Masing-masing kami berusaha
menyibukkan diri. Kalau sekali-sekali ada telepon yang berdering kami rasanya begitu
senang, dan langsung berebutan menjawabnya. Dan setelah diangkat ternyata yang menelpon adalah isteri saya. Di bulan
pertama itu, isteri saya yang paling sering menelpon. Selain itu adalah para share holder dan komisaris yang ingin tahu
mengenai kondisi kami. Belum ada telepon dari teman maupun nasabah.
Logo
perusahaan awalnya dirancang oleh sepupu saya Dirwanto. Sepertinya dia
termotivasi dengan melihat logo bank Mualamat waktu itu. Sehingga format dan
bentuknya mirip. Tapi setelah kami coba cetak di atas kertas kop surat logo itu
terlihat agak aneh. Lalu buru-buru kami robah dengan menambahkan titik-titik di
bagian tertentu. Hasilnya ternyata makin lucu. Logo itu terlihat seperti gambar
Dora Emon! Kami tertawa dan geli sekali melihatnya. Akhirnya kami lakukan beberapa revisi hingga
akhirnya kami puas dan percaya diri.
0 comments:
Post a Comment