Mesjid Nurul Iman, Christ Church, New Zealand |
Saudaraku, tadi siang Selasa 24 April 2012, saya bersyukur saya bisa kembali hadir mengikuti pengajian mingguan bersama ustad Abdurahman Al Baghdady. Saya sudah belajar agama dengan beliau sejak awal 2008 lalu. Awalnya saya mengikuti pengajian setiap Senin malam di jl. Purwakarta Menteng di rumah sahabat saya Sabrun Jamil. Sekarang pengajian dipindah ke kantornya pak Sabrun di Plaza Asia Jl. Sudirman Jakarta.
Belajar dengan ustad Abdurahman sangat menarik. Penguasaan ilmu agamanya begitu luas. Pemahaman Alquran dan Hadis dan praktek syariah dalam kondisi sekarang ini sangat up to date. Ustad Abdurahman berasal dari Lebanon, kemudian hijrah ke Australia dan sekarang menetap di Indonesia.
Berikut ini makalah pengajian kami hari ini. Semoga ilmu ini bermanfaat bagi kita semua. Jika anda suka, tolong direferensikan kepada teman. Kalau mau mencopy paste, anda dipersilakan.
Informasi ini dipersembahkan oleh L&G Insurance Broker perusahaan broker dan konsultan asuransi terbaik di Indonesia untuk segala jenis asuransi. Hubungi/WA ke 081283987016
01. AKHLAK DASAR BERGAUL
DENGAN ORANG LAIN
1.
Hendaknya berusaha semaksimal mungkin menjaga
perasaan orang lain, tidak menghinanya, dan tidak pula mengejek atau
mencelanya. “Hai orang-orang yang beriman
janganlah suatu mengolok-olopk kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang
diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok)…. (QS. Al-Hujurat
49:11)
2.
Hendaknya menjaga kondisi orang lain, memahami sifat
dan akhlak mereka, serta bergaul dengan mereka secara baik.
وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً
لِأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ
“Janganlah
kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuik berbuat
kebajikan, bertakwalah dan mengadakan ishlah di antara manusia….” (Qs.
Al-Baqarah 2:224)
3. Memposisikan mereka sesuai dengan posisinya masing-masing, dan memberikan
kepada mereka hak-haknya sesuai dengan statusnya.
“Tidaklah termasuk golongan kami, orang yang yang tidak mengasihi anak
kecil dari kami dan tidak mengetahui hal orang yang lebih tua dari kami.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
4. Bersikap rendah hati kepada mereka, tidak sombong, tidak takabur, dan tidak
pongah. “Dan janganlah engkau palingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) ….” (QS. Luqman 31:18).
5.
Selalu tampil dengan muka manis dan cerah ketika
berjumpa dengan orang lain.
تَبَسَّمُكَ
فِى وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.”
(HR. Tirmidzi)
6.
Berbicara kepada mereka sesuai
dengan kadar intelektual mereka.
“….dan katakanlah kepada mereka kata-kata yang memberi bekas pada apa-apa
yang ada di hati mereka.” (QS. An-Nisa
4:63).
7. Mendengarkan baik-baik permbicaraan mereka, serta menjauhi perdebatan dan
berbantah dengan mereka.
“Aku penjamin rumah di tengah-tengah taman surga bagi
siapa pun yang menghindari perbedatan sekalipun dia benar…” (HR. Abu Dawud).
8. Selalu berbaik sangka kepada mereka dan tidak memata-matai mereka. “… jauhilah kebanyakan prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah mencari-cari kesalahan
orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lainnya
….”(QS. Al-Hujurat 49:12)
9. Hendaknya menaruh perhatian kepada kehidupan mereka, memahami keadaan
mereka, dan ingin selalu tahu mengenai persoalan-persoalan yang sedang mereka
hadapi.
Seorang gadis datang kepada Rasulullah sambil berkata,
“Sesungguhnya ayahku telah mengawinkan aku dengan anak saudaranya, agar
menutupi kekurangannya dengan (memperalat) diriku. Padahal aku tidak
menyukainya.” Maka Rasulullah saw. mengirimkan kepada ayahnya dan memerintahkan
agar urusannya diserahkan kepada gadis itu. Gadis itu pun berkata lagi, “Aku
telah memalui apa yang diperbuat oleh ayahku,tetapi aku ingin agar para wanita
tahu, bahwa para bapak tidak berhak sedikut pun pperihal sesuatu (yang
berkaitan dengan kawin paksa)” (HR. Nasa’i
dan Ibnu Majah).
10.
Memaafkan kesalahan orang lain, dan tidak
mencari-cari keburukan mereka, dan
menahan diri untuk tidak menumpahkan amarah kepada mereka.
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ
إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ *
“Kekuatan
itu tidak dibuktikan dengan kemenangan bertumbuk. Tetapi orang yang kuat ialah
orang yang dapat mengawal dirinya ketika sedang marah.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
“Barangsiapa dapat menahan marah, dan dia dapat
menguasainya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di atas kepada
makhluk-makhluk sampai Dia memberitahukannya, bidadari mana yang ia sukai.” (HR. Bukhari).
02. AKHLAK TERHADAP ORANG TUA
1.
Hendaknya senantiasa berbuat baik kepada orang tua,
meskipun mereka kafir. Ingatlah ketika
ibu sedang mengandung.
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
”Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat) baik kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah
kembalimu”. (QS. Lukman 31:14).
2.
Lakukan perbuatan yang
mendatangkan keridhoan Allah dan keridhoan ibu bapak.
“Keridhoan Allah itu terletak
pada keridhoan ibu bapak dan kemurkaan Allah itu terletak pada kemurkaan kedua
ibu bapak pula.” (HR. Tirmidzi dan
Hakim).
3.
Hendaknya merawat dengan baik,
apalagi ketika mereka sangat memerlukan.
“Ada seorang lelaki datang
kepada Nabi SAW minta izin pergi
jihad/perang, kemudian Nabi bertanya, "Apakah kedua orang tuamu masih
hidup?" Ia menjawab, "Masih." Maka sabda Nabi, "Berjihadlah
untuk kedua orang tuamu itu." (HR.
Bukhori dan Muslim).”
4.
Hendaknya mendahulukan hak ibu sebelum hak bapak.
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ
بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ
ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ *
Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. dan
bertanya,“Ya Rasulullah, siapakah di antara manusia yang berhak aku pergauli
dengan baik? Beliau menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi,
"Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Dia bertanya
lagi, "Kemudian siapa?" Beliau
menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?"
Beliau menjawab, "Bapakmu." (HR. Bukhori dan Muslim).
5.
Hendaknya tidak berkata kasar
dan memelihara dengan sebaik-baiknya.
وَقَضَى رَبُّكَ
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا
أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Robb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya, jika salah seorang dari keduanya atau keduanya sampai berusia
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali mengatakan "uf, ah, uh, us, hus" dan
janganlah kamu membentak mereka” (QS. Al-Isro' 17:23).
6.
Hendaknya memberikan nafkah
kepada mereka, jika masih dibutuhkan. (QS. Al-Baqoroh 2:215).
7.
Hendaknya menolak dengan baik
dan tidak mentaatinya jika mereka menyuruh
maksiat.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat)
baik kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (QS. Al-Ankabut 29:8).
8.
Tidak mencelanya, tidak
mencacinya, tidak mengolok-oloknya. Termasuk dosa besar yaitu orang yang
mencaci maki ibu bapaknya.
Para sahabat bertanya,
"Apakah ada orang yang mencaci maki ibu bapaknya sendiri?" Rasulullah
menjawab, "Jika ada seseorang yang mencaci maki ayah orang lain kemudian
orang lain itu mencaci maki ibu bapaknya." (HR.
Bukhori dan Muslim).
9.
Berbuat baik kepada orang tua bukan saja ketika
masih hidup, tetapi setelah mereka wafatpun perlu dilakukan.
“….dengan cara (1) menyolatkan/ mendoakan kepada keduanya, (2) memohonkan
ampun kepada keduanya, (3) menepati janji keduanya, (4) menyam-bung silaturahim
yang dikenalnya, (5) menghormati sahabatnya.” (HR. Abu Dawud).
10.
Hendaknya selalu mendoakan
keduanya asal mereka bukan orang kafir.
رَبِّ ارْحَمْهُمَا
كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
"Ya, Robb-ku kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka
telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al-Isro' 17:24). [Baca juga QS. At-Taubah 9:80-84 dan Al-Munafiqun 63:5-6].
11.
Janganlah durhaka kepada ibu
bapak.
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ
الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ
وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَوْ قَوْلُ الزُّورِ
“Mahukah
aku ceritakan kepada kamu sebesar-besar dosa besar? Ada tiga perkara, yaitu
mensyirikkan Allah, menghardik kedua ibu bapa dan bersaksi palsu atau kata-kata
palsu. (HR. Bukhori dan Muslim).
12.
Ingatlah bahwa durhaka kepada
mereka dipercepat siksanya.
“Semua dosa akan dibiarkan atau
diakhirkan (siksaannya) sekehendak Allah sampai hari kiamat, kecuali durhaka
kepada kedua orang tuanya, maka sesungguhnya dosa itu Allah akan menyegerakan
azab kepada pelakunya.” (HR. Ibnu Hibban
dan Ibnu Majah).
13. Ingatlah bahwa
tidak akan masuk surga anak durhaka sebelum ia bertaubat.
“Ada empat golongan yang Allah berhak tidak memasukkan
mereka ke dalam surga bahkan tidak dapat merasakan nikmat yang ada di dalamnya,
yaitu: (1) peminum khomer, (2) pemakan riba, (3) pemakan harta anak yatim
secara zalim, (4) durhaka kepada orang tua, kecuali kalau mereka itu mau
bertaubat.” (HR.. Hakim).
14. Segera ingatlah
jika hendak berbuat durhaka kepada orang tua, bahwa doanya mustajab.
“Ada tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan, yaitu (1) doa orang
yang teraniaya, (2) doa orang yang bepergian, dan (3) doa kedua orang tua kepada anaknya.” (HR.
Tirmidzi).
15. Hendaknya selalu
ingat bahwa berbuat baik kepada ibu bapak akan dipanjangkan umur.
“Dan Allah akan menambah umur seorang hamba jika ia berbuat baik kepada
ibu bapaknya, bahkan Allah akan menambah kebaikannya kepada siapa saja yang
berbuat baik kepada ibu bapaknya, serta memberi nafkah kepada mereka jika
diperlukan.” (HR. Ibnu Majah).
16.
Hendaknya selalu ingat bahwa
memuliakan orang tua akan dimuliakan anak.
“Jika seorang pemuda memuliakan/ menghormati
orang tua karena usianya, maka Allah telah menentukan baginya orang yang akan
menghormatinya pada hari tuanya (HR. Tirmidzi)
03. AKHLAK TERHADAP ANAK-ANAK
1.
Anak adalah rahmat Allah, hendaknya disyukuri dengan curahan kasih sayang.
وَءَاتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ
مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا
“Dan Kami kembalikan kepadanya anak isterinya bersama mereka seganda
mereka sebagai rahmat dari sisi kami.” (QS. Al-Anbiya' 21:84).
“Anak itu adalah buah hati dan
sesungguhnya dia harum-haruman surga.” (HR.
Tirmidzi).
2.
Anak adalah
barang gadai. Sebaiknya orang tuanya menebusnya dengan akikah.
“Tiap-tiap anak
itu tergadai dengan akikahnya yang disembelihkan baginya pada hari ke tujuh, dan dicukur rambutnya, dan diberi
nama.” (HR. Ahmad, Abu Dawud , Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Nasa'i).
3.
Anak adalah amanah Allah, maka hendaknya dididik dan
diajari tentang berbagai keperluan hidupnya untuk dunia dan akhirat.
“Kepunyaan
Allah-lah apa yang ada di langit dan di
bumi.” (QS. Al-Baqoroh 2:284).
4.
Anak adalah penguji iman. Oleh karena itu perlu sabar agar tidak membuat jauh dari Allah.
وَاعْلَمُوا
أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ
“Ketahuilah bahwasannya harta-hartamu dan
anak-anakmu itu adalah ujian, dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahal yang
besar. (QS. Al-Anfal 8:28).
"Hai
orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa berbuat maka mereka
itulah orang-orang yang rugi (QS. Al-Munafiqun 63:9).
5.
Anak adalah makhluk mulia. Oleh karena itu jangan sampai menjadi hina karena kekafiran.
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. ….” (QS. Al-Isro' 17:70)
"Sesungguhnya
orang-orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik akan masuk neraka
jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka
itulah seburuk-buruk makhluk (QS Al-Bayyinah
98:6).
6.
Anak adalah media amal. Oleh karena itu hendaklh ia
diberi makanan yang halal agar tumbuh dengan baik jasmani dan ruhainya. “Satu dinar kamu nafkahkan di jalan Allah,
satu dinar kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar kamu nafkahkan untuk orang miskin,
satu dinar kamu nafkahkan kepada ahlimu (anak isteri), yang paling besar
pahalanya adalah yang kamu nafkahkan untuk anak isterimu.” (HR. Muslim).
7.
Anak adalah lahan dakwah.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
"Hai
orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka."
(QS. At-Tahrim 66:6)
Ibnu Abbas mengartikan ayat ini, "Laksanakan
amal, taat kepada Allah dan meninggalkan maksiat serta suruhlah anakmu
selalu berdzikir kepada Allah niscaya
Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka."
8.
Anak adalah bekal akhirat, maka hendaklah diajari
menjadi anak yang shalih.
“Apabila manusia
itu mati maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, (1) shodaqoh jariyah, (2)
ilmu yang bermanfaat, (3) anak sholih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
9.
Anak dilahirkan dalam keadaan suci, hendaknya
diajarkan kelurusan beragamanya.
مَا مِنْ مَوْلُودٍ
إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ
وَيُمَجِّسَانِهِ
“Tidaklah anak
itu dilahirkan, melainkan dengan fitroh/kesucian, maka orang tuanyalah yang
akan menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim).
10. Anak dilahirkan tanpa ilmu, hendaknya diajarkan
kewajiban belajar/menuntut ilmu.
وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ
لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati
agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl 16:78).
11. Anak dilahirkan dalam keadaan lemah, ajarkan
latihan keterampilan dan kesehatan. Termasuk diberi makanan yang halal.
“Orang mukmin
yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mumin
yang lemah.” (HR. Muslim).
12. Anak dilahirkan dengan mengemban
fungsi, hendaknya diajarkan kebiasan ikhlas ber-ibadah.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.” (QS.Adz-Dzariyat 51:56).
13. Anak dilahirkan dengan pertanggung- jawaban,
hendaknya diajarkan kebaikan-kebaikan akhlak/moral.
“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
sebesar atom, niscaya akan melihatnya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar atom, niscaya ia kan melihatnya pula.” (QS.
Az-Zalzalah 99:7-8).
14.
Anak termasuk makhluk terbagus, hendaknya dijaga dengan iman dan
amal sholih.
لَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ () ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ
سَافِلِينَ () إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
“Sesungguhnya
telah Kami ciptakan manusia itu dalam sebaik-baik kejadian, kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal sholih.” (QS. At-Tin 95:4-6).
15. Anak termasuk makhluk terpandai, perlu
dikembangkan akalnya untuk kemajuan.
“Anak yang
energik ketika kecilnya adalah pertanda ia akan menjadi cerdas ketika dewasa.”
(HR.Tirmidzi).
16. Anak
termasuk makhluk terpercaya, perlu dibiasakan memegang amanah. “Hai orang-orang yang beriman janganlah
kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepada-mu sedang kamu mengetahu.” (QS.Al-Anfal 8:27).
17. Hendaklah orang
tua membangun dan melatih kepercayaan diri anak untuk menjadi pemimpin
orang-orang yang bertaqwa. (QS. Furqan 25:74)
18. Hendaklah setiap
orang tua selalu berdoa untuk anak-anaknya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya, Robb
kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan anak keturunan kami
sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertaqwa (QS. Al-Furqan 25:74).
04. AKHLAK TERHADAP SAUDARA
1.
Bergaul
dengan mereka dengan cara yang baik. Jika mereka di bawah tangannya atau dalam
pemeliharaannya, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang dimakannya,
membebrinya pakaian dari apa yang ia pakai. (HR.
Bukhari).
2.
Jika
mereka diberi pekerjaan, maka hendaknya jangan diberi pekerjaan yang mereka
tidak mampu mengerjakannya. (HR. Bukhari).
3.
Hendaknya saudara tua
laki-laki berlaku terhadap adiknya, seperti ayah yang mengasihi terhadap
anaknya (HR. Baihaqi).
4. Hendaknya saudara muda memposisikan saudara tua
sebagai orang yang dihormatinya.
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيْرَنَا
“Tidِaklah termasuk
golongan kami, orang yang yang tidak mengasihi anak kecil dari kami dan tidak
mengetahui hal orang yang lebih tua dari kami.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
5. Hendaknya menyambung silaturahim dengan
saudara (HR. Bukhari dan Muslim), bukan
justru memutuskan tali persaudaraan karena perkara duniawi, misalnya karena
masalah warisan dan lain-lain.
6. Hendaknya rasa cintanya kepada suadara tidak
menyebabkan untuk berbuat tidak adil kepada orang lain.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ
بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ
“Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu." (QS. An-Nisa’ 4:135).
7.
Hendaknya tetap
mengingatkan atau menasihatinya jika mereka berbuat maksiat, dengan cara yang
baik dan merendahkan diri (QS. Asy-Syuara 26:214-215).
8. Hendaknya tidak menjadikan saudara sebagai wali,
jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا ءَابَاءَكُمْ
وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yanmg beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan
saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran
atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(QS. At-Taubah 9:23).
9. Benar-benar berbara’ terhadap saudar-sauadara
yang mereka itu benar-benar menentang Allah dan Rasul-Nya.
لَا تَجِدُ قَوْمًا
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ
أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu
tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau
keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadalah 58:22)
05. AKHLAK TERHADAP SUAMI
1.
Hendaknyalah menjaga cinta
kasih sayangnya, menjaga amanahnya, mempercayainya, agar ketenteraman dan
kedamaian rumah tangga terjaga dan terwujud.
وَمِنْ
ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “(QS. Ar-Rum 30:21)
2.
Hendaknya selalu menjaga
keshalihahan dan kehormatan diri sendiri, baik ketika suami ada maupun tidak
ada.
“Perempuan
yang terbaik yaitu bila kau lihat menyenangkan, bila kau perintah mentaatinya,
bila diberi janji diterimanya dengan baik, dan bila kau pergi, dijaganya dengan
baik dirinya dan hartamu.” (HR. Nasa’i). (Baca pula QS. 33:33)
3.
Hendaknya melayani suami
dengan sebaik-baiknya dan tidak akan pernah menolak ajakannya, kecuali untuk
berbuat maksiat. (HR. Muslim).
4.
Hendaknya menjaga
kehormatan suaminya, kemuliaannya, hartanya, anak-anaknya, dan urusan rumah
tangga lainya
إِذَا أَنْفَقَتِ
الْمَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا
بِمَا أَنْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ
“Apabila seorang
isteri membelanjakan dari makanan yang terdapat di rumahnya tanpa melakukan kerusakan,
maka dia akan mendapat ganjaran dari apa yang telah dibelanjakannya dan
suaminya juga beroleh pahala dari apa yang telah diusahakan..” (HR. Bukhari dan
Muslim, baca juga)
5. Hendaknya suka berhias untuk suami, bukan justru
sebaliknya berhias jika akan bepergian semata.
6. Hendaknya tidak menyakiti suami, baik dengan
perkataan atau perbuatan.
“Tidaklah seorang isteri menyakiti suaminya di
dunia, kecuali isteri-isteri dari kalangan bidadari berkata kepadanya,
“Janganlah engkau menyakitinya, nanti engkau akan dimusuhi Allah. Suami yang
ada di sisimu ibarat tamu yang segera berpisah denganmu yang akan segera
berjumpa dengan kami.” (HR. Ibnu Majah).
7.
Hendaknya
tidak mengumbar atau menyebarluaskan keburukan-keburukan suami. (HR. Muslim)
8.
Hendaknya
tidak bercerita tentang wanita-wanita
lain. “Janganlah wanita-wanita bergaul dengan wanita lain, lalu
menceritakan keadaan wanita itu kepada suaminya seolah-olah suaminya itu
melihat langsung..” (HR Bukhari).
9.
Hendaklah meminta izin
suaminya untuk hal-hal yang sunnah.
لَا تَصُمِ
الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ
وَهُوَ شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Janganlah
seseorang wanita berpuasa, sedang suaminya hadir (di rumah), kecuali dengan
izinnya. Dia juga tidak boleh mengizinkan (orang lain) berada di rumahnya,
sedang suaminya hadir, kecuali denganizinnya.” (HR. Bukhari).
10.
Menjaga harta suami dan
memanfaatkannya dengan cara yang makruf, bukan menggunakan dengan berfoya-foya,
berlebih-lebihan, bukan pula dengan memubazirknnya
وَمَا أَنْفَقَتْ
مِنْ كَسْبِهِ مِنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّ نِصْفَ أَجْرِهِ لَهُ *
“Dan
apapun yang dia belanjakan dari hasil kerja suaminya tanpa perintah atau izin
suaminya itu, maka separuh dari pahalanya adalah untuk suaminya.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
06. AKHLAK TERHADAP ISTERI
1.
Hendaknyalah menjaga cinta
kasih sayang-nya, menjaga amanahnya, mempercayainya, agar ketenteraman dan
kedamaian rumah tangga terjaga dan terwujud. (QS. Ar-Rum 30:21)
2. Hendaknya memperlakukan atau bergaul dengan istri
dengan sebaik-baiknya
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا
تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ
يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ
كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ
خَيْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa 4:19).
3.
Hendaknya memberi makan,
pakaian dan tempat tinggal sesuai dengan apa yang ia makan atau yang ia pakai.
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya…”. (QS.
Al-Baqarah 2:233, baca juga At-Thalaq 65:6)
4.
Hendaknya mengajari dan mendidik isteri tentang
ulumuddin agar hidupnya selamat. (QS. At-Tahrim 66:6).
5. Hendaknya menerima keadaan isterinya dan tidak
mencelanya.
“Janganlah seorang laki-laki beriman membenci wanita
beriman. Apabila ia tidak menyukai sebagaian dari akhlaknya tentu ia akan
menyukai akhlaknya yang lain (HR. Muslim).
6.
Hendaklah mencemburi
isterinya, sebab kalau tidak seekor serigala masih mampu menerkam domba yang
gesit sekali pun.
“Apakah kamu sekalian merasa heran dengan kecemburuan
Sa’ad? Sungguh aku lebih pencemburu daripa dia. Dan
Allah lebih pemncemburu daripada aku.” (HR. Muslim).
7. Membantu urusannya, jika memang diperlukan dan
waktu memungkinakan. Banyak riwayat yang mengisahkan bahwa Rasulullah saw.
biasa menjahit pakaiannya yang sobek,
memperbaiki sandal, menambal ember dengan tanpa mengurangi kemualiaan beliau
sebagai Rasul dan Khalifah.
8.
Hendaknya menasihatinya jika melanggar syariat Allah
dengan hati-hati. Jika terpaksa harus memukul pun harus berhati-hati dengan tidak
meninggalkan bekas. (QS. An-Nisa’ 4:34).
9.
Hendaknya
mengupayakan jalan damai jika terjadi
sengketa, dan menghindari talak. (QS. An-Nisa’ 4:35)
“Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah
Azza wa Jalla ialah talak.” (HR. Abu Dawud dan Hakim).
10. Hendaknya berbuat adil jika isterinya lebih dari
seorang.
وَإِنْ
خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ
النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa’ 4:3).
11.
Hendaknya
tidak membeberkan rahasia dan aib isterinya (HR. Muslim).
12.
Hendaknya suka berdoa
untuk kedamaian dan kebaikan keluarga dan anak cucunya.
“Dan orang-orang yang berkata:
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan 25:74)
07. AKHLAK TERHADAP SANAK
KERABAT
1.
Hendaknya tetap menjaga dan menjalin hubungan
silaturahimز
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي
تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang
satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS.
An-Nisa’ 4:1).
2.
Hendaknya jangan sampai hubungan silaturahim
terputus hanya karena salah seorang dari kerabat itu berkuasa atau memegang
jabatan lalu sombong (QS. Muhammad 47:22).
3.
Hendaknya
memberikan hak kepada kerabat, sesuai dengan kemampuannya, apalagi jika
Allah melapangkan rezeki kepadanya.
فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
“Maka berikanlah
kepada kerabat yang terdekat akan haknya,…” (QS. Ar-Rum 30:38).
4.
Hendaknya tetap berbuat adil dan berbuat kebajikan
kepada keluarga atau kerabat (QS. An-Nahl 16:90, An-Nisa’ 4:36).
5.
Hendaknya bersikap dan berakhlak yang baik dan
berkata yang baik kepada kerabat.
وَإِذَا
حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ
فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan apabila
sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah
mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik.” (QS. An-Nisa 4:8).
6.
Hendaknya berakhlak atau berbakti kepada kerabat
yang tua seperti bersikap kepada ibu atau bapaknya sendiri (HR. Bukhari dan
Muslim)
7.
Hendaklah berakhlak atau menyayangi kerabat yang muda
seperti menyayangi anak-anaknya sendiri. Kakak laki-laki dapat menjadi wali
nikah bagi adik-adiknya, jika ayahnya telah tiada.
8.
Tetap menjalin hubungan silaturahim dengan kerabat,
meskipun mereka kafir seperti berbuat baik kepada ayah dan ibu yang kafir. Akan
tetapi tetap ingat syariat Allah yang
lainnya.
10.
Hendaknya tidak menjadikan
kerabat sebagai wali, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan
saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran
atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(QS. At-Taubah 9:23).
11. Benar-benar berbara’ terhadap kerabat yang mereka
itu benar-benar menentang Allah dan Rasul-Nya.
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang
beriman kepada Allah danhari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadalah 58:22)
Informasi ini dipersembahkan oleh L&G Insurance Broker perusahaan broker dan konsultan asuransi terbaik di Indonesia untuk segala jenis asuransi. Hubungi/WA ke 081283987016
08. AKHLAK TERHADAP MERTUA
1.
Menantu laki-laki (suami)
hendaknya mengingatkan istrinya untuk tetap berbuat baik kepada orang tuanya
(mertuanya), hal demikian merupakan bagian dari rasa hormatnya kepada mertua.
2.
Suami istri sebaiknya
bertempat tinggal terpisah dengan mertua agar lebih bisa mandiri dan tidak
banyak ikut campur orang lain yang dapat merusak hubungan keharmonisan keluarga
antara suami istri, terutama antara menantu putri dan mertua putri. Allah berfirman:
أَسْكِنُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا
عَلَيْهِنَّ
"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka." (QS Ath-Tholaq 65:6).
3.
Menantu laki-laki harus
lebih bijaksana meminpin bahtera keluarga. Jangan mudah mengikuti
bujukan-bujukan maksiat dari istri atau
orang tua. Jangan mudah terbius oleh isu atau provokasi dari luar. Jaga
baik-baik hubungan menantu dan mertua. Nabi bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ
رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ
وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا
وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ
"Kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan bertanggungjawab
terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang pemerintah adalah pemimpin manusia dan
dia akan bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin
bagi ahli keluarganya dan dia akan bertanggungjawab terhadap mereka. Manakala
seorang isteri adalah pemimpin rumah tangga, suami dan anak-anaknya, dia akan
bertanggungjawab terhadap mereka.” (HR.Bukhari dan Muslim)
4.
Menjalin hubungan baik
dengan mertua dengan mengingatkan suami atau istri untuk silaturahmi bersama ke
tempat mertua perlu dilestarikan untuk mengurangi kecemburuan mertua terhadap
menantu.
5.
Menantu laki-laki jangan
hanya meng-gantungkan bantuan orang tua atau mertua; hendaknya berusaha atau
bekerja menurut kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya agar mertua
tidak meresa kecewa dengan penyerahan anak putrinya, sehingga hubungan menantu
dengan mertua tetap baik. Nabi Bersabda,
"Seutama-utama pekerjaan adalah berjualan yang diridhoi dan juga
pekerjaan seseorang dengan tangannya (usahanya) sendiri.” (HR. Ahmad).
6.
Menantu laki-laki atau
suami jangan terlalu menampakkan
kekagumannya terhadap isteri di hadapan keluarganya dengan mencandai atau memujinya secara
berlebihan karena hal ini dapat mengundang kecemburuan ibu terhadap menantu
putrinya. Akan tetapi jika hal itu dilakukan di dalam keluarga mertua ada
baiknya asal tidak berlebihan agar menampakkan keharmonisan keluarga Anda
seperti yang diharapkan oleh mertua.
7.
Menantu
laki-laki hendaknya membimbing keluarganya untuk tetap menaruh perhatian kepada
kedua orangnya sendiri agar hubungan isterinya dengan orang tuanya tetap baik.
8. Menantu laki-laki hendaknya membina
keluarganya selalu menjalin hubungan baik dengan mertuanya agar tumbuh
perasaan yang baik. Jika mertua dalam
keadaan sangat tua dan membutuhkan nafkah dan pemeliharaan maka hendaknya suami
merelakan istri untuk merawatnya.
9.
Jangan sampai terjadi
perseteruan antara menantu dan mertua (khususnya menantu putri dengan mertua
putri) yang menyebabkan mertua marah dan berdoa kurang bagus. Ingatlah doa
orang tua sangat mustajab.
10.
Menantu hendaknya tidak
banyak bercerita kepada mertua tentang berbagai kesempitan hidupnya, kecuali
mertua sendiri yang menanyainya. Hal demikian tidak membuat beratnya beban
pikiran mertua.
11.
Menantu putri jika di
rumah mertuanya, maka hendaknya bersifat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan
suaminya, bukan hanya menggantungkan kepada mertua. Jika perlu malah membantu
keperluan mertua.
12. Menantu putri hendaknya hormat terhadap mertua.
Sebagian menantu putri (isteri)
berpandangan tidak perlunya limpahan kasih sayang dari mertua, maka ia pun
lantas kurang menghargai dan menghormatinya. Dalam pandangannya, kasih sayang
cukup dari suami saja, maka jadilah hubungan mereka dingin-dingin saja, jauh
dari rasa saling menghargai. Nabi bersabda,
"Jika seorang pemuda memuliakan/ menghormati orang tua karena
usianya, maka Allah telah menentukan baginya orang yang akan menghormatinya
pada hari tuanya." (HR. Tirmidzi)
13. Menantu wanita (istri) hendaknya selalu mengingatkan kepada suaminya agar
tetap berbakti kepada orang tuanya. Hal
demikian dapat menambah keharmonisan dan kasih sayang orang tua terhadap
keluarga anak.
14. Menantu putri (isteri) hendaknya lebih sabar jika
mertuanya dalam usia lanjut ada dalam pemeliharaan suami. Meladeni mertua
adalah mulia bukan hina. Berdoalah semoga kehadiran mertua menambah rahmat,
karena suami semakin banyak amal sholihnya berbuat baik kepada orang tuanya.
09. AKHLAK TERHADAP MENANTU
1.
Mertua hendaknya memahami
terhadap menantu putrinya yang memang
sudah menjadi tanggung jawab anak laki-lakinya. Mertua tidak perlu selalu ingin
tahu urusan keluarga anaknya.
2. Jika ada keinginan mertua untuk membantu anak dan menantunya adalah
bagus. Akan tetapi bantuan itu hendaknya
tidak dengan menyakiti hati. Allah berfirman:
قَوْلٌ
مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ
حَلِيمٌ
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah
yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah
Maha Kaya lagi Maha Penyantun (QS. Al-Baqoroh 2:263).
3. Mertua hendaknya berlaku sabar menghadapi sifat
menantunya. Jika perlu tidak perlu merasa enggan memberikan nasihat. Akan
tetapi jangan terlalu sering agar tidak dianggap orang tua yang ingin ikut
campur.
4. Kunjungan mertua ke rumah menantu menambah keharmonisan suasana keluarga.
Jika memang tidak ada suatu kepentingan yang membutuhkan waktu yang lama, maka
kunjungan itu sebaiknya tidak perlu dilama-lama waktunya hingga beberapa hari
lamanya, kecuali memang diminta oleh keduanya.
5.
Mertua
hendaknya menasihati anak dan menantunya, jika terjadi perselisihan suami
isteri sedapat mungkin diselesaikan di dalam keluarga secara baik-baik. Jangan
membawa masalah keluarga keluar, jangan
terdengar oleh mertua. Jika memang agak sulit diselesaikan, maka mintalah
nasihat mertua atau orang tua jika dianggap perlu. Hal
ini menambah penghormatan mertua kepada menantu.
وَإِنْ
خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ
أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ
كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. An-Nisa 4:35)
6. Mertua tidak berat sebelah dalam membantu penyelesaian masalah keluarga.
Orang tua jangan nampak terlalu membela
anaknya sendiri.
Ada sebuah riwayat, suatu ketika Rasulullah berada di rumah 'Aisyah dan
tiba-tiba Zainab datang. Zainab dan dan 'Aisyah berdebat dan bahkan dengan suara yang makin meninggi. Saat
itu pelaksanaan sholat akan segera ditunaikan dan Abu Bakar (ayah 'Aisyah) yang
kebetulan lewat mendengar suara gaduh itu lantas berkata, "Keluarlah, ya
Rasulullah untuk sholat dan taburkan debu ke mulut mereka!" Kemudian
Rasulullah keluar untuk sholat. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam kisah yang
panjang).
0 comments:
Post a Comment