Awal tahun kedua saya dipromosi menjadi Group Executive. Ini prestasi luar biasa bagi saya
karena hanya dalam waktu satu tahun saya sudah dipromosi. Tidak hanya peningkatan
gaji yang cukup signifikan yang saya dapatkan tapi juga penghargaan dari rekan-rekan kerja
dan rekan-rekan bisnis. Mungkin manajemen puas dengan performa saya selama tahun pertama. Saya
memang bekerja habis-habisan. Salah satu partisipasi saya yang mungkin cukup
terlihat oleh manajemen adalah pada program penggantian system dari manual ke
komputerisasi. Ini pekerjaan berat dan perlu perjuangan. Bukan hanya pekerjaan
memindahkan data dari sistim manual ke sistim computer, tapi adalah perubahan
mid set dan pola fikir dari seluruh karyawan dan manajemen mengenai manfaat
komputerisasi. Mungkin bagi sebagian besar anda sekarang ini yang sudah berada
di zaman serba canggih dimana semua sudah dibuat secara sistimatis. Komputer,
printer dan data sudah tersedia, pekerjaan menjadi sangat mudah dan menyenangkan.
Tapi di jaman saya mulai bekerja pada akhir tahun delapan puluhan tidak
demikian. Semuanya serba manual. Untuk mengirimkan proposal saja misalnya, kita
harus mengetik seluruh isi proposal menggunakan
mesin ketik tua atau yang agak lebih canggih yaitu IBM mesin ketik yang sudah
menggunakan listrik dengan pita dengan kwalitas lebih bagus. Anda harus jago
mengetik kalau tidak anda akan lama sekali menyelesaikan satu halaman surat.
Untuk mengetik satu halaman diperlukan waktu setengah jam. Anda harus bisa
menyusun huruh dengan baik agar terlihat rata dan tidak berantakan. Anda juga
harus bisa mengetik tanpa harus melihat ke papan ketik. Mata anda melihat text
sementara jari-jemari anda menari-nari di atas papan ketik. Beda dengan
sekarang, kita bisa membuat surat dengan cepat. Kita cukup mempunyai satu
contoh surat yang baik lalu disimpan di dalam computer. Setiap saat kita
mengcopy-pastenya kemudian mengganti tanggal, nomor surat, nama dan tujuan
alamat, dan lain-lain. Kalau ada koreksi, tinggal delete, erase dan lain
sebagainya. Dalam sekejap kita sudah bisa membuat puluhan bahkan ratusan surat.
Demikian juga dengan menyusun laporan keuangan dan akutansi. Dulu, setiap
transaksi harus diketik dan disimpan secara individual dan manual. Kemudian
satu-persatu dijumlahkan dengan menggunakan kalkulator. Disinilah beban berat
para pekerjaan akuntansi. Banyak diantara mereka yang stress berat. Berbeda
sekali dengan kondisi sekarang ini. Semua dicatat secara otomatis, kwitansi dan
bukti pengeluaran dibuat oleh computer kemudian dihitung secara otomatis pula oleh
computer. Hanya dalam hitungan detik saja laporan keuangan sudah bisa dibuat.
Proses
pemindahan data dari manual ke sistim computer benar-benar memerlukan
perjuangan. Sebagai perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan internasional,
IBS memutuskan untuk menggunakan system komputerisasi. Satu terobosan yang
sangat berani dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sistem itu bernama DBA
dibeli langsung dari Australia. Sebelum di bawa ke Indonesia system ini
dipelajari dan diuji coba oleh team Information Technology (IT) dari IBS. Lebih
dari satu bulannya lamanya mereka tinggal di Australia sebelum kembali ke
Indonesia untuk memasang system itu. Sebagai pilot project maka semua karyawan
dengan level assistant dilibatkan secara intensif termasuk saya. Saya bersyukur
karena sebelum masuk ke IBS saya sudah
sempat mengikuti kursus computer. Saya sudah mempunyai pengetahuan yang cukup
mengenai operating system dan lain-lain. Tapi tidak demikian halnya dengan teman-teman
assistant yang lain. Mereka kebanyakan sudah senior dan tidak mempunyai
pengalaman dengan komputer. Terlihat sekali mereka mengalami kesulitan dalam
menggunakan komputer. Kesulitan mereka semakin bertambah berat karena mereka
tidak hanya harus belajar menggunakan computer tapi juga memahami Insurance
Broking System, program yang dirancang khusus untuk perusahaan broker asuransi.
Apalagi trainernya adalah orang Australia yang didatangkan khusus. Setelah
beberapa minggu barulah teman-teman saya mulai menguasai computer. Pekerjaan
selanjutnya adalah memindahkan data dari catatan manual ke computer. Hampir
setiap hari selama hampir dua bulan kami menghabiskan waktu memindahkan data
ini. Sampai akhirnya semua data berhasil dipindahkan. Hasilnya memang sangat
luar biasa. Semua pekerjaan menjadi sangat mudah. Kami tidak lagi harus
mengetik kwitansi dengan mesin tik dengan kertas berkarbon. Cukup memasukkan
data ke dalam computer kemudian diapdate oleh orang IT, langsung keluar invoice
atau kwitansi lengkap dengan salinannya untuk pihak-pihak yang memerlukan. Kami
pun tidak harus mengambil salinannya dari dalam odner/file tapi cukup dengan
membuka data yang ada di dalam komputer dan kami sudah melihat semua informasi
yang kami perlukan. System ini juga mencatat seluruh transaksi dari nasabah
kami walau sampai beberapa tahun ke belakang. Dalam proyek ini saya berhasil
menunjukkan kelebihan saya. Hal ini mungkin karena saya sudah mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai komputer. Kedua karena saya mempunyai waktu
yang cukup untuk benar-benar mendalami system ini. Ketiga saya merasakan betapa
hebatnya manfaat system ini untuk kemajuan perusahaan. Rupanya manajemen
memperhatikan prestasi saya itu. Pada satu kesempatan Brian Dallamore si boss
memberikan penghargaan khusus kepada saya. Dengan tulisan tangannya yang khas
Brian menulis khusus untuk saya di selembar kertas yang isinya seperti ini “
Taufik, the management highly appreciates your very positive contribution and
support for the success of the application of DBA for our company. Keep up the
good works. Congratulation”. Saya sangat senang dengan penghargaan ini. Saya
tahu ternyata perusahaan benar-benar mempunyai perhatian besar kepada saya.
Oleh boss saya waktu itu pak Irvan Rahardjo, memo dari Brian itu dilaminating
dan ditempelkan di atas meja saya.
Selain
terlibat di dalam transformasi dari manual ke komputerisasi saya juga mulai
serius menambah ilmu asuransi. Pada tahun kedua saya bekerja praktis mata
kuliah saya di kampus sudah hampir habis. Saya tidak harus datang lagi setiap
hari ke kampus. Paling hanya mengikuti kuliah yang tertinggal sambil menyusun
skripsi. Waktu yang lowong di malam hari itu saya manfaatkan dengan mengikuti
kursus asuransi di Lembaga Pendidikan Asuransi Indonesia (LPAI). Biaya kursus
ini sepenuhnya ditanggung oleh kantor. Saya mengambil kursus dua kali seminggu.
Tempat belajarnya di komplek sekolah SMA Kanisius di jalan Menteng Raya Jakarta
pusat, berjarak kira-kira tiga kilometer dari kantor kami di daerah Setiabudi.
SMA Kanisius salah satu SMA paforit di Jakarta. Sekolah katolik dan para
alumninya banyak sekali yang jadi orang sukses negeri ini di berbagai bidang.
Sayapun merasa bangga bisa mencicipi belajar di sekolah ini walau hanya belajar
di malam hari dan bukan pula sebagai siswa SMA. Yang menarik dari kondisi
sekolah ini adalah bangku-bangkunya yang masih menggunakan meja dan bangku
panjang model meja belajar jaman bahaula. Meja bagian atas dibuat miring
menurun ke arah dada. Di bawahnya ada laci tempat menyimpan buku dan tas. Tempat
duduknya panjang bisa diduduki oleh tidak orang. Nah, yang membuat saya
terkejut adalah ternyata para siswanya yang hebat-hebat itu suka menulis-nulis
mejanya dengan nama-nama dan ungkapan nakal. Ah ternyata meski sekolahnya hebat
tapi perilaku siswanya tidak jauh berbeda dengan siswa di sekolah umum lainnya.
Saya mengambil pelajaran dasar paket C. Guru-guru saya antara lain alhamrhum
pak Hitosoro, ibu Sri Hadiah Wati, pak J O Sihaya. Untuk berangkat pergi kursus
ke LPAI saya beruntung bisa ikut teman kantor saya Stephen Langitan dan
kebetulan dia tinggalnya di Cinere sehingga masih searah dengan saya yang waktu
itu tinggal di Pondok Pinang tetangganya Pondok Indah. Stephen berangkat
mengendarai mobil Misubishi Galant 84 warna biru. Sejak mengikuti kursus ini
hubungan pertemanan kami dengan Stephen semakin erat. Apalagi Stephen ini bisa
berbahasa minang meski dia orang asli Tomohon Sulawesi Utara, kok bisa? Stephen
pernah tinggal di Minas, Pekanbaru selama hampir 10 tahun ketika ayahnya
bekerja di Caltex. Bahasa minang menjadi bahasa pergaulan bagi sebagian besar
warga kota Pekanbaru yang secara adat masih masuk ke dalam ranah minang. Setelah
selesai kursus paket C kemudian saya lanjutkan dengan paket C pada periode
berikutnya.
Semangat
belajar tidak hanya sampai dengan di LPAI. Pada tahun yang sama juga mulai
mengikuti program pendidikan jarak jauh di New Zealand Insurance Institute.
Program belajar jarak jauh ini berpusat di Auckland New Zealand. Setiap peserta
harus mendaftarkan diri dan membayar uang sekolah persatu mata pelajaran
sekitar 300 dollar. Beruntung IBS membayar semua biayanya. Ada 13 subject yang
harus diikuti sebelum seorang bisa mendapatkan gelar New Zealand Insurance
Fellowship (NZIIF). Semua mata pelajaran ditulis dalam bahasa Inggris dan
dikirimkan langsung dari Auckland. Jadwal pelajaran di bagi dalam dua semester.
Rata-rata setiap semester saya mengikuti dua subject. Nah, selama semester itu
setiap peserta harus mengirimkan pekerjaan rumah (home work) yang dikirimkan
setiap bulan. Pada akhir semester setiap peserta mengikuti ujian yang
diselenggarakan oleh perwakilannya di Indonesia. Semua peserta harus mengikuti
ujian yang biasanya diadakan di salah satu aula di kantor perusahaan asuransi. Pada
saat saya ikut NZI tahun 1991 baru satu orang Indonesia yang sudah lulus yaitu
pak Arizal waktu bekerja di Asuansi Inda Tamporok (AIT) yang bekerjasama dengan
New Zealand Insurance. Untuk meningkatkan penguasaan materi kadang-kadang kami
mengikuti session khusus belajar di kantor AIT, pengajarnya Kevin Horack orang
New Zealand. Tapi saya terus terang tidak banyak mendapat pelajaran dari Kevin,
karena saya sangat sulit menangkap bahasa Inggrisnya. Dealeknya sangat beda
dengan dialek Amerika, Inggris bahkan dari dialek orang Australia yang
berdekatan dengan New Zealand. Biasanya hanya dalam beberapa menit sejak Kevin
mulai menerangkan saya sudah tidak tahan dan tertidur. Padahal saya tidak
pernah bisa tidur siang, tapi kalau mendengarkan Kevin saya bisa langsung
tertidur. Setiap tahun saya ikuti pelajaran NZI ini karena saya sangat
terobsesi untuk meraih gelar NZIIF itu gelar profesi yang sangat bergengsi dan
relatif lebih mudah. Sebenarnya ada program pengambilan gelar yang lain yaitu
CII (Chartered Insurance Institute) yang berpusat di London. Tapi setelah saya
lihat bahan kuliahnya, wah ternyata lebih berat dan biayanya juga lebih mahal.
Kadang untuk bisa focus belajar saya mengambil cuti sekitar satu minggu. Saya
cuti sambil berlibur berbulan madu bersama isteri. Saya tinggal beberapa hari
di Puncak, di Bandung dan sekitarnya dan sehari sebelum ujian saya sudah
kembali ke Jakarta. Lalu bagaimana hasilnya? Setelah hampir 5 tahun secara
terus-menerus mengikuti ujian saya baru berhasil lulus 7 mata pelajaran dari 13
yang harus saya selesaikan. Bahkan setelah saya ke luar dari IBS saya mencoba
lagi melanjutkan tapi hasilnya hampir sama. Alhasil hingga saat ini saya masih
kurang 5 subject lagi. Malah sekarang sudah banyak perubahan. NZI sudah
bergabung dengan lembaga sejenis dari Australia dan namanya berganti menjadi
Australia New Zealand Insurance Institue (ANZIF). Jadi secara total saya sudah
22 tahun menjadi mahasiswa ANZIF. Beberapa waktu lalu saya tanya kepada salah
seorang rekan, katanya nomor peserta saya masih ada, dan saya masih boleh
melanjutkan pelajaran saya. Saya sangat senang, saya tetap ingin menyelesaikan
target saya untuk meraih belar paling bergengsi itu.
Pada
tahun kedua dan setelah mendapatkan promosi sebagai Account Executive tugas
saya juga semakin menantang. Saya tidak hanya bertugus membereskan administrasi
akan tetapi saya sudah mulai mengerjakan tugas-tugas inti dari broker asuransi.
Saya mulai menangi dan melayani klien-klien yang sudah ada. Saya bekerja
membuat surat pemberitahuan perpanjangan atau renewal notice, membuat surat
penempatan resiko kepada perusahaan asuransi atau placing slip serta membuat
penawaran kepada perusahaan nasabah atau placing slip. Saya juga sudah mulai
berkunjung kepada klien-klien saya. Awalnya diantar dan diperkenalkan oleh pak
pak Irvan Rahardjo sebagai pimpinan saya. Kemudian setelah beberapa kunjungan
saya sudah berani untuk melakukannya sendiri. Demikian juga dengan melakukan
kepada rekan-rekan perusahaan asuransi. Saya berkunjung dan mendatangi mereka
di kantor-kantor mereka. Untuk berkunjung ke kantor nasabah, saya biasanya
menyetir mobil kantor yang memang sudah tersedia. Mobil-mobil ini adalah milik
kantor yang dibawa oleh manajer dari bidang accounting dan IT yang biasanya mereka hanya menggunakannya
untuk pergi dan pulang ke rumah dan ke kantor saja. Salah satu yang memberikan
motivasi yang kuat untuk saya segera berhasil adalah adanya kebijaksanaan dari
perusahaan untuk setiap tahun mengiriman satu atau dua orang managernya ke
London untuk menambah ilmu. Jangka waktunya berkisar antara satu sampai dengan
tiga bulan. Hampir semua mereka yang menjadi Group Head dan Senior Manager
sudah pernah menikmati fasilitas ini. Saya sudah membayangkan bahwa dalam waktu
2 tahun saya juga akan mendapatkan fasilitas ini. Bagi saya perjalanan ke luar
negeri merupakan cita-cita yang ingin sekali saya wujudkan.
Sebagai
seorang group executive yang bertugas untuk menyusun rencana dan anggaran
pendapatan perusahaan termasuk calon klien-klien baru. Karena sudah menguasai
system komputerisasi hal ini menjadi relative mudah bagi saya karena saya bisa
menyusun data dari komputer dan menyusunnya sesuai dengan kebutuhan. Pimpianan
saya sangat terkesan dengan hasil kerja saya. Demikian juga dengan teman-teman
yang lain. Sekali ini terjadi pada 1990 ketika informasi dan data masih sangat
terbatas dan pengetahuan tentang komputerisasi masih sangat minim. Sebagai team
inti di dalam group, saya juga dilibatkan pada saat menyusun anggaran divisi
kami pada acara rapat kerja di luar kantor. Sering diadakan di puncak atau di
hotel. Saya menikmati suasana rapat kerja ini. Bagaimana kami melakukan
presentasi kemudian mendapatkan tanggapan dari group lain. Saya juga bisa
mendapatkan rencana dan visi dari perusahaan pada tahun ini dan beberapa
kebijaksanaan manajemen yang cukup strategis. Yang menarik adalah pengalaman
menikmati malam-malam selepas acara rapat. Suasana dingin di puncak dengan
kesunyian dan redup-redup sinar lampu villa di sekitar Puncak. Kemudian makanan
malam yang begitu enak. Kadang ada pula kegiatan hiburan malam yang tidak
begitu dapat saya nikmati.Kegiatan seperti ini saya rasakan sebagai proses
pematangan saya seorang broker asuransi yang baik.
Setelah
saya begitu nyaman dengan suasana kerja di IBS, tiba-tiba saya mengalami
suasana yang mengagetkan. Kepala divisi saya dan beberapa orang manager dan
executives dan para asisten pindah secara bersamaan. Itu peristiwa besar yang
tidak hanya mengagetkan saya tapi juga perusahaan dan bahkan industri asuransi
Indonesia waktu itu. Kalau istilah sekarang mungkin itu yang disebut sebagai
peristiwa bedol-desa. Saya sedih dan sekaligus gusar. Saya benar-benar sudah
merasa cocok dengan kondisi team saya sebelumnya. Tapi kini saya harus
menghadapi perubahan yang belum tentu bentuk dan arahnya. Tapi saya beruntung
group saya tetap utuh. Tidak ada yang ikut bedol-desa dengan yang lain. Saya
menyaksikan betapa beratnya tantangan yang dihadapi oleh manajemen. Dalam waktu
yang singkat harus mengendalikan perusahaan sementara sebagian besari
orang-orang kunci di dalam perusahaan keluar. Masalahnya bukan hanya kehilangan
orang kunci, akan tetapi mereka akan menjadi pesaing langsung bagi perusahaan.
Suasana kerja penuh dengan kecemasan. Para pimpinan sibuk rapat mengatur strategi
untuk melanjutkan perusahaan pasca krisis ini. Meski dalam suasana yang kurang
nyaman saya tetap menunjukkan kinerja saya. Walau ada sedikit ke khawatiran
bahwa saya harus membangun reputasi lagi sejak awal di hadapan tema baru.
Dalam
waktu yang tidak terlalu lama akhirnya manajemen berhasil menyusun team baru.
Ada beberapa orang dalam yang dipromosi dan ada beberapa orang baru juga masuk.
Manajemen mengangkat orang asing asal Perancis untuk duduk sebagai kepala
divisi. Secara umum orang ini tidak sebanding kemampuannya dengan yang
sebelumnya. Orang ini termasuk baru dalam urusan asuransi. Dia berlatar
belakang informasi teknologi serta bidang-bidang lain. Jadi terlihat sekali
penurunan produktifitas kerja pada saat awal perubahaan ini. Semakin lama saya
sudah terbiasa dengan kondisi baru ini dan tetap mampu menunjukkan kinerja
optimal seperti sebelumnya. Saya bisa mempertahankan produktifitas kerja saya.
Pengalaman ini saya jadikan judul untuk skripsi kuliah saya. Saya beri judul
“Strategi Mempertahankan Pemimpin Pasar Pasa Saat Kehilangan Orang-orang Kunci
Pemasaran”. Selain merekrut dengan cepat orang-orang pengganti, salah satu
strategi penting yang dilakukan adalah dengan memberitahu kepada setiap klien
mengenai adanya perubahan tersebut. Untuk klien-klien tertentu pemberitahuan
tidak cukup hanya dengan mengirimkan surat akan tetapi perlu pula dengan
mendatangi mereka.
Ternyata
sekitar enam bulan kemudian akhirnya perubahan terjadi pula pada group saya.
Pak Irvan Rahardjo yang menjadi Senior Manager group memutuskan untuk ke luar
dari IBS. Beliau tidak bergabung dengan rombongan yang keluar sebelumnya.
Beliau bekerja di salah satu perusahaan asuransi nasional yang berasosiasi
dengan perusahaan asuransi dari New Zealand. Saya seperti anak ayam kehilangan
induknya. Bagaimana tidak, selama ini pak Irvanlah yang banyak membina dan
mendorong saya untuk berhasil. Saya juga yakin pak Irvan telah berusaha
dengan keras untuk meyakinkan manajemen
mengenai saya. Tapi di lain pihak saya juga berusaha untuk mempertahankan
kepercayaan yang diberikan pak Irvan. Saya selalu berusaha melakukan yang
terbaik sehingga pak Irvan tidak terbebani secara moral atas kehadiran saya.
Bahkan pak Irvan merasa bangga dengan saya karena saya mendapat penghargaan
dari perusahaan. Life must go on. Kehidupan harus berlanjut. Saya dengan
percaya diri tetap bertahan dan tidak mengurangi semangat kerja saya. Saya
terus menunjukkan kemampuan terbaik saya. Sementara itu terjadi pula
penggantian kepada divisi dari bule orang Perancis bule orang Inggris. Jeff
Whitaker namanya. Jeff orang asuransi asli. Sebelumnya dia bekerja di salah
perusahaan asuransi terbesar di Indonesia waktu itu. Dia mempunyai pengalaman
banyak di bidang asuransi perminyakan dan gas. Secara kepribadian Jeff sangat
menarik dan terbuka. Kadang menurut saya Jeff terlalu baik dan akomodatif
sehingga kesannya kurang fight. Justru keadaan ini sangat menguntungkan saya.
Pada kwartal terakhir tahun 1991 saya sudah merencanakan untuk mencicil rumah
sendiri. Untuk itu saya memerlukan kenaikan gaji. Satu hari saya beranikan diri
untuk membicarakan hal itu dengan Jeff. “ Jeff, I just applied for housing loan
program with a bank, but seems my application would be rejected” kata saya
dengan suara yang sedikit menghiba. “oh really, why is that?” tanya Jeff sambil
mengerinyitkan dahinya. “ because my salary is not enough to be deducted for
the installment” kata saya. “Okay Taufik, do not worry, we will adjust your salary
and we would also promote you to be Group Head” katanya. Hah… jadi dia setuju
gaji saya dinaikkan bahkan bukan hanya sekedar naik tapi juga saya juga
dipromosikan menjadi manager. Subhanallah. Saya tidak menyangka saya akan
mendapatkan semuanya itu. Dalam waktu kurang dari tiga tahun saya mengalami
tiga kali promosi jabatan. Waktu itu saya baru saja merayakan ulang tahun saya
yang ke dua puluh tujuh tahun. Itu beberapa bulan sebelum saya diwisudah
menjadi sarjana S1. Saya benar-benar bersyukur atas berkah dan rahmat Allah
yang saya terima. Saya hanya meminta untuk dinaikkan gaji agar sesuai dengan
permintaan bank tapi justru saya mendapatkan jauh lebih banyak dari itu. Permohonan
KPR saya disetujui dan akhirnya saya mendapatkan rumah sendiri setelah
berpindah-pindah rumah kontrakan selama hampir delapan tahun.
Promosi
jabatan sebagai manager menjadi awal sejarah baru dalam hidup saya. Dengan
penghasilan yang lebih dari cukup. Untuk ukuran sekarang pendapatan saya setara
dengan USD1,500. Pendapatan yang setara dengan yang diterima oleh para manager
di kawasan Asean dan Hongkong saat itu. Selain mendapatkan gaji sebesar itu
saya juga berhak memakai kendaraan milik kantor. Kondisi yang baik ini membuat
saya berani untuk menatap masa depan. Apalagi saya sudah selesai kuliah dan tinggal
wisuda saja. Saya ingin menikah. Saatnya saya memulai secara serious untuk
menemukan seorang wanita terbaik untuk pendamping hidup. Meski saya sudah
mengenal banyak wanita tapi saya belum mempunyai wanita yang secara serious
untuk mendampingi saya. Saya tidak seberuntung kebanyakan pria lain yang sudah
mempunyai calon isteri sejak kuliah. Saya harus berjuang untuk mendapatkan
cinta seorang wanita. Setelah melakukan pendekatan ke beberapa wanita akhirnya
ada juga wanita cantik, pintar dan baik hati yang bersedia menjadi isteri saya.
Wanita secara konsiten dan terus-menerus selama tujuh tahun menolak cinta saya.
Mungkin karena sudah tiba waktunya atau mungkin dia sudah kewalahan menahan
kejaran saya. Atau mungkin juga karena dia sudah tahu kalau saya sudah selesai
kuliah, sudah menjadi manajer, sudah punya mobil dan punya rumah pula….
Akhirnya wanita idaman saya bersedia saya pinang untuk menjadi isteri saya. Dia
dulu adalah teman kuliah saya. Tapi pada semester ketiga dia pindah. Dia dulu
pernah tergila-gila kepada saya. “Fik gila luh..” katanya he he he. Februari
1992 saya resmi menikah. Memulai hidup baru dengan pasangan baru, di rumah baru
dan dengan kendaraan baru pula. Subhanallah.
Yuni isteri saya bekerja di perusahaan asing asal Inggiris ICI. Dia
mempunyai lingkungan kerja yang bagus dan sangat mendukung untuk pengembangan
karir saya. Apalagi setahun kemudian Yuni pindah bekerja ke perusahaan Mead
Jhonson asal Amerika. Banyak ilmu, ilmu dan lingkungan kerja dari Yuni yang
memberikan nilai positif bagi kami. Demikian pula dengan gajinya. Gajinya di
atas rata-rata gaji yang diberikan oleh perusahaan lain. Kami tidak seberuntung
pasangan lain. Kami perlu menunggu tujuh tahun sampai akhirnya mempunyai anak
kami. Selama masa itu adalah masa-masa penuh canda dan permainan. Mungkin ini
ganti dari masa pacaran yang tidak kami dapatkan sebelum kami menikah. Mungkin
ini adalah tanda kasih sayang Allah kepada kami. Allah tidak membiarkan kami
terlalu dekat sebelum kami resmi menikah agar kami terhindar perbuatan dosa.
Satu tahun setelah kami menikah kami melakukan perjalanan ke Australia yah
sekaligus untuk melakukan honey moon yang belum sempat kami lakukan.
0 comments:
Post a Comment