Di sebuah gang di salah satu sudut kota Kudus di pertengahan tahun enam puluhan terlihat ada kesibukan kecil. Ada peristiwa penting yang sedang terjadi disana. Pagi itu adalah hari terakhir bagi
sepasang suami-isteri, bapak dan ibu guru kesayangan warga untuk tinggal bersama mereka. Sudah hampir
sepuluh tahun lamanya keluaga ini bargaul dengan masyarakat. Anak pertama mereka laki-laki berumur 12
tahun sementara yang kecil perempuan beusia 3 tahun. Sebelumnya
keluarga ini menetap di Jepara. Mereka
adalah segelintir keluarga orang Minang yang menetap di Kudus.Pasangan ini adalah
guru yang ditugaskan pemerintah untuk mengabdi di wilayah ini. Awalnya
mereka agak canggung bergaul di tengah-tengah masyarakan Jawa namun dengan
cepat keluarga ini bisa larut dan membaur.
Mereka
sudah membuat sebuah keputusan berat karena harus pergi meninggal Kudus yang sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Mereka memutuskan untuk
pindah ke Jakarta agar bisa berkumpul dengan keluarga besar terutama
dengan ayah dari sang ibu yang akan pulang ke tanah air setelah lebih dari
empat puluh tahun bekerja sebagai diplomat di jazirah Arab dan Eropah. Inilah
saatnya bagi sang ibu untuk bisa melepaskan rindu dengan ayah yang pergi meninggalkannya ketika ia masih bayi. Suasana pagi yang damai di
gang itu berubah menjadi haru dan penuh dengan isak tangis dari para tetangga. Puluhan murid-murid sekolah sejak
pagi telah berkumpul di halaman dengan hati masygul dan raut muka sedih. Mereka begitu
mencintai ibu dan bapak guru ini. Dengan
kelembutan hatinya mereka telah berhasil
mendidik anak-anak di sana. Diantara anak-anak itu ada yang tak
tahan untuk bertatap muka di saat-saat terakhir dari kebersamaan itu. Mereka hanya bisa melepas kepergian guru mereka dengan
pandangan kuyu dari balik
jendala sambil mengusap air mata yang tak henti-hentinya mengalir di pipi
mereka. Mungkin inilah pertemuan terakhir. Anak-anak pak guru dan bu guru juga merasakan hal yang sama. Mereka sedih karena
harus berpisah dengan teman-teman. Meninggalkan keasikan bermain dan
bercengkerama yang setiap hari mereka lakoni
bersama teman-teman. Kedua
anak itu sudah fasih bebahasa Jawa layaknya anak-anak yang lain. Tampa
terasa air mata mereka bercucuran pada saat mereka mulai melangkah meninggalkan
rumah dengan menaiki becak oleh tetangga ke stasiun
kereta api. Selamat tinggal Kudus tercinta bisik mereka dalam hati.
Para tetangga merasa sangat kehilangan dengan
kepergian si puteri cilik itu. Anak itu cantik dan lucu sekali. Kulitnya putih, hidungnya
mancung, rambutnya kemerah-merahan dan bicaranya sangat bijak dan menggemaskan.
Dia tidak cengeng seperti anak-anak perempuan yang lain. Si gadis cilik ini
layak mendapatkan panggilan sebagai Good Girl atau puteri manis. Pembawaannya
sangat menggemaskan. Setiap orang yang bertemu dengannya hampir semuanya ingin
menyapa dan mencubitnya. Kejadian serupa terjadi pula saat menunggu kereta yang
akan membawa mereka pergi jauh ke Jakarta. Good Girl terlihat begitu lucu.
Ia tak henti-hentinya bertanya kepada ibunya mengenai perjalanan mereka atau tentang apa saja yang dilihatnya. Atau ia
bermain-main diantara tas bawaan mereka. Setiap orang yang ada
disekitarnya tersipu-sipu melihat kelucuan si Good Girl. Pada saat mereka sudah
berada di dalam kereta si Good Girlpun ramai berceloteh bertanya tentang apa saja
yang dilihatnya di sepanjang jalan. Kadang kala dia bernyanyi-nyanyi dengan
lucunya. Tidak pernah terdengar suara tangisan dari mulutnya sepanjang
perjalanan hingga mereka tiba di Jakarta. Ia menjadi hiburan gratis bagi
penumpang lain sepanjang perjalanan.
Keluarga ini memulai hidup
baru dengan suasana baru di Jakarta. Karena segala sesuatunya sudah dipersiapan
dengan baik tak banyak yang harus mereka lakukan. Rumah sudah ada dan tempat
mengajar bagi kedua orang tua Good Girl juga sudah tersedia. Sementara bagi si Good
Girl tidak ada masalah, dia dengan cepat bisa beradaptasi dengan lingkungannya.
Dia sudah mendapat
teman bermain yang baru.
Keceriaan si Good Girl bertambah ketika ia memasuki
usia sekolah. Pertama, ketika masuk TK yang tidak jauh dari rumahnya. Kemudian
ketika masuk SD dia juga senang karena sekolahnya berada di depan rumahnya.
Hari-harinya selalu menyenangkan karena kedua orang tuanya sangat mengerti akan sifatnya yang periang. Ia sering kali berbuat usil menggoda
ayahnya. Keluarga ini sangat merasa terhibur dengan
kehadiran si Good Girl. Prestasi di sekolahnya juga sangat bagus, beberapa kali
dia berhasil meraih juara kelas. Karena prestasinya itu dia berhasil masuk ke
salah satu SMP terbaik di Jakarta yaitu SMP 19. Sekolah ini banyak menghasilkan
orang-orang top dari berbagai kalangan. Orang-orang sukses seangkatan Good Girl
antara lain adalah musisi Erwin Gutawa dan penyanyi Nia Daniati. Prestasi Good
Girl di SMP juga bagus, meski tidak menjadi juara tapi nilai rapornya tetap
tinggi. Setamat dari SMP 19 Good Girl diterima di SMA 70 salah satu sekolah
paforit di Jakarta. Tempat anak-orang orang terkenal, anak pengusaha dan
pejabat bersekolah. Meski keluarganya berasal dari keluarga sederhana tapi Good
Girls tidak merasa canggung berada diantara teman-temannya. Teman-teman satu
kelas Good Girl antara lain Harijadi Sahid, putra dari Sahid Gitosarjono pengusaha
sukses, Reni Sudiro puteri dari Herman Sarens Sudiro dan lain-lain. Meski berada di lingkungan orang-orang kaya dengan gaya
hidup mewah, Good Girl tidak berubah, dia tetap dengan kesederhanaanya dan
tidak larut dengan perilaku dan gaya hidup anak-anak orang kaya itu.
Pada saat si GG sedang menikmati masa-masa remajanya, tiba-tiba satu peristiwa besar terjadi. Ayah tercintanya meninggal dunia!
Pada saat itu GG sedang duduk di kelas dua SMA. Ayahnya yang selama ini
tempat dia bermanja-manja kini telah pergi meninggalkannya
untuk selamanya. Almarhum
meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya sejak beberapa tahun
terakhir. Kepergian sang saya membuat si GG menjadi sangat terpukul. Kini dia harus
menjalani hari-hari tampa kehadiran sang ayah lagi. Tinggalah sang bunda
sendirian yang akan menjadi tumpuan hidup dan kasih sayang. Sejak saat itu GG
bertekad untuk membantu meringakan beban sang ibu. Ia ingin segera bekerja setamat SMA dan tidak berniat untuk melanjutkan pendidikannya layaknya sebagian
besar teman-temannya. Ia rela mengubur cita-citanya untuk menjadi seorang
sarjana. Setamat SMA GG langsung mencari kerja. Tidak mudah mendapat pekerjaan yang bagi anak yang baru tamat SMA. Akhirnya ia
mendapat pekerjaan pertamanya sebagai penjaga toko di toko Batik Danarhadi di
kawasan Menteng. Setiap hari mulai dari pagi sampai malam ia berdiri melayani
pembeli. Penghasilannya tidak seberapa, tapi bagi GG yang penting bisa
meringankan beban ibunya. Selepas bekerja di toko itu, ia pindah bekerja di
sebuah perusahaan biro jasa pengurusan passport dan izin kerja bagi tenaga
kerja asing. Setiap hari dia bolak-balik ke kantor imigrasi untuk mengurus
penerbitan passport atau surat izin bekerja bagi tenaga kerja asing. GG menjadi
andalan bagi perusahaan tempatnya bekerja karena dia gesit dan cepat. Selain bekerja GG juga beberapa kali ikut
menjadi Sales Promotion Girl (SPG) di acara tahunan Pekan Raya Jakarta (PRJ).
Selepas bekerja dia buru-buru berangkat ke arena PRJ berganti profesi menjadi SPG. Setelah
tengah malam baru dia pulang dan besok paginya dia pergi lagi bekerja seperti
biasa. Pekerjaan itu dilakoninya selama sebulan penuh. Hasilnya lumayan, dia mendapatkan
honor yang cukup besar. Semua penghasilannya diserahkannya kepada sang ibu.
Tampa sepengetahuannya oleh sang ibu uang itu dikumpulkan untuk membayar uang kuliah GG. Ibunya punya
cita-cita bahwa GG harus menjadi sarjana. Sang ibu sangat menginginkan agar GG
menjadi sarjana pertama di dalam keluarganya. Tampa sepengetahun GG sang ibu
sibuk mencari universitas yang cocok untuk sang anak. Akhirnya ia mendaftarkan
GG di sebuah universitas swasta yang kampusnya tidak begitu jauh dari
rumah mereka. Begitu tahu ibunya sudah
mendaftarkannya untuk kuliah, GG
kaget dan awalnya menolak untuk kuliah. Dia hanya ingin terus bekerja. Tapi
demi menyenangkan hati sang bunda GG akhirnya berkuliah juga. Kuliahnya malam
hari setelah pulang kerja. Kemudian menjadi perjuangan yang luar biasa bagi GG
karena kampusnya pindah ke tempat yang jauh dari rumahnya. Itu berarti
dia harus berangkat dari jalan Thamrin di Jakarta pusat ke kawasan Ciputat dan pulang
ke Kebayoran lama dengan menggunakan angkutan umum. Ini perjuangan yang
tidak mudah apalagi bagi seorang perempuan. Setelah satu semester akhirnya GG menyerah.
Ia berhenti, dia tidak mau lagi melanjutkan kuliahnya.
Dari kampus tempat ia
berkuliah itu ternyata ada sesuatu yang kemudian akan menjadi bagian
penting di dalam hidup GG. Tampa ia sadari ia telah mencuri hati salah seorang rekan kuliahnya. GG tak mengira kalau sang teman itu
“berani” menaruh hati padanya. Pemuda itu hanyalah seorang tukang kayu dan
perabot. Tubuhnya kurus dan dekil karena seharian bekerja di
bengkel. Sementara GG menjadi seorang primadona kampus. Hampir setiap mahasiswa senior silih
berganti berusaha mendekatinya. Sulit untuk dipercaya kalau si pemuda ini
berani jatuh cinta padanya. Walau demikian GG juga melihat sang teman ini agak berbeda dengan yang lain. Dia
terlihat sangat serius dan mempunyai cita-cita yang besar. Tapi GG
tidak pernah menunjukkan ketertarikannya. Setelah GG tidak berhenti kuliah si teman ini masih rajin menghubunginya melalui telepon. Waktupun berlalu, hampir lima tahun kemudian si pemuda sudah
lulus kuliah. Diapun sudah bekerja di perusahaan multinasional, karirnya bagus. Ketika sang teman memutuskan untuk menikah dia memberanikan diri
untuk mencurahkan isi hatinya kepada GG. GG tidak bisa menolak. Ia yakin inilah jodoh yang dikirimkan oleh Allah. Akhirnya dengan izin Allah kedua
sahabat kuliah ini menikah dan membina rumah tangga.Di hari pernikahannya sang bunda dengan bercanda mengatakan GG ini "not to be but get". Maksudnya GG pergi kuliah bukan untuk menjadi sarja tapi untuk mendapatkan seorang serjana... he he he.
Setelah menikah GG tetap bekerja. Karirnya
semakin bagus, ia menjadi executive secretary dari sebuah perusahaan multinasional asal Inggris.
Beberapa tahun kemudian dia pindah lagi ke perusahaan nutrisi terbesar asal
Amerika. Karirnya cemerlang karena dia mempunyai kemampuan administrasi sangat baik dan sikapnya
yang sangat professional. Dia sangat menikmati karirnya. Selain mendapakan
gaji yang besar perusahaan juga memberikan penghargaan dengan memberi
kesempatan berjalan-jalan keluar negeri. Mereka berbulan madu mereka di Australia.
0 comments:
Post a Comment