Ahli Pialang Asuransi Dari Desa – Retired at 40




Beban pekerjaan di kantor semakin berkurang karena sejak awal tahun 2003 hampir semua rencana kerja dan anggaran disusun oleh direktur marketing pengganti saya. Walau menurut pengalaman saya strategi yang dibuat kurang tepat, terlalu ambisius dan keluar dari core business serta dengan cara yang jauh dari budaya kerja yang ada. Tapi karena saya sudah tidak punya “gigi” masukan saya sudah tidak dianggap. Sepertinya direktur baru mempunyai cara pandang dan gayanya sendiri.  Mereka bisa meyakinkan rencana bisnis dan anggaran yang luar biasa itu kepada para pemegang saham dan akhirnya disetujui pula oleh RUPS yang diadakan di bulan April 2003. Bagi saya tidak masalah, lagi pula saya memang ingin melihat sejauh mana kemampuan direksi baru ini untuk memajukan perusahaan. Siapa tahu mereka memang hebat dan mampu memberikan hasil yang lebih baik daripada yang bisa saya hasilkan selama ini. Kalau memang berhasil, sebagai pemegang saham saya juga akan senang.

Budaya kerja  yang saya kembangkan sejak enam tahun sebelumnya semakin ditinggalkan. Kini yang banyak ditonjolkan adalah gaya kepemimpinan yang didominasi oleh kekuatan pribadi bukan oleh kekuatan bersama. Bukan membangun superteam tapi “ supergue”. Sudah bisa ditebak, gaya kepemimpinan seperti ini rawan konflik. Simple saja penyebabnya. Setiap orang hanya tertarik pada dirinya sendiri. Jika ada seseorang yang menunjukkan kehebatan dirinya, maka orang lain juga akan membalas dengan menunjukkan kehebatan diriya pula. Akhirnya masing-masing punya cara kerja sendiri-sendiri terutama di level manajer. Walau dari jumlah manajer dan karyawan cukup besar, tapi tidak berhasil menimbulkan dampak sinergi. Justru yang terjadi saling menjatuhkan. Akibatnya satu-persatu manajer yang sudah dibayar dengan gaji tinggi dan dengan fasilitas yang bagus itu mengundurkan diri tampa memberikan hasil yang sigfikan untuk kemajuan perusahaan. Sementara untuk mencari penggantinya dalam waktu singkat tidaklah mudah. Kalau menurut hemat saya ada kesalahan dalam proses perekrutan. Seharusnya perusahaan merekrut orang-orang yang mempunyai latar belakang pengalaman di perusahaan broker independen yang mempunyai karakter yang sama sehingga cara kerjanya dapat dipastikan hampir sama. Ini seperti membangun team sepakbola yang terdiri dari para pemain hebat. Semua ingin menunjukkan kehebatannya ketika bermain. Untuk membangun team yang terdiri dari pemain hebat ini diperlukan seorang  pelatih yang jauh lebih hebat. Kalau dipimpin oleh pelatih yang yang tidak berpengalaman pasti tidak akan berhasil. Salah satu kunci menjadi pelatih yang hebat adalah pernah menjadi pemain hebat.

Don’t change the winning theme. Itulah prinsip yang seharusnya benar-benar diyakini oleh direksi penerus saya. Perusahaan yang selama lebih dari enam tahun tumbuh dan besar dengan corporate culture yang sudah terbangun dengan baik. Seharusnya perusahaan konsisten dengan budaya kerja yang sudah terbukti berhasil itu. Ini selaras pula dengan kunci sukses saya ketika saya memenangkan lomba Biz Game tahun 1995 lalu yaitu “konsisten”. Jangan mudah berubah. Hari ini jualan dengan gaya lemah lembut dan persausif, eh tiba-tiba besok dengan gaya menekan dan memaksa. Hari ini jualan mangga, besok jualan jeruk. Ketika orang ingin membeli mangga kita tidak punya, tapi ketika kita tawarkan jeruk mereka tidak suka jeruk. Robert T Kyosaki juga mengatakan tentang konsistensi dengan mengatakan Keep It Simple and Stupid (KISS). Biarkan saja semuanya ada dalam bentuk apa adanya yang sederhana dan bodoh, jangan diubah. 

Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan bahwa “serahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”. Jhon C Maxwell seorang ahli kepemimpinan  dan Pendeta terkenal dari Amerika saat ini mengatakan “Everything rise and fall because of leadership”. Sesuatunya itu bangkit dan jatuh karena masalah kepemimpinan. Dua hal ini yang menurut hemat saya yang tidak dimaklumi dengan baik oleh teman-teman saya. Memimpin itu suatu keahlian yang perlu dipelajari dan dilatih secara terus-menerus. Orang tidak serta-merta menjelma menjadi seorang pemimpin yang hebat. Memang ada yang mengatakan pemimpin itu dilahirkan dalam artian seseorang sudah mempunyai sikap sebagai pemimpin sejak lahir. Dalam satu hal saya setuju, misalnya seorang anak dengan dengan sifat koleris sejak dari lahir sudah menunjukkan sikap memimpin. Tapi sifat memimpin yang sangat alamiah, misalnya mempunyai kemauan keras dan suka memerintah. Tapi kita bicara tentang memimpin sebuah bisnis yang terdiri dari puluhan orang. Masing-masing mempunyai sifat, karakter, kemampuan dan keiinginannya sendiri. Anda tidak bisa memaksa orang sebanyak itu untuk tunduk dan patuh dengan perintah anda. Walaupun anda bayar mereka dengan gaji setinggi apapun. Anda juga tidak bisa mengawasi mereka setiap detik dan megancam mereka. Ini bukan jamannya lagi memimpin dengan gaya seperti itu. Bahkan ada ungkapan yang sangat tepat yang mengatakan bahwa “a good leader is a good follower. Pemimpin yang baik adalah pengikut yang baik. Saya sudah menyadari dari semula bahwa untuk kepemimpinan yang saya kembangkan adalah dengan mengembangkan setiap orang yang ada disekitar saya. Jhon C Maxwell mengatakan develop peoples around you. Itulah gunanya saya melakukan traning, membaca buku, leaders club meeting, sharing, penghargaan, mengirim karyawan ke pusat-pusat latihan seperti Markplus, pemberian hadiah dan lain-lain. Agar setiap orang bisa berkembang dengan potensi diri mereka masing-masing untuk mencapai tujuan bersama. Mereka tidak saya gurui, tetapi merekalah yang mengetahui sendiri kekurangan mereka dan mereka yang memperbaiki diri mereka. Mereka juga saya ajak bersaing secara sehat. Fastabikhul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Setiap group saya perlombakan setiap minggu. Hasil kerja mereka dinilai. Mereka yang mempunyai kinerja tertinggi mendapatkan penghargaan. Dengan cara demikian mereka bekerja keras untuk menunjukkan siapa diri mereka. Mereka yang minggu ini mempunyai kinerja bagus bersemangat untuk meningkatkannya di minggu depan. Dampaknya terlihat pada peningkatan prestasi dan produktifitas kerja. Gaya kepemimpinan seperti itulah yang telah ditinggalkan. Diganti dengan pengarahan dan ceramah secara panjang lebar dari pemimpin tampa mengetahui kemampun bawahan untuk menerimanya. Menghakimi mereka yang tidak berprestasi. Bahkan cenderung yang terjadi adalah pemimpin menunjukkan kehebatan dirinya ketimbang masalah yang dibicarakan.
Selama tahun itu terlihat sekali penurunan produkfitias kerja. Selain diakibatkan oleh masalah kepemimpinan penurunan juga disebabkan oleh kegagalan perusahaan mempertahankan nasabah yang sudah ada. Nasabah besar-besar yang didapatkan tahun sebelumnya tidak mau memperpanjang kontrak di tahun ini. Salah satu alasanya karena tahun lalu mereka marasa dipaksa dan dijebak. Semua itu juga akibat costumer service dengan gaya lemah-lembut yang saya kembangkan selama ini berganti dengan gaya bossy yang intimidasi.

Saya beruntung tidak berlama-lama menyaksikan ketidaknyamanan itu. Mulai September 2003 presiden direktur memberitahu saya bahwa saya mulai bulan itu tidak perlu lagi datang ke kantor setiap hari. Saya diberi hak paid leave, atau cuti dan dibayar. Saya tidak paham apa alasannya, tapi karena saya sudah kehilangan selera melihat situasi kerja saya terima saja tawaran itu. Saya diberi waktu sampai pengunduran diri saya sebagai vice president direktur disahkan oleh RUPS yang direncanakan diadakan di bulan April 2004. Lumayan saya dapat cuti dan dibayar selama tujuh bulan. Semua faslitas dan sarana kantor dapat saya gunakan tapi saya tidak diharuskan datang ke kantor. Saya gunakan kesempatan itu untuk fokus mengerjakan bisnis network marketing saya.
Menjalani cuti selama tujuh bulan itu ternyata tidak enak. Walau dari segi pendapatan saya tidak mengalami masalah karena masih menerima gaji penuh, tapi bagi saya yang sudah terbiasa bekerja dan mempunyai kegiatan penuh setiap hari ternyata hidup tanpa aktifitas penuh itu membosanka. Benarlah kata David Schwarzt bahwa capek karena bekerja keras itu jauh lebih baik daripada lelah karena menganggur. Saya sebelumnya berfikir bahwa saya akan memberikan waktu yang lebih banyak kepada keluarga, tapi ternyata waktu yang diperlukan oleh keluarga saya juga tidak terlalu banyak. Setiap pagi selepas sholat subuh dan beribadah di musola, jam enam saya sudah kembali ke rumah. Membangunkan anak laki-laki saya satu-satunya waktu usianya lima tahun. Setelah dia bangun dan sholat, lalu menemani dia menonton film kartun kesukaannya waktu itu Dora. Setelah itu dia mandi dan sarapan. Saya antar dia ke sekolah TK berjarak kira-kira lima kilometer dari rumah naik mobil. Setelah menungguinya sebentar bersama ibu-ibu dari teman-teman anak-anak saya, saya kembali pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah saya membaca koran, setelah itu praktis tidak ada hal penting yang perlu saya lakukan. Karena pekerjaan network marketing baru saya kerjakan mulai sore hari pada saat prospek dan dan downline pulang kerja. Paling isteri saya yang banyak aktif di pagi dan siang hari. Dia bisa pergi untuk mengadakan beauty clinic, bertemu teman dan lain-lain. Jam sepuluh saya pergi menjemput anak saya. Setelah itu pulang ke rumah. Sampai di rumah istirahat kembali. Belum kerja apa-apa sudah istirahat kembali. Sehari-dua hari mungkin kegiatan seperti ini masih mengasyikkan. Tapi kalau anda lakukan itu setiap hari selama berbulan-bulan anda pasti bosan. Kalau anda adalah orang yang sudah biasa mempunyai aktifitas penuh. Kalau pun anda ingin pergi keluar untuk aktifitas lain, anda harus punya tujuan yang jelas. Teman-teman dan saudara anda yang ingin anda temui mereka semua sedang bekerja, dan mereka hanya mau ketemu kalau anda punya tujuan yang jelas. Mereka tidak mau hanya sekedar kongkow-kongkow saja. Selain itu anda juga perlu fikirkan soal biaya. Sekarang semua biaya harus anda tanggung sendiri. Kalau anda masih bekerja hampir semua biaya aktifitas diganti oleh kantor. Bensin, uang parkir, pulsa, entertainment, dan lain-lain. Sekarang semua harus keluar dari kantong sendiri. Anda jadi perlu berfikir panjang sebelum pergi, kalau tidak kantong anda cepat kering. Demikian juga kalau anda tinggal di rumah. Kalau anda ingin udara nyaman anda menghidupkan a/c, tapi akibatnya biaya listrik anda melonjak. Anda ajak anak anda main-main ke mall, kalau dia minta jajan duit anda keluar lagi. Tapi kalau tinggal di rumah saja mau mengerjakan apa lagi? Tidur siang, berapa lama anda anda bisa tidur siang, sebentar sudah terbangun lagi. Mau menonton tv, meski anda berlanggangan tv berbayar dengan ratusan channel, dijamin anda pasti bosan juga. Karena hampir semua program itu disiarkan berulang-ulang. Anda sudah pernah menonton beberapa hari sebelumnya, eh sekarang diputar lagi. Siaran olahraga seru hanya ada di akhir pekan. Film bagus juga adanya di akhir pekan. 

Ternyata pensiun dan tinggal di rumah saja tidak enak. Pemahaman saya tentang retired at 40 salah. Bukan berarti setelah berusia empat puluh tahun tidak mengerjakan apa-apa lagi. Saya keliru. Bagaimana mungkin keahlian, kemampun, pergaulan yang sudah dibangun selama ini ditinggalkan begitu saja? Padahal saat itu adalah waktu yang sangat  tepat untuk memanfaatkannya. Ilmu yang sudah sedemikian luas harus segera diajarkan. Pengalaman yang sudah sebanyak itu seharusnya dimanfaatkan. Jaringan pertemanan yang sudah demikian luas seharunya dimanfaatkan. 

Retired at 40 seharusnya saya artikan sebagai kebebasan untuk mengendalikan diri sendiri. Kebebasan membangun “kerajaan sendiri”. Karena pada usia empat puluh kita sudah matang dari segi apapun. Jadi setiap kegiatan yang akan ditempuh sepanjang hal itu sesuai dengan latar belakang, kemampun dan pengetahun pasti berhasil. Karena kita sudah paham betul bentuk permainannya. Kita sudah tahu dimana letak resiko, dimana ada untung. Kita sudah paham tentang peluang. Mana yang asli dan mana  yang palsu. Kita juga paham dengan baik dengan siapa kita akan bermain. Nabi Muhammad juga diangkat menjadi Rasulullah atau utusan Allah juga pada usia 40 tahun. Artinya tanggung jawab besar baru diberikan ketika beliau berusia 40 tahun. 

Tapi karena sudah terlanjur memutuskan untuk pensiun, saya terpaksa terus menjalani kondisi seperti itu. Ingin rasanya kembali bekerja seperti semula di kantor tapi karena memang itu sudah diputuskan dan juga rekan-rekan saya tidak menghendaki saya bekerja penuh. Jadi saya terima saja kondisi itu. Saya pun tidak terfikir untuk bekerja di perusahaan lain karena saya merasa sudah mempunyai perusahaan sendiri dan tidak ingin konflik dengan rekan-rekan saya. Selain itu saya sudah memutuskan bahwa saya akan menjalankan usaha sendiri sesuai dengan nasihat Robert T Kyosaki “Mind your own business”. Harapan saya saat itu adalah segera meraih sukses di network marketing. Menjadi diamond. Tapi jam kerja yang diperlukan tidak perlu satu hari penuh. Saya berbagi waktu dengan isteri saya. Dia bekerja di siang hari, saya bekerja di malam hari.
Walaupun saya masih menerima gaji penuh, tapi karena pengeluaran meningkat maka saya mulai mengalami masalah keuangan. Pengeluaran lebih besar dari penerimaan. Karena sekarang semua biaya harus ditanggung sendiri. Diisamping itu pengeluaran isteri juga semakin besar karena aktifitas meningkat tinggi karena mengejar naik peringkat di network marketing. Sementara penghasilan dari network marking masih belum terlalu banyak sehingga belum bisa menutupi biaya operasional. 

Hasil dari kerja keras kami di network marketing, kami naik peringkat menjadi Executive Direct Distributor dua langkah lagi sebelum diamond. Kami juga berhasil mendapatkan perjalanan ke luar negeri ke New Zealand berdua selama empat hari pulang pergi. Tapi keberhasilan ini memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit. Kami harus bekerja keras siang-malam. Blusukan di dalam kota Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang bahkan kami pun sampai harus bekerja di luar kota seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Banjarmasin, Pekanbaru dan Padang. Semua kerja keras itupun memerlukan uang yang tidak sedikit. Jadi kalau dihitung dengan bonus yang kami terima dengan pengeluaran yang harus kami habiskan, hasilnya impas bahkan masih rugi.

lngrisk.co.id



Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: