Perlukah anak dari kecil diajari bahasa Inggris?

Pagi tadi isteri saya cerita mengenai anak teman kami yang masih usia empat tahun sudah lancar berbahasa Inggris “ngomongnya sudah bisa cas cis cus, dah kayak anak orang bule” katanya. Dua minggu lalu saya satu lift dengan seorang anak laki-laki usia sekitar 10 tahun bersama orang tuanya, sang anak “nyerocos” mengenai beberapa hal dan kemudian minta sesuatu kepada orangtuanya dalam bahasa Inggris. Saya lihat dan dengar kedua orang tuanya berdiskusi dalam bahasa Indonesia dialek Jakarta. Anak saya sekali-sekali juga melontarkan pernyataan dan pertanyaan kepada saya dalam bahasa Inggris.
Nampaknya sekarang ada kecenderungan anak-anak terutama di kota Jakarta untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Saya lihat ada beberapa motivasi yang mendorong anak seperti itu.

Pertama dorongan dari orang tua. Ada orang tua yang meyakini bahwa anak harus menguasai bahasa Inggris dari usia balita sehingga mereka lebih mudah menguasainya. Ini dengan tujuan jika besar kelak si anak mampu berkomunikasi dengan orang asing dan bisa bersaing di ere globalisasi.
Motivasi berikutnya datang dari diri anak itu sendiri biasanya motivasi ini berasal setelah sang anak menonton acara-acara, cd, dan games. Yang mungkin paling memacu anak adalah jika mereka menonton channel tv luar negeri. Mereka termotivasi ingin bergaya dan berbicara seperti tokoh-tokoh yang ada di dalam program. Anak saya laki-laki usia 10 tahun sangat menggemar High School Musical program di Disney Channel. Tidak hanya itu dia juga menyukai program-program lain termasuk kartun Upin dan Ipin yang semuanya dalam bahasa Inggris asli tanpa text. Saya tanya apakah dia mengerti dengan isi ceritanya, dan jawabnya dia tahu semua. Mungkin dari program tv itulah anak saya “mencopy” dan menyampaikan pernyataan dalam bahasa Inggris kepada saya.

Di lain pihak, di kota-kota besar di luar Jakarta saya menemukan ada kecedurangan orang untuk menggunakan bahasa Indonesia bukan bahasa daerahnya atau lebih tepatnya bahasa Indonesia dialek Jakarta. Ini berlaku di dalam keluarga, di acara resmi maupun di kantor. Cabalah anda berjalan-jalan di pertokoan di kota Medan, Surabaya, Pekanbaru, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Balikpapan, Padang, Samarinda dan hampir di kota-kota lainnya hampir semua orang akan menyapa anda dengan bahasa Indonesia. Orang tua juga merasa bangga bila menggunakan bahasa Indonesia di dalam keluarga.

Gejala apa yang sedang terjadi saat ini. Dua tahun lalu saya pernah membaca tulisan mengenai adanya kecenderungan berkurangnya penggunaan bahasa-bahasa daerah bahkan beberapa bahasa yang dulu terkenal sekarang sudah ”punah” karena sudah tidak ada lagi yang menuturkannya.
Ada juga perasaan lebih bangga atau lebih ”bergengsi” jika berbicara menggunakan bahasa yang dipandang lebih berkwalitas dari bahasa ibu mereka.

Lalu bagaimana dengan bahasa Inggris terhadap anak-anak Indonesia. Menurut saya alangkah baiknya anak diajarkan dan dibiasakan bahasa Indonesia terlebih dahulu sebagai bahasa kebangsaan agar anak mempunyai rasa keindonesian. Setelah itu barulah anak diajari bahasa Inggris as second language. Menguasai bahasa Inggiris tidaklah sulit, siapaun bisa. Sebagai wong ndeso asli, saya baru mengenai bahasa inggris pada usia 13 tahun dan hanya mengambil kursus tambahan selama 1 tahun ketika SMA. Ahamdullilah dengan pengetahuan seperti itu saya bisa diterima bekerja di perusahaan asing, berkomunikasi dengan expatriates, presentasi, aktif diseminar, membuat report dan bahkan saya mengukuti kuliah jarak jauh di bidang asuransi di institue di luar negeri dalam bahasa inggiris. Saya juga sudah cukup sering pergi ke luar negeri dengan bahasa inggris saya yang segitunya itu.

Jadi saran saya tetaplah mengajari anak kita dengan bahasa kita sebagai bahasa ibu dan ajarkan bahasa inggris sebagai bahasa kedua. No worry, every one can speak English one day, but jika bukan kita yang berbahasa Indonesia siapa lagi. China, Korea dan Jepang adalah negara-negara maju tapi mereka tetap menggunakan bahasan mereka dan tulisan kanji.
Share on Google Plus

About Taufik Arifin

0 comments: